Bab 1 Kembar Tiga
Di kamar hotel.
“Sangat panas…”
Vienna Harrison terbangun dalam keadaan linglung. Dia mendesah pelan.
Dia merasa sangat tidak nyaman, seluruh tubuhnya seperti sedang berada di dalam lautan api. Sangat panas sekali.
Dia membolak – balikkan tubuhnya di atas ranjang. Wajahnya tampak merah seperti sudah mau meneteskan darah saja dan napasnya juga menjadi sesak.
Dengan perlahan dia duduk, pandangannya terasa silau. Dia tidak bisa melihat dengan jelas dimana tempat ini?
Rasa aneh di tubuhnya membuatnya merasa sangat tidak nyaman, seolah – olah ada serangga yang mengerumuninya, dia merasa gatal dan geli lalu mengulurkan tangannya untuk merobek pakaian yang menempel di tubuhnya.
Beberapa kancing yang menempel di gaun merahnya terlepas oleh tarikannya, memperlihatkan bagian dadanya yang seputih salju. Setelah itu dia merasa sedikit lebih nyaman karena merasakan sedikit kesejukan.
Lalu dia mengusap kakinya dengan tidak sabar dan terasa aneh.
Tidak nyaman, panas dan kering.
Dia turun dari tempat tidur untuk mencari air karena merasa harus dan panas. Dia membutuhkan air. Mungkin setelah minum dia akan merasa lebih nyaman.
Kedua kakinya yang putih, ramping dan lembut menginjak karpet dengan lembut seperti cahaya putih yang bersinar.
Pandangannya tampak buram. Dia melihat ketel yang ada di atas meja bundar dan tidak jauh dari sana. Berjalan dengan goyah dia meraih ketel dan langsung menuangkan airnya ke dalam mulutnya.
Mulut ketel sangat besar sehingga air itu tidak hanya masuk ke mulutnya yang kecil namun juga mengalir ke lehernya. Air itu membasahi pakaiannya sehingga membuat pakaiannya tampak menempel semakin erat ditubuhnya dengan memperlihatkan lekukan tubuhnya yang membuatnya tampak semakin menarik.
Pada saat ini, pintu kamar mandi tiba – tiba terbuka. Tampak seorang pria melangkah keluar dengan handuk putih yang hanya diikatkan di pinggangnya, rambutnya yang basah masih meneteskan air.
Tetesan air itu bergulir di atas dadanya yang bidang lalu turun melalui otot perut yang tampak seksi dan terserap ke handuk mandinya yang longgar.
Pria itu tampak tertegun sejenak lalu dengan sedikit mengernyit dia mengibaskan rambutnya yang hitam legam seolah – olah ada sesuatu yang akan meledak di tubuhnya. Saat dia membuka matanya lagi, matanya langsung memerah.
Dia merasa ada yang tidak beres. Apa mungkin ada yang salah dengan gelas anggur itu? Secara refleks dia langsung melirik gelas anggur yang ada di samping tempat tidur itu.
Dia meraih Vienna dengan tangannya yang kokoh dan bertanya dengan suara dingin.
“Kamu dikirim oleh kakekku, yah?”
Dia pasti wanita yang dikirimkan oleh kakeknya lagi. Dia benar – benar sudah gila karena terobsesi untuk memiliki cicit. Dan hanya demi untuk mencapai tujuannya dia bahkan membubuhkan obat untuknya?
Vienna jatuh ke dalam pelukannya lalu dengan sembarangan tangannya menarik dia sehingga membuat handuk mandinya terlepas.
Tangannya menyentuh kulit telanjangnya dan perasaan dingin itu membuatnya merasa sangat nyaman.
Vienna mendengus lalu mengangkat tangannya untuk memeluk lehernya dan membuat kulit tubuhnya menempel pada tubuhnya.
Brian Prescott mengerutkan keningnya. Dia yang memang sudah berhasrat dan merasa tidak nyaman, saat dipeluk oleh wanita ini terasa menjadi semakin panas dan dia ingin melampiaskannya.
Tubuhnya yang lembut dan hangat menempel padanya sambil sebentar – sebentar bergesekan pada tubuhnya. Obat yang sedang bereaksi di dalam tubuhnya semakin bergejolak secara dominan.
Lalu dia menundukkan kepalanya dan mencium bibirnya tanpa bisa dikendalikan lagi. Bibirnya terasa seperti permen yang lezat. Tadinya dia hanya mencicipinya saja namun lambat laun dia merasa itu tidak cukup. Dan dia berubah menjadi menjilatinya dan semakin mendalam.
Keduanya jatuh dengan keras ke tempat tidur yang besar dan lembut, terjalin…
“Aduhh…”
Vienna mendesah pelan. Namun tangan kecil itu merangkul lehernya sehingga si pria tidak bisa mengendalikan dirinya lagi dan menagih bagiannya dengan mendesak. Sudah tidak tahu berapa lama dan juga tidak jelas mereka melakukannya berapa kali. Vienna sudah tidak dapat bertahan sehingga dia pingsan.
Keesokan harinya, Vienna dibangunkan oleh suara ketukan di luar pintu. Tiba – tiba dia duduk dan pikirannya tampak kosong. Dengan terheran – heran dia bertanya apa yang telah terjadi?
Saat pintunya di dorong terbuka.
Sekelompok orang bergegas masuk, ada wartawan, ada polisi.
“Jangan bergerak! Razia pornografi. Letakkan tanganmu diatas kepala dan jongkok di lantai.”
Helem masuk ke kantor polisi dan dianggap sebagai pelacur. Dia tidak mengerti mengapa bisa terjadi hal seperti ini?
Polisi memberitahu keluarga Harrison yang kemudian membebaskannya dengan jaminan.
Saat Vienna pulang ke rumah keluarga Harrison, semua orang menudingnya.
Kakek Harrison duduk di kursi utama dan wajahnya menjadi gelap saat melihat cucunya melakukan hal yang memalukan.
"Kakek……"
Vienna berlutut di lantai dan menjelaskan.
“Aku tidak melakukannya. Aku benar – benar tidak melakukannya. Jelas – jelas aku sedang tidur di rumah. Aku tidak tahu bagaimana hal ini bisa terjadi?”
Sampai sekarang pun dia masih tidak paham.
Vonny, mama tirinya mendengus dengan dingin, “Kau tidak tahu? Sudah ditangkap pun kau masih mau mengelak? Kalau bukan karena polisi memberitahu kami, kami pun tidak tahu bahwa putri sulung keluarga Harrison bisa pergi menjual diri. Kalau dipikir – pikir, aku merasa sangat malu sekali.”
Evelynn Harrison juga ikut berbicara, “Kak, apa kau tidak merasa jijik? Masa kau bisa tidur dengan siapa saja? Apa kau tidak takut tertular penyakit?”
Kakek itu langsung meraung dengan dingin saat mendengar kata – kata ini.
“Cukup, jangan dibicarakan lagi.”
“Nana, mulai besok kau pergilah ke Texas untuk bersekolah disana. Kau tidak diijinkan kembali ke Seattle tanpa persetujuanku.”
Setelah mengatakan hal itu lalu si kakek bangkit kemudian pergi seolah – olah dia tidak ingin melihatnya lagi.
“Kakek…” Vienna memanggilnya dengan kencang namun dia pergi tanpa mau menoleh ke belakang.
Vonny tidak menyangka, sudah sampai seperti ini pun, si kakek itu masih lebih menyukai Vienna. Rencananya dia hanya ingin membuat Vienna diusir keluar dari rumah ini.
Agar putrinya bisa menjadi satu – satunya nona besar di keluarga Harrison, dia harus menghancurkan Vienna.
Matanya menyipit sedikit. Bersekolah di luar negeri? Jangan mimpi! Dia harus membuat Vienna mati dalam perjalanannya ke Texas.
...
Enam tahun kemudian, Bandara di kota Furton
Vienna menyeret kopernya dan berjalan keluar dari bandara dengan cepat sambil diikuti oleh tiga anak yang seperti diukir dengan giok sehingga menarik perhatian banyak orang.
Kedua bocah lelaki itu terlihat hampir sama persis, wajah mereka tampak sangat tampan, setampan karakter dalam komik.
Sementara yang satunya lagi seorang gadis mungil nan imut dengan dua kuncir kuda yang tinggi dan mengenakan rok kuning pastel. Dia tampak sangat menggemaskan sekali dengan boneka Barbie di tangannya.
Beberapa orang yang lewat menjepret mereka dengan ponsel mereka masing – masing secara diam – diam dan berbisik - bisik.
“Mereka itu artis kali yah? Tampak cantik dan tampan sekali!”
“Aku belum pernah melihat orang – orang sekeluarga yang begitu cantik sebelumnya!”
“Mamanya juga sangat cantik!”
Pada saat ini, terdengar derap langkah kaki yang tergesa – gesa dan keluar dari pintu VIP di sisi lain. Tampak sekelompok pria berjas hitam berjalan keluar dengan tergesa – gesa. Pria yang berada di paling depan adalah pria yang paling menarik perhatian.
Dia mengenakan mantel hitam dengan perawakan yang tinggi dan gagah, wajahnya sangat tampan dan terlihat tegas serta mata dan alisnya yang menunjukkan aura dingin seolah – olah orang lain merasa segan untuk mendekatinya.
Dengan cepat, orang banyak itu tertarik melihatnya dan gadis kecil yang lucu tadi juga mengalihkan pandangannya saat mendengar komentar orang – orang di sebelahnya.
Lalu dia berseru, “Papi!”
Karena pria tampan itu terlihat hampir sama persis seperti kedua kakak laki – lakinya jadi dia pasti adalah daddy yang belum pernah dia temui.
Dia mengangkat matanya sedikit dan berlari ke arahnya.
Melihat putrinya melarikan diri lalu Vienna memberitahu kedua putranya,
“Fedric, Felix, kalian tunggu aku di depan pintu. Aku akan pergi mencari adikmu.”
Kedua bocah lelaki yang tampan itu langsung mengangguk, “Oke, mami!”
Vienna menyerahkan kopernya kepada mereka lalu mengejar ke arah Felicia.
Saat tiba di depan gerbang bandara, Vienna meraih putrinya yang sedang berlari.
“Felicia Harrison, kau mau pergi kemana? Apa kau tidak takut ditangkap oleh orang jahat?”
Gadis ini memang tidak bisa membuat orang merasa tenang dan selalu nakal sejak kecil. Kalau sampai dia hilang, Vienna pasti akan merasa akan sangat sedih sekali dan merasa keluarganya habis sudah.
“Aah, mami! Cepat kau lepaskan aku! Aku melihat papi. Dia tampak persis sepereti kakak! Aku mau papi!”
Gadis kecil itu begitu terburu – buru sehingga matanya yang besar menatap terus menerus ke punggung si pria tampan itu. Dia khawatir si pria itu akan menghilang.
Vienna mengikuti arah yang ditunjuk oleh Felicia dan berpikir di dalam benaknya, apakah dia benar – benar si pria itu?
Kebetulan dia juga ingin bertanya kepadanya, apa yang telah terjadi pada waktu itu?
Vienna membawa Felicia berjalan ke mobil yang dia katakan tadi lalu mengetuk jendelanya untuk melihat apakah pria yang ada di dalam mobil itu benar – benar mirip dengan putranya?
Dan juga, kalau Felicia, si gadis kecil ini belum melihatnya, dia juga pasti tidak akan menyerah, dan dia pasti akan kabur lagi.
Mendengar ketukan di jendelanya, lalu orang yang berada di dalam mobil dengan perlahan menurunkan jendelanya.