Bab 8 Menginginkannya menjadi papi
Evelynn: “…bibi?”
Vienna hampir tidak bisa menahan tawanya. Felicia, bagus sekali!
Brian menatapnya. Melihat penampilannya yang menyedihkan membuat hatinya sedikit sakit kemudian dengan dingin berkata,
“Suruh seseorang untuk mengantar nona Harrison pulang!”
Ray menghampiri Evelynn dan memberikan isyarat silahkan.
Evelynn merasa sangat marah sekali sehingga dia memelototi Vienna. Di dalm benaknya dia berpikir: Vienna, kau lihat kan, pria ini adalah calon suamiku dan aku tidak selevel denganmu, dasar jalang.
Lalu dia membalikkan badannya kemudian pergi.
Felicia memeluk paha Brian.
“Paman tampan, bibi itu sangat jelek! Mari aku kenalkan pada mamiku yang cantik!”
Dia menunjuk ke Vienna sambil memperkenalkannya.
“Dia adalah mamiku yang cantik dengan kulitnya yang putih halus, Vienna!”
Brian menjawabnya, “Waktu kau sakit itu, aku pernah bertemu dengannya di rumah sakit.”
“Ooh, kalau begitu apa kau suka dengan Vienna kami?”
Vienna tahu bahwa Evelynn akan menikah dengan pria ini jadi dia sama tidak tertarik padanya.
Kemudian dia meraih putrinya dan berkata, “Felicia, sudah cukup belum candanya? Tutup mulut mungilmu itu!”
Vienna menggenggam putrinya di satu tangan dan mengatakan sesuatu yang dingin sebelum dia berbalik dan pergi.
“Tuan muda Prescott, terima kasih atas mantelmu.” Dia sama sekali tidak terlihat berniat untuk mengucapkan terima kasih, tetapi lebih seperti merasa geram.
“Aku tidak akan memakai pakaian yang pernah dipakai oleh orang lain. Nona Harrison sebenarnya kau tidak perlu mengembalikan mantelnya.”
Saat Brian berbicara, dia tampak seperti tersenyum namun sebenarnya tidak sedang tersenyum. Dia menatapnya terus namun pada akhirnya tetap saja dia tidak bisa ingat dimana dia pernah melihatnya.
Vienna merasa bahwa pria ini membencinya. Wajahnya tampak sedikit menggelap lalu dia membawa putrinya dan berjalan pergi.
Belagu apa dia, dasar pria brengsek yang tidak berkelas!
Felicia melihat maminya marah dan dia terkikik.
“Nana, apa kau tidak merasa paman tampan itu memiliki temperamen? Dia sangat tampan sekali!”
Entah anak gadis siapa ini terobsesi dengan pria tampan. Vienna merasa sakit kepala saat melihat putrinya yang begitu terobsesi dan terpesona saat melihat seorang pria tampan. Anak ini menuruni sifatnya siapa sih?
Kemudian keduanya pulang ke rumah dan begitu masuk dari luar pintu, kedua putranya langsung menyambut mereka.
Yang satu membantu adik perempuannya mengambilkan sendal dan yang satunya lagi ikut membantu mengambilkan sendal untuk Vienna juga.
Fedric mengawasi dia menggganti sepatunya dengan sendal. Ekspresi di wajah kecilnya yang tampan tampak seperti seorang dewasa yang tidak dimiliki oleh teman – teman sebayanya.
“Mami, tadi pemilik rumah baru saja datang. Dia bilang sebelum Senin depan, kita sudah harus membayar uang sewanya. Kalau tidak, dia akan menyewakan rumah ini kepada orang lain dan biaya sewa rumahnya juga dinaikan sebesar 500 dolar.”
Vienna tertegun sejenak lalu berkata, “Baiklah. Kau pergi bermain dulu dengan kedua saudara – saudaramu!”
Di dalam lubuk hatinya dia menghitung biaya – biaya yang masih harus dibayar. Ekspresi wajahnya tampak sedikit jelek.
Biaya sewa rumahnya 2.000 dolar per bulan. Kalau setengah tahun itu berarti 12.000 dolar.
Kelas tambahan untuk kedua putranya itu sebesar 20.000 dolar per anak. Sementara les piano untuk Felicia biayanya sebesar 60.000 dolar.
Pengeluarannya sangat besar sekali. Sama sekali tidak bisa mengandalkan pekerjaan paruh waktunya saat ini. Uangnya tidak cukup.
Vienna merasa bahwa dia hanya bisa melakukan pekerjaannya yang dulu, yaitu menari di Stardust.
Dia pernah menjadi ratu dansa di sana dan menghasilkan banyak uang. Dengan pendapatan ini, dia baru mampu membesarkan ketiga anaknya hingga sebesar ini.
Tadinya dia merasa bahwa dia bisa meninggalkan tempat itu sepenuhnya.
Namun sepertinya dia hanya bisa melanjutkan pekerjaannya sampai dia menemukan pekerjaan dengan gaji yang tinggi…
Fedric berdiri di sana sambil mengerutkan kening kepadanya, “Ma, apa kau masih punya uang?”
Dia ingin tahu apakah Vienna melihat uang yang mereka kirimkan ke dalam rekeningnya.
Vienna menyentuh wajahnya yang tampak dan berkata, “Tenang saja, aku akan membayar uang sewanya besok dan kita tidak akan di usir.”
Fedric sudah terbiasa dengan hal ini. Dulu ketika dia masih kecil, mereka pernah di usir oleh seorang pemilik rumah dan mereka sekeluarga akhirnya hanya bisa pergi dan berjalan dengan koper di tangan.
Jadi dia berharap dia dan adiknya bisa cepat besar agar bisa membantu mengurangi beban maminya.
Di sisi lain.
Diam – diam Felicia mengajak Felix ke dalam kamar dan menutup pintu kamarnya dengan penuh misteri. Lalu dia mengeluarkan sebuah kartu nama.
“Kak Felix, kau lihat, hari ini aku bertemu dengan seorang pria tampan yang rupanya mirip sekali denga kau dan kak Fedric. Apa jangan – jangan dia adalah papi kita? Aku benar – benar ingin dia menjadi papiku!”
Felix sudah terbiasa dengan kebiasaan adiknya yang selalu mengira setiap pria tampan itu adalah papinya karena saking inginnya dia memiliki seorang papi. Dia mengulurkan tangannya lalu menyentuh kepala adiknya dengan penuh rasa sayang kemudian mengangkat satu alisnya sambil berkata,
“Mana, coba aku lihat.”
Dia mengambil kartu nama itu dan menggeleng – gelengkan kepalanya saat melihat tulisan CEO PT AMC yang tercantum diatas kartu nama itu.
“Terlalu pintar. Nana tidak akan bisa menaklukkannya.”
Lagipula, maminya juga tidak terlalu pintar. Dia terlalu baik. Kalau bertemu dengan seorang pria yang lebih hebat, dia pasti akan dikerjai.
Felicia cemberut. “Tetapi Felicia ingin dia menjadi papi kita. Kau dan kak Fedric sangat pintar. Kalau ada kalian di sisinya, kan tidak perlu takut lagi kalau pria ini sangat pintar sekalipun? Bagaimana kalau ternyata dia benar – benar adalah papi kita?”
Dia menarik ujung lengan baju kakak keduanya dan menggoyang – goyangkannya sambil menatapnya dengan penuh harap.
Kedua kakak laki – lakinya ini sangat menyayangi dan memanjakannya. Melihatnya yang begitu suka dengan pria itu mau tak mau mereka mengangguk.