Chapter 1 Prolog
Pagi ini langit tampak cerah seakan-akan ikut menyaksikan hari istimewa bagiku yang akan segera berlangsung sebentar lagi. Kutatap indahnya pemandangan hari ini dari jendela. Kupu-kupu menari-nari mengitari bunga-bunga yang bermekaran dengan indah. Kusentuh kaca jendela yang memisahkanku dengan pemandangan indah di luar sana. Tak dapat kupungkiri betapa ingin aku ikut bergabung dengan kupu-kupu itu untuk menghirup wanginya aroma bunga-bunga atau sekadar menyentuh kelopak bunga yang bermekaran dengan eloknya.
Sebuah benda yang terpasang di jari manis akhirnya berhasil mengalihkan tatapanku dari bunga-bunga indah itu. Sebuah benda berwarna emas melingkar di jari manisku saat ini. Benda ini kecil namun sangat menawan di mataku. Tiga buah permata menghiasi benda ini, namun yang membuatku begitu terpesona dengan benda ini bukanlah karena bentuknya yang elegan dan mewah. Melainkan karena benda ini diberikan oleh seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Seseorang yang sangat kucintai yang sesaat lagi akan menjadi pendamping hidupku.
Kutatap tubuhku yang kini terbalut sebuah gaun indah berwarna putih bersih dengan berbagai hiasan yang membuat gaun ini terlihat anggun. Kutinggalkan jendela dengan melangkahkan kakiku ke sebuah tempat. Di sinilah aku berada saat ini, di depan sebuah cermin yang berukuran cukup besar sehingga mampu memperlihatkan sosokku sepenuhnya.
Kutatap tubuhku dengan penuh ketakjuban. Tak kusangka aku terlihat sangat berbeda dibandingkan penampilanku yang biasanya. Keindahan gaun ini membuatku terlihat cantik. Hiasan di bagian kepala yang berbentuk mahkota ini membuatku semakin tak mengenali sosokku saat ini. Benarkah ini aku? Aku hanya mampu menyunggingkan seulas senyuman di bibirku untuk menanggapi pertanyaanku yang bodoh ini.
Jika mengingat semua kepahitan yang kurasakan selama ini, tak pernah kusangka saat-saat yang kunantikan sejak dulu, akhirnya datang juga. Bersanding dengan pria yang aku cintai merupakan impian terbesarku sejak dulu. Tatapanku beralih pada sebuah jam besar yang tergantung di dinding. Mengapa aku merasa waktu berjalan sangat lambat hari ini? Sebenarnya itu hanyalah sebuah alasan, tentu saja waktu berjalan seperti biasanya. Aku hanya tak sabar ingin segera menemuinya, karena itulah aku merasa waktu berjalan sangat lambat.
Kesabaranku seakan-akan sudah tiba pada batasnya ketika kutatap kembali benda yang melingkar di jari manisku. Sebenarnya aku memiliki alasan mengapa aku tak ingin berlama-lama menunggu lagi. Aku hanya takut ... takut dia akan meninggalkanku lagi. Meninggalkanku yang rapuh ini seorang diri. Aku hanya akan merasa tenang setelah kulihat sosoknya berdiri di sana. Berdiri menantikanku dan menyambut kedatanganku dengan uluran tangannya.
“Hanna, bersiaplah. Sudah tiba waktunya.”
Kegugupan mulai menderaku begitu kudengar suara itu, yang memberitahukan saat-saat yang sejak tadi kunantikan akhirnya tiba. Kutarik napas panjang dan kuembuskan dengan perlahan. Kulangkahkan kaki meninggalkan ruangan yang sejak tadi kusinggahi. Sesaat lagi akan kugapai kebahagianku yang sempat tertunda untuk beberapa saat.
Namaku, Sakuragi Hanna. Usiaku 24 tahun. Dan inilah kisahku ...