Bab 1 Trasmigrasi ke Dinasti Kuno
Luolan merasa dirinya adalah orang yang bertransmigrasi paling malang dalam sejarah.
Saat ini, dia duduk di tepi Sungai Wei, tempat yang sudah merenggut nyawa dari pemilik asli tubuh ini. Dalam cuaca dingin di musim gugur, saat ini dia duduk dengan gemetar dan dalam kondisi basah kuyup. Teringat perlakuan tak manusiawi yang dialami oleh pemilik asli tubuh ini, dia pun merasa sangat takut dan gelisah.
Pemilik asli tubuh ini adalah Shui Luolan, berusia 17 tahun. Tujuh belas tahun yang lalu, Paman Shui menemukannya dalam bungkusan saat sedang memotong kayu di gunung. Melihat dirinya sangat malang, Paman Shui pun memutuskan untuk merawatnya. Namun, setelah adik perempuannya, Shui Chunhua, lahir, istri Paman mulai tidak menyukai Luolan.
Sejak bisa mengingat, Luolan hanya bisa makan makanan sisa keluarganya. Dia juga yang melakukan semua pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci dan memasak. Adik perempuannya yang satu tahun lebih muda bisa pergi bersekolah. Sementara Luolan, begitu fajar menyingsing, dia harus memanggul keranjang bambu dan pergi ke gunung untuk mencari rumput ragweed.
Meski dia sudah bekerja keras, tapi Bibi Shui masih tidak menyukainya.
Entah kenapa, kemarin tiba-tiba Bibi Shui bersikap baik padanya, bukan hanya membelikannya setelan pakaian baru, tapi juga membelikannya bedak dan lipstik. Selama 17 tahun ini, Luolan yang bertubuh kurus selalu memakai baju bekas adiknya. Ini pertama kalinya dia memakai baju baru, maka dia merasa sangat gembira. Bibi juga terus memujinya.
Mengingat kejadian itu, Luolan merasa ingin menangis, air matanya pun jatuh.
"Lan’er, kenapa Bibi tidak menyadarinya? Kamu sungguh cantik. Kalau menikah, kamu pasti akan hidup bahagia."
Ini pertama kalinya Luolan dipuji oleh Bibi Shui seperti ini. Saat itu, dia luar biasa senang, bahkan berpikir bibinya baik padanya, maka masa depannya pasti akan bahagia.
Saat sore hari, dia melepas baju baru yang dibelikan oleh Bibi Shui dan menyimpannya dengan baik. Kemudian, dia mengganti pakaian yang biasa dia pakai untuk bekerja, bersiap memanaskan air untuk Bibi mencuci kaki. Inilah tugas yang harus Luolan lakukan setiap hari.
Saat melewati kamar Bibi Shui, Luolan mendengar percakapan antara Paman Shui dan Bibi.
"Tidak boleh!" Tiba-tiba volume suara Paman Shui meningkat.
Entah kenapa, Luolan merasa ini pasti ada hubungannya dengannya. Jadi, dia berjongkok di depan pintu dan diam-diam mendengarkan.
Bibi Shui buru-buru memotong ucapan Paman Shui, "Bisakah kamu mengecilkan suaramu? Coba kamu pikir, kita sudah merawatnya selama 17 tahun. Sudah seharusnya dia melakukan sesuatu untuk keluarga kita."
"Pangeran itu sudah sekarat. Kalau kamu menikahkan Lan’er dengannya, itu sama saja dengan membiarkannya mati."
"Pangeran itu belum tentu akan segera meninggal. Kalau Lan’er menikahinya, maka dia akan menjadi istri pangeran. Lagi pula, hadiahnya adalah seribu koin perak, cukup untuk kita menghabiskan sisa hidup kita."
"Aku sudah bilang tidak boleh. Kenapa kamu tidak menikahkan Chunhua saja? Aku beri tahu, kalau kamu masih berpikir untuk menikahkan Lan’er, aku akan memukulmu."
Setelah berkata begitu, Paman Shui keluar kamar dengan langkah berat.
Luolan takut Paman tahu dirinya diam-diam menguping, maka dia buru-buru berlari ke gudang kayu, kamar yang dia tinggali selama belasan tahun ini.
Setelah duduk di tempat tidur kayu buatannya sendiri, Luolan pun menangis tersedu-sedu. Ternyata tiba-tiba Bibi Shui bersikap baik padanya, itu karena ada alasan tertentu. Tadi dia juga mendengar bahwa ada seorang pangeran di ibu kota yang sakit parah dan umurnya tidak panjang lagi. Karena itu, ibu pangeran itu, Selir Chang, mau mencarikannya istri sebelum putranya meninggal. Menurut peraturan di Dinasti Da Ning, setelah pangeran meninggal, istri yang baru dinikahinya juga harus dikubur bersamanya.
Tentu saja, para putri dari keluarga pejabat tidak bersedia. Jadi, Selir Chang mengeluarkan dekrit untuk mencari orang yang bersedia menikahkan putri mereka dengan pangeran itu, maka akan diberi hadiah seribu koin perak.
Meski kedudukan pangeran itu sangat terhormat, tapi tidak ada orang tua yang mau mengirim putri mereka untuk mati. Dekrit ini sudah diumumkan selama hampir sebulan. Meski ada beberapa wanita tamak yang datang ke Kediaman Pangeran, tapi entah kenapa, mereka semua menyesal sudah pergi. Jadi, dekrit itu masih ada, tidak ada orang yang bersedia melakukannya.
Kemarin saat pergi ke kota untuk menjual telur, Bibi Shui mendengar tentang berita ini. Jadi, dia berpikir untuk mengirim Luolan ke Kediaman Pangeran.
Luolan berada di kamarnya semalaman. Memikirkan bahwa dia harus dikubur bersama orang yang akan segera meninggal, dia pun merasa sangat putus asa. Kemudian, muncullah niat untuk segera mati.
Keesokan paginya saat semua orang masih tidur, dia sudah memakai pakaian barunya, lalu melompat ke Sungai Wei yang dalam dan tak berdasar ini.
Saat ini, Luolan lain yang terlahir di abad ke-25, meninggal mendadak karena kelelahan bekerja selama 3 hari 3 malam berturut-turut di laboratorium. Jiwanya pun masuk ke tubuh Luolan yang sudah meninggal di Dinasti Da Ning.
Untungnya, dia bisa berenang. Kalau tidak, dia akan langsung tenggelam setelah bertransmigrasi ke dunia ini.
Setelah duduk di tepi sungai, dia perlahan-lahan menyentuh luka di tubuhnya, dadanya terasa sakit.
Ternyata saat Paman dari pemilik tubuh ini tidak ada, Bibi Shui diam-diam menusuknya dengan jarum, juga kadang memukulnya dengan tongkat. Bibi selalu menuduhnya mencuri makanan. Padahal sebenarnya, lambungnya sakit karena terus makan makanan dingin sepanjang tahun. Karena itu, dia memasak air saat malam hari untuk minum air hangat, tapi malah disalahpahami oleh Bibi dan dituduh mencuri makanan di dapur.
Selama bertahun-tahun, pemilik asli tubuh ini sudah dibesarkan hingga memiliki sifat yang lemah. Jadi, meski Bibi Shui memukulnya, dia juga tidak menjelaskan maupun melawan, hanya membiarkan cambuk memukuli tubuhnya.
Mengetahui semua hal ini, Luolan bergumam, "Haiz, sungguh terlahir di waktu yang salah. Di kehidupan sebelumnya, aku adalah seorang dokter jenius yang menjadi perhatian semua orang. Di kehidupan ini, aku malah menjadi gadis miskin yang tubuhnya penuh luka, bahkan tidak ada satu pun Krim Merah."