Bab 12 Menukar
Elena dan Lidya memutuskan untuk bertemu di restoran favorit mereka berdua, Le Jardin, sebuah restoran Prancis di pusat kota Riverton. Suasana restoran yang tenang dengan jendela menghadap taman kota, membuat Elena dan Lidya betah duduk lama hanya untuk mengobrol dan membicarakan hal tidak penting.
Tapi kali ini berbeda. Elena tidak lagi antusias, tidak seperti Lidya yang melambai girang saat melihat Elena celingukan mencari meja Lidya. Bahkan wajah Elena pucat, masih menyisakan ketegangan akibat mobil hitam itu.
“Wajahmu pucat, El,” komentar Lidya, dengan dahi berkerut.
“Seseorang membuntutiku,”
Lidya makin mengerutkan dahi. “Kamu yakin?”
Elena mengangguk cepat. Lantas menyambar buku menu yang ada di depannya. Dia ingin cepat-cepat makan dan melupakan rasa takutnya. Elena memilih grilled salmon with lemon butter sauce serta segelas white wine. Sementara Lidya memilih roast chicken with herb crust dan sparkling water.
Elena keheranan dengan pilihan Lidya. “No wine?” komentarnya.
“Kamu tahu aku harus menghadapi Adrian setelah makan malam,” Lidya mengangkat alis. “Dia … amat perfeksionis,”
“Apa? Dia benar-benar … “ Elena memutar bola mata, namun tidak melanjutkan ucapannya. “Apakah semua keluarga Blackwood seperti itu?”
“Apa pendapatmu tentang Adrian?” Lidya justru balik bertanya.
Elena angkat bahu. “Well, aku tidak terlalu tahu tentang adik Alex itu. Tapi dia … menatapku dengan tatapan antusias. Seperti menatap sebuah … barang,”
“Freak!” umpat Lidya kesal. Dia menggigit bibirnya, membayangkan wajah Adrian yang menyebalkan. “Jika bukan karena gajinya yang tinggi, aku tidak mungkin bertahan di Blackwood, apalagi bekerja di bawah Adrian gila itu,” Lidya mengomel dengan bola mata berputar, teringat akan betapa repotnya menjadi bawahan Adrian.
“Jangan, jangan berhenti. Kamu tetap butuh uang untuk memenuhi belanja bulananmu,” cegah Elena.
Lantas keduanya tertawa. Mereka selalu bisa menggunakan celah dari setiap keluhan, menjadi sebuah candaan yang bisa melegakan hati meski sejenak.
“Ngomong-ngomong, El. Apa kamu tertarik menyewa seorang detektif?” ujar Lidya tiba-tiba.
Elena sunyi. Dia mengangkat pandangannya pada Lidya.
“Kurasa Tabitha tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sepertinya dia berniat memata-mataimu,” ucap Lidya. “Dan kamu tidak boleh membiarkan itu terjadi,”
Elena masih tidak menanggapi. Dia mengedip perlahan. Sengaja ingin mencerna kalimat Lidya dengan begitu matang, sekaligus mempertimbangkannya.
“Aku punya kenalan seorang detektif swasta,” Lidya mengeluarkan sebuah kartu nama dari tasnya. Dia letakkan kartu itu di hadapan Elena. “Namanya James Bennett,”
Elena memandangi kartu itu dengan seksama. Membaca satu-persatu kata yang tertera. Termasuk nama James Bennett, yang ditulis tebal. Bennett & Associates Private Investigations.
“Dia mengelola kantornya sendiri. Agensi detektif ini termasuk agen bergengsi yang menangani kasus-kasus kelas atas, termasuk investigasi terkait korporasi dan keluarga berpengaruh di Riverton,” terang Lidya. “Aku kenal langsung dengan James Bennett. Jadi kamu tidak perlu khawatir,”
Lidya makin maju, duduk berhadapan dengan Elena. Tatapannya berubah serius. “Jika kamu ingin mengambil alih perusahaanmu, inilah caranya,” Lidya menekan kartu nama James yang ada di atas meja, dengan kukunya. “James, dan rekam jejaknya, bisa mencari bukti-bukti gelap tentang Blackwood. Dengan begitu, kamu bisa menyerang mereka,”
“Kenapa kamu ingin aku melakukan ini?”
Lidya merebahkan punggungnya di kursi. Dia tersenyum penuh arti. “Aku hanya pekerja biasa, El. Jika sesuatu terjadi pada Blackwood, aku tidak dirugikan. Mungkin aku bisa menjadi karyawanmu,”
“Perceraian Alexander Blackwood dan Tabitha Hill, sedikit banyak ada alasan rahasia yang ditutupi dari publik. Mereka tidak mungkin bercerai, karena pernikahan itu adalah pernikahan bisnis. Kecuali ada satu pihak yang dirugikan,” lanjut Lidya.
***
Setelah makan malam dengan Elena, Lidya bergegas kembali ke kantor untuk memenuhi permintaan Adrian. Sesampainya di lantai tempat Adrian bekerja, Lidya menenangkan diri sejenak dengan menarik nafas panjang, sebelum mengetuk pintu ruangan Adrian. Lidya mendorong pintu itu penuh hati-hati, dan dia segera disambut oleh tatapan tajam Adrian.
“Kau telat satu menit,” ucap Adrian sambil menyilangkan tangannya di depan dada. Lantas melirik jam di dinding.
Lidya menelan ludah. “Saya berusaha secepat mungkin, Pak,”
"Aku ingin tahu bagaimana hasil pertemuanmu dengan Lina," sahut Adrian, tidak peduli.
Lidya duduk perlahan di depan meja Adrian. Lantas berdehem sebelum bicara. “Lina Morgan setuju dengan konsep pembiayaan dari Blackwood untuk membantu menstabilkan perusahaan,”
Adrian bersandar di kursinya, merenung sejenak. "Pastikan semua dokumen disiapkan bersama tim mereka. Aku ingin semuanya berjalan lancar tanpa hambatan,"
Lidya mengangguk. “Saya sudah meminta koordinasi tim dokumen mereka terkait proposal ini. Kita hanya tinggal menunggu persetujuan akhir dan penandatanganan kontrak, Pak Adrian,”
Adrian tersenyum tipis, semakin yakin semuanya akan berjalan sesuai rencana. "Baik. Pastikan Lina tetap patuh dengan kita. Jangan biarkan Latham Holdings berpikir terlalu jauh. Terutama Elena Morgan. Sepertinya dia harus diwaspadai,"
Lidya menelan ludah. Hingga akhirnya dia mengangguk.
“Kamu boleh pergi, Lidya. Aku akan menyampaikan semua perkataanmu ini pada Alex,” Dengan isyarat mata, Adrian mempersilahkan Lidya untuk keluar ruangannya. Lebih tepatnya, mengusir Lidya.
Lidya tidak berkata apapun selain hanya mengangguk. Kemudian pamit untuk keluar dari ruangan Adrian. Dan setelah berada di luar, Lidya mengumpat dengan gerakan bibir tanpa suara. Adrian memang benar-benar kurang ajar, begitu batin Lidya.
***
Kini giliran Adrian yang harus berhadapan dengan Alex. Adrian berjalan dengan langkah mantap menuju ruangan Alex di lantai paling atas gedung Blackwood Industries. Sesampainya di depan pintu, dia mengetuk perlahan dan menunggu isyarat dari Alex untuk masuk.
Adrian membuka pintu dan mendapati Alex duduk di balik meja kayu besar, dengan mata terfokus pada layar laptop di hadapannya. Ruangan itu tertata rapi, bernuansa gelap dan minimalis. Sangat cocok dengan kepribadian Alex yang dingin dan misterius.
"Ada apa?" Alex memulai tanpa basa-basi. Matanya sesaat melirik Adrian sebelum kembali menghadap laptopnya.
Adrian berjalan mendekat ke meja Alex. “Karyawanku telah menyelesaikan pertemuannya dengan Lina di Latham Holdings. Lina setuju untuk bekerjasama. Mereka akan menerima suntikan dana dari Blackwood untuk memperkuat proyek infrastruktur yang sedang berjalan. Dengan ini, Latham akan tetap berada di bawah kendali kita,”
Alex mengangguk pelan, tampak puas dengan hasil laporan itu, namun ekspresi wajahnya tetap datar. “Ada lagi?”
Mata Adrian menyipit. Dengan senyum miring, dan coba membaca apa yang sedang dipikirkan Alex.
“Apakah menurutmu mereka akan bisa dikendalikan seterusnya?”
“Maksudmu?” Alex mengangkat pandangan ke arah Adrian.
Adrian memasukkan tangan ke saku celananya. “Istrimu itu … Elena Morgan. Bukankah dia bisa menjadi ancaman? Seiring waktu, bisa jadi dia tahu terlalu banyak hal,”
Alex tersenyum dingin. "Itu sebabnya aku menikahinya, Adrian. Aku tidak hanya mengendalikan perusahaannya, tapi juga hidupnya. Jika dia berani melawanku, dia harus menghadapi konsekuensinya,”
Adrian menyeringai. “Kamu benar-benar … pria keji, Alex,” olok Adrian dengan nada rendah. “Menukar istri lamamu dengan barang baru yang belum dipoles sempurna,”