Bab 7 Sah Menjadi Suami Kontrak
Setelah semalam terlewati, pagi itu Mario mengenakan pakaian trainingnya dibalik jaket lalu berangkat ke rumah Tante Inez dengan sepeda motor Mirasty setelah mengantar adiknya itu ke sekolah. Dia tidak punya kendaraan sendiri saat ini.
Rumah Tante Inez ternyata sangat megah dan luas sekali halamannya mirip istana Bogor, pikir Mario dengan kagum. Hal itu membuat Mario semakin rendah diri. Dia pun memencet bel rumah itu.
Tak lama kemudian pintu gerbang terbuka sendiri. Mungkin ada alat pembuka gerbang otomatis yang membukanya. Mario pun masuk ke dalam halaman yang luas itu, mencari-cari letak bangunan utama rumah itu. Dia tampak seperti orang udik yang bertamu ke rumah pejabat.
Tante Inez muncul dari dalam rumah ke teras, wanita itu menggunakan baju training yang melekat pada tubuhnya yang seksi. Dia pun melambaikan tangannya kepada Mario sembari tertawa renyah.
"Sini Mas Mario!" serunya dari teras rumah sembari melambaikan tangan ke arah Mario.
Mario pun tersenyum seraya memarkir sepeda motornya di depan teras rumah Tante Inez yang seperti Istana Bogor.
"Pagi, Mbak Inez. Ini sepeda motor saya diparkir di sini gakpapa?" sapa Mario seraya bertanya tentang parkir.
Tante Inez pun menjawab sembari tersenyum, "Boleh, santai saja Mas Mario. Gak ada yang akan marah kok kalau diparkir di situ. Masuk yuk!"
Mereka pun menjalani sesi fitness bersama dengan ceria seperti biasanya. Bedanya dulu di gym milik Mario, sekarang di rumah Tante Inez. Namun, beberapa alat fitness yang dimiliki Tante Inez di rumah pun sama seperti yang ada di gym milik Mario dulu.
Akhirnya setelah 2 jam berlalu, sesi privat training fitness pun selesai.
Tante Inez mengajak Mario untuk duduk bersantai di tepi kolam renangnya. Ada kursi-kursi berjemur di bawah naungan payung lebar, mereka duduk di sana. Kolam renang itu lebar sekali dan berair jernih.
"Mas Mario sekarang lagi sibuk apa?" tanya Tante Inez berbasa-basi seraya tersenyum menatap Mario.
"Ehmm masih nganggur, Mbak. Susah cari kerja ...," jawab Mario apa adanya.
Kasihan sekali, pikir Tante Inez. Wajah Mario masih tampak lebam dan sobek di pelipis dan sudut bibirnya. Tentu saja Tante Inez tahu apa yang Mario alami, Pak Rahardian melaporkan segala kegiatan Mario selama ini.
"Apa Mas Mario masih tidak mau menerima tawaran saya yang kemarin?" tanya Tante Inez dengan hati-hati karena takut menyinggung perasaan Mario.
Mario pun merasa bimbang dan terdiam sejenak.
"Apakah tawarannya masih berlaku, Mbak? Sepertinya saya akan menerima tawaran itu," jawab Mario malu-malu seraya menunduk, dia tak sanggup menatap wajah Tante Inez.
Mendengar jawaban Mario, wanita itu pun tersenyum bahagia. Dia pun berkata, "Terima kasih, Mas Mario. Saya janji akan menghormati Mas Mario seandainya benar kita nikah kontrak nanti."
Mario pun berdehem seraya mengangkat wajahnya menatap wajah Tante Inez. "Saya sebenarnya takut dan nggak pede jadi suami Mbak Inez."
"Hahaha apa sih Mas?! Santai saja, saya nggak gigit kok, kenapa mesti takut? Nanti malah Mas yang akan saya manjain!" goda Tante Inez.
Mendengar ucapan Tante Inez, Mario pun tersedak. Dia malu sekali. Wajahnya pun merona.
"Minum dulu, Mas," ucap Tante Inez mengulurkan botol air mineral ke Mario.
Dia pun melanjutkan, "Kalau besok apa Mas Mario ada waktu senggang? Kita bisa menikah di catatan sipil bersama notaris saya untuk menandatangani surat perjanjian kontraknya."
"Bisa, Mbak. Saya siap kapan saja," balas Mario dengan yakin.
Tante Inez pun menggoda Mario lagi, "Mas, apa boleh minta DP dulu?"
"Haahh DP?" sahut Mario bingung.
"Iya. Buat tanda jadi ... kalau minta dicium dulu boleh nggak?" ucap Tante Inez seraya tertawa.
Mario pun berpindah duduk di sebelah Tante Inez lalu merengkuh wajah Tante Inez dengan tangannya. Kemudian, dia memagut bibir Tante Inez dengan lembut beberapa kali membuat jantung wanita itu berdebar kencang. Dia tak menyangka Mario akan menciumnya, tadi dia hanya main-main memintanya.
Kini justru wajah Tante Inez yang merona malu setelah dicium secara spontan oleh Mario. Ciuman itu begitu manis dan lembut, membuat hatinya melayang. Pria yang selalu hadir dalam mimpi indahnya memberinya ciuman manis siang ini. Entah mimpi apa dia tadi malam, batin Tante Inez dengan bahagia.
Hari berikutnya, Mario mengenakan setelan jas yang disiapkan oleh Tante Inez di rumahnya. Mereka akan berangkat bersama ke kantor catatan sipil dengan mobil sedan Honda Civic hitam milik Tante Inez.
Tante Inez didandani oleh perias pengantin dengan baju kebaya warna putih dengan model sederhana. Kebetulan teman dekatnya ada yang berprofesi sebagai desainer dan memiliki stok kebaya warna putih yang masih baru.
Melihat penampilan Tante Inez yang sangat cantik sebagai calon pengantinnya, Mario merasa jantungnya berdebar kencang. Sayangnya ini hanya kawin kontrak, pikir Mario dengan agak kecewa. Apa perasaannya juga harus diatur dengan surat kontrak nantinya?
"Mas, saya sudah siap. Yuk berangkat sekarang!" ucap Inez berdiri di hadapan Mario seraya tersenyum manis.
Entah mengapa senyuman Tante Inez membuat jantung Mario berdebar-debar tak karuan. Dia ingin merengkuh wanita itu dalam dekapannya dan menciumnya lagi seperti kemarin siang.
"Ayo, Mbak," balas Mario seraya tersenyum pada Tante Inez.
Mereka pun naik ke mobil sedan hitam itu, Mario membantu Tante Inez naik ke mobil karena ekor kebayanya menjuntai panjang. Kemudian, dia berlari ke sisi lain mobil dan duduk di sebelah Tante Inez.
"Pak Toro, tolong jemput Clara ke sekolah dulu ya sebelum ke kantor catatan sipil," ujar Tante Inez dengan sopan ke supir pribadinya.
"Sendika dhawuh, Nyah!" (Siap, Nyonya!) jawab Pak Toro yang berasal dari Solo, Jawa Tengah.
"Lho, Pak Toro dari Jawa, ya?" tanya Mario tertarik, ada orang sedaerahnya yang bekerja pada Tante Inez.
"Njih, Den. Dalem saking Solo," (Ya, Mas. Saya dari Solo) jawab Pak Toro.
"Wah, kalau begitu sama Pak Toro, saya juga asli Solo. Sayangnya kelamaan di Jakarta, jadi sudah banyak bahasa krama inggil yang lupa," ujar Mario dengan akrab.
Tak lama kemudian, mobil itu berhenti di sebuah sekolah negeri jenjang SMA. Seorang gadis manis berlari-lari mendekat ke mobil sedan hitam itu lalu naik ke mobil.
"Hai, Mam. Nggak nunggu lama, kan?" ucap gadis itu terengah-engah sehabis berlari.
"Hai, Sayang. Nggak kok. Kenalin dulu, ini Om Mario, calonnya Mama," balas Tante Inez yang duduk di kursi belakang mobil sedan itu bersama Mario.
Clara pun mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Mario. "Salam kenal, Om Mario. Saya Clara, anaknya Mama Inez."
Mario pun menyalami Clara seraya tersenyum. "Salam kenal juga, Clara."
Mereka pun segera berangkat ke kantor catatan sipil. Kebetulan jalanan siang itu tidak terlalu macet, mungkin karena kebanyakan orang masih bekerja di kantor dan sudah kembali dari makan siang.
Setengah jam kemudian, mobil sedan hitam itu memasuki parkiran kantor catatan sipil kota Jakarta Pusat.
Tante Inez turun dari mobil dibantu oleh Clara lalu dia pun menggandeng lengan Mario, calon suaminya dengan mesra.
"Mama dan Om Mario serasi sekali," puji Clara tulus dengan mata berkaca-kaca. Pasalnya sudah lama sekali dia berharap Mama tercintanya memiliki suami lagi.
Tante Inez pun menenangkan Clara seraya menepuk-nepuk punggung puterinya itu. "Cup cup cup, Anak Mama Sayang jangan nangis dong."
"Maaf, Ma. Clara terharu saja," tukasnya seraya mengelap air matanya dengan tissue. "Om Mario, tolong bahagiakan Mamaku tersayang, ya?" ucap Clara pada Mario.
Mau tak mau, hati Mario pun trenyuh mendengar pesan Clara padanya. "Pasti, Clara. Jangan kuatir!" jawab Mario dengan sungguh-sungguh sekalipun di tahu apa yang dia dan Tante Inez jalani saat ini hanya kawin kontrak. Sepertinya Clara tidak tahu itu, batin Mario.
Mereka bertiga pun duduk di sebuah ruangan di kantor catatan sipil itu menunggu penghulu dan pegawai negeri yang bertugas mencatat proses pernikahan mereka berdua.
Beberapa menit kemudian seorang pria berjas necis masuk ke ruangan itu lalu memperkenalkan diri sebagai notaris Tante Inez, namanya Pak Rudi Antareja.
Dia mengajak Mario berjalan ke pojok ruangan lalu menyodorkan sebuah map pada Mario. Map itu berisi surat perjanjian kawin kontrak selama 5 tahun dengan Tante Inez.
Mario membaca sekilas isi surat perjanjian itu dan merasa tidak ada yang memberatkannya, dia pun menandatangani surat-surat itu. Dalam hatinya, Mario menguatkan tekadnya. Apa pun yang terjadi ke depannya, dia harus kuat menahan segalanya selama 5 tahun.
Petugas catatan sipil pun masuk ke ruangan bersama penghulu. Mereka menjalankan akad nikah dengan singkat lalu menandatangani berita acara pernikahan. Pak Toro bertindak sebagai saksi dari Tante Inez, sementara Pak Rudi Antareja menjadi saksi dari pihak Mario. Segalanya berjalan dengan lancar. Kini, Tante Inez telah sah menjadi istri Mario Chandra.
Petugas catatan sipil menyerahkan sepasang buku nikah kepada pasangan pengantin baru itu.
"Semoga sakinah, mawadah, warohmah ya, Pak, Bu," ucap petugas catatan sipil itu seraya bersalaman dengan Tante Inez dan Mario.
"Amin!" jawab Tante Inez dan Mario kompak lalu saling pandang dan tersenyum penuh arti.
Clara pun mendekati mereka dan memeluk pinggang Mamanya. "Selamat ya Mam. Om Mario sama Mama kan nanti malam pertama, kalau mau teriak-teriak boleh kok. Nanti Clara pura-pura nggak dengar ...," goda Clara dengan usil seraya tertawa berderai.
"Clara, iihhh mesum! Siapa ini yang ngajarin?!" omel Tante Inez dengan malu-malu.
Mario pun tertawa mendengar gurauan Clara. "Clara kan sudah gede, Mbak ... ya jelas sudah paham lah yang begituan ...," bela Mario seraya menatap Tante Inez dengan mesra.
Sepertinya justru Mario yang tidak sabar menantikan malam tiba. Malam pertamanya dengan Tante Inez.