Bab 12 Biarkan paman tampan yang mengurus Nana.
Pada saat ini, Fedric dan Felix juga masuk dan begitu melihat kondisi Vienna, mereka langsung memastikan bahwa dia sakit.
“Mami, bangunlah. Kami akan membawamu ke rumah sakit.”
Vienna memaksa dirinya untuk tersenyum, “Mami baik – baik saja. Kalian semua pergilah ke sekolah. Nanti setelah bangun tidur aku akan pergi sendiri ke rumah sakit.”
Felicia menggelengkan kepalanya, “Tidak bisa, kami harus menemanimu.”
Ketiga anak itu sangat dewasa sehingga dia juga merasakan kehangatan di hatinya.
“Ayo cepat pergi ke sekolah. Mami sudah bilang, kalau kalian belajar dengan baik, mami juga akan merasa senang lalu penyakit mami juga akan ikut sembuh!”
Fedric melihat bahwa dia sangat bertekad sehingga mencegah kedua saudaranya yang lain untuk tidak mengganggunya lagi. Lalu dia membawakan obat untuknya.
“Mami, nanti jangan lupa minum obatnya yah.”
Kemudian mereka bertiga mengikuti bibi Rosa keluar dari rumah dan pergi ke sekolah.
Jarak rumah ke sekolah sangat dekat. Mereka bisa pergi dengan berjalan kaki.
Tiba – tiba Felicia teringat dengan si paman tampan itu. Kalau saja dia bisa menjaga maminya maka dia juga bisa sekali memupuk perasaan dan hubungan mereka!
Lalu dia menarik tangan Felix dan berbisik, “Kak Felix, kirim sms ke Brian dan beritahu dia alamat rumah kita serta kata sandi pintunya. Cari cara untuk membuatnya mengurus Nana.”
Fedric meminta bibi Rosa pulang untuk merawat Vienna.
Dia mewanti – wantinya untuk terus mengukur suhu tubuhnya setiap beberapa waktu sekali dan memberitahunya obat apa yang harus diminum. Benar – benar seperti seorang dewasa versi mini.
Felix mengambil ponselnya dan meniru cara Felicia berbicara dengan mengirim SMS ke Brian.
[Paman tampan, aku Felicia, tolong aku! Alamat: Jalan Misty no. 150. Kata sandinya: 520911]
Setelah mengirim sms itu lalu Felix mengnon-aktifkan ponselnya karena dia tidak boleh menggunakan ponselnya di sekolah.
Felicia mencemberutkan mulut kecilnya, “Kak Felix, apa menurutmu dia akan datang?”
Dia sangat berharap bahwa paman tampan ini bisa datang untuk menjaga Nana. Karena dia benar – benar mirip sekali dengan kedua kakak laki-lakinya. Mungkin saja dia adalah papi mereka!
Felix mengusap kepala Felicia dan berkata, “Kau harus percaya pada kak Felix.”
Dalam masalah seperti ini, asalkan dia adalah manusia, maka dia pasti akan datang.
Ini juga merupakan ujiannya kepada Brian untuk melihat apakah dia bisa lulus ujian untuk menjadi papi mereka. Semoga saja dia adalah orang yang baik dan ramah.
Setelah Fedric menjelaskan semuanya kepada bibi Rosa lalu dia berjalan menghampiri gurunya.
Felix berlari menghampiri bibi Rosa lalu sambil tersenyum tipis dan ekspresi wajahnya yang mirip seperti matahari yang bersinar dengan cerah lalu berkata,
“Bibi Rosa, nanti coba kau lihat di depan pintu rumah kita. Kalau ada mobil yang diparkir di depan pintu maka kau bisa libur hari ini. lalu kau dapat menjemput kami pulang ketika pulang sekolah nanti.”
Bibi Rosa mengkhawatirkan Vienna jadi dia menggelengkan kepalanya dan berkata, “Aku harus pulang untuk menemui Nana. Aku dengar dari Fedric bahwa dia sedang demam.”
Felix lalu berkata seperti seorang tua – tua, “Bibi Rosa, akan ada seseorang yang datang merawatnya. Kau tak perlu khawatir. Bukannya kau berharap dia bisa punya seorang pacar?”
Bibi Rosa bertanya dengan heran, “Nana sudah punya pacar?”
Ini adalah kabar yang baik. Kalau begitu dia tidak akan ke sana untuk menjadi nyamuk.
Saat sedang sakit, kau membutuhkan perhatian dari pacarmu.
Felix mengangguk sedikit lalu bergegas menghampiri kakak dan adiknya kemudian mengikuti gurunya masuk ke sekolah.
...
Di saat yang sama, Brian sedang duduk di dalam mobilnya dan membaca email di ponselnya.
Tiba – tiba sebuah pesan SMS masuk: [Paman tampan, aku Felicia, tolong..]
Alisnya mengerut sedikit, Felicia?
Untuk sesaat dia tidak terpikir siapa itu namun setelah beberapa saat ketika dia memperhatikan tulisan ‘paman tampan’ dia baru teringan dengan sosok gadis kecil yang imut itu.
Lalu dia buru – buru memberitahu supirnya, “Putar balik dan pergi ke jalan Misty! Cepat!”
Sang supir yang menerima instruksinya langsung memutar arah dengan cepat dan mempercepat laju mobilnya.
Ray, asistennya yang duduk di depan menoleh dan berkata, “Pak Brian, nanti masih ada rapat jam 9:30. Apa aku harus membatalkannya?”
Pada saat ini, Brian hanya ingin menyelamatkan Felicia. Dia pasti mengalami sesuatu atau kecelakaan sehingga dia meminta pertolongannya.
“Batalkan.”
“Baik, pak Brian.”
Setengah jam kemudian, mobil mewah itu berhenti di jalan Misty no. 150.
Brian keluar dari mobilnya dengan cepat dan berjalan menuju gerbang pintu.
Ini adalah sebuah rumah sederhana yang kecil dan sudah bobrok.
Melirik ke pintunya lalu dia buru – buru memasukkan kata sandinya kemudian melangkah masuk.
“Felicia, Felicia!”
Begitu masuk ke dalam halaman, dia melihat halaman kecil yang tertata dengan rapi.
Meskipun tidak didekor dengan mewah namun setiap tanaman dan pohon ini tampak subur.
Saat masuk ke dalam bangunan yang kecil itu dia mendapati ruang tamu yang tampak sangat sederhana dengan deretan sofa, meja kopi dan sebuah TV kecil.
Ada banyak mainan di ruang tamu. Sekilas mata langsung bisa diketahui bahwa ini adalah keluarga yang memiliki anak – anak di rumahnya.
Dia memanggil lagi, “Felicia!”
Vienna merasa linglung dan tak bisa menahan batuknya sehingga dia terbatuk beberapa kali.
Saat Brian mendengarnya, dia segera bergegas melangkah dan berjalan menuju pintu tempat suara itu berasal. Kemudian mendorong pintu itu hingga terbuka.
“Felicia…”
Dia membuka mulutnya untuk memanggil Felicia, namun yang dia temukan adalah Vienna dengan pipinya yang merona merah terbaring di atas tempat tidur…