Bab 13 Dia tampak seperti wanita itu.
Vienna bergumam dengan tidak nyaman, “Air… air…”
Brian tertegun sejenak.
Sepertinya tidak ada seorang pun di rumah ini sementara dia melihat ada yang tidak beres dengan Vienna.
Dia melirik ke meja di sampingnya lalu menuangkan segelas air untuknya. Kemudian dia duduk di tepi tempat tidur dan mengangkatnya sedikit untuk membiarkannya minum.
Vienna tampak sangat haus sekali jadi dia langsung menghabiskan segelas air itu dalam satu tegukan.
Brian mengangkat tangannya dan menyentuh dahinya. Manik matanya langsung bergetar.
Sangat panas! Berapa suhu tubuhnya ini hingga panasnya sampai seperti itu?!
Tangan pria itu terasa sangat dingin, Vienna merasa nyaman. Dia mendengus pelan lalu meraih tangannya untuk menutupi wajahnya.
“Panas… panas sekali…”
Begitu Brian masuk ke kamar ini, dia mencium aroma wanita itu. Seluruh ruangan ini dipenuhi dengan aroma manis yang samar. Dia sangat familiar dengan aroma ini. Sepertinya dia menyukai aroma yang samar ini…
Melihat wanita yang bersandar di lengannya dengan tidak sadar lalu dia menepuk wajahnya dengan ringan dan berkata, “Vienna, apa kau merasa tidak enak badan? Aku akan membawamu ke rumah sakit.”
Setelah di tepuk beberapa kali akhirnya Vienna tampak sedikit tersadar dan menatapnya dengan bingung. Otaknya masih belum bisa bekerja dengan baik.
“Jangan pergi ke rumah sakit. Aku tidak mau pergi!”
Dia memberontak dan melepaskan diri dari pelukannya kemudian menyembunyikan dirinya di dalam selimut.
“Dingin… sangat dingin…”
Melihat Vienna yang menggigil di dalam selimut membuat Brian mengerutkan keningnya.
Dia tampak kedinginan lalu sesaat kemudian merasa kepanasan, ini akan berbahaya.
Tetapi dia tidak ingin pergi ke rumah sakit ...
Brian menyelimuti badannya dan mengeluarkan ponselnya lalu menelepon Gerald.
Dengan cepat panggilan teleponnya terhubung, “Brian, bagaimana situasimu semalam?”
Dia membawa kelinci mungil itu pergi. Seharusnya itu akan menjadi malam yang sangat indah.
Dengan dingin Brian berkata, “Dia demam. Sekitar 39 derajat. Apa yang harus aku lakukan?”
“Sial, kejam sekali kau membuat orang hingga demam seperti itu?” seru Gerald yang tak punya nafsu untuk sarapan lagi. Dia merasa sedikit penasaran bagaimana dia bisa membuat orangnya hingga seperti ini?
Suara Brian yang dingin terdengar kembali, “Bagaimana kalau aku pergi mencarimu dan membuatmu demam?”
Gerald mengucapkannya berulang – ulang, “Tidak perlu, tidak perlu.”
“Katakan.”
Gerald langsung serius kembali dan mengajarinya cara mengatasi demam. Setelah selesai berbicara dia masih ingin menanyakan beberapa hal namun dengan tega Brian langsung menutup ponselnya.
Dia melirik obat di atas mejanya. Itu adalah obat penurun demam. Lalu sesuai dengan petunjuk resep, dia mengambil obat itu dan menuangkan airnya kemudian duduk di samping tempat tidur.
Wajah mungil si wanita itu semakin merah dan orangnya juga tampak tidak terlalu sadar lagi.
Dia menepuk wajahnya yang merah itu. “Vienna, bangun dan minum obat penurun panas.”
Vienna membuka matanya sedikit dan memalingkan kepalanya.
"Tidak mau makan…. Aku tidak mau makan..."
Brian tampak sakit kepala. Dia tidak mau minum obat dan juga tidak mau ke rumah sakit. Apa dia ingin demam terus hingga menjadi bodoh?
Wajah tampan pria ini tampak sedikit menggelap.
Ini adalah pertama kalinya dia melihat wanita yang sakit dan benar – benar sulit ditangani.
Mau tak mau dia hanya bisa sambil seraya menggendongnya dan menyuapkan obat it uke mulutnya.
Namun wanita mungil ini sangat tidak kooperatif, dia memberontak dan mendesah.
“Tidak, tidak mau…”
Di bawah pemberontakannya, obat itu terjatuh ke lantai.
Wajah Brian langsung mengeruh seketika itu juga. Dengan telapak tangannya yang besar dia memegang wajah mungilnya.
“Vienna, patuh sedikit yah, kalau tidak…”
Wajah mungil dan halus wanita ini terjepit di antar jemarinya dan kulit di bawah tangannya terasa sangat halus sekali.
Suhu pipinya sangat panas. Bibirnya yang memerah dan dipaksa untuk monyong juga tampak sangat merah.
Melihat mulutnya yang merah seperti buah Cherry membuat mata Brian menatap semakin dalam dan jakunnya bergulir naik turun dengan cepat.
“Karena kau tidak kooperatif, maka jangan salahkan aku!”
Setelah itu dia meminum obat itu ke dalam mulutnya lalu menundukkan kepalanya untuk mencium bibir Vienna dan mentransfer masuk obat it uke dalam mulutnya.
Vienna merasakan rasa pahit obat itu dan secara naluri dia ingin memuntahkan obatnya.
Namun lidah pria itu menghalanginya dengan paksa. Dia memaksa Vienna untuk menelan semua obatnya.
Mereka berdua saling memaksa dan melawan.
Yang tadinya hanya berencana untuk memberi dia minum obat namun berangsur - angsur mata Brian menggelap.
Bibirnya terasa sangat lembut dan rasa mulut mungilnya itu sangat manis. Ini benar – benar terasa mirip seperti mulut mungil yang dia rasakan malam itu pada enam tahun yang lalu.
Jadi dia tak bisa menahan dirinya lagi. Setelah mencicipinya lalu dia ingin memastikan apakah dia adalah wanita yang sama dengan wanita pada enam tahun yang lalu itu?
Brian menundukkan kepalanya dan menembus rongga mulutnya dengan paksa…