Chapter 7 Dalam Bahaya Part 1
Sore ini, seperti biasa aku bekerja paruh waktu sepulang sekolah. Suasana terlihat cukup ramai hari ini. Banyak orang berbelanja di Mini Market tempatku bekerja. Hal itu tentu saja membuatku dan rekan-rekan kerja yang lain sangat sibuk. Pada awalnya, aku berniat menceritakan kejadian hari ini pada Kak Akane, tapi tampaknya bukan waktu yang tepat untuk mengobrol di tengah-tengah kesibukan kami sekarang ini. Aku tidak ingin pekerjaanku terganggu, karena itu kutepis semua pemikiran tentang Kyo. Masih tak kumengerti kenapa belakangan ini selalu Kyo yang muncul di pikiranku. Entah di saat aku sedang belajar di kelas, melamun di rumah ataupun sedang di tempat kerja seperti sekarang. Sosok Kyo tak hentinya terbayang di kepalaku. Apa yang terjadi padaku sebenarnya? Ingin rasanya meminta pendapat Kak Akane, sayangnya aku harus bersabar sampai pekerjaan kami selesai.
Seperti biasa aku melayani para pembeli dengan ramah, selalu tersenyum dan menyapa pembeli meski selelah apa pun yang kurasakan ini. Antrian kasir sangat panjang dan belanjaan mereka pun cukup banyak. Meja kasir yang biasanya hanya buka satu, kini membuka dua. Aku dan Kak Akane yang bertugas sebagai kasir.
“Tolong cepat ya, saya sedang buru-buru,” ucap salah seorang ibu yang terlihat gelisah dan tak sabaran.
“Baik, Bu,” sahutku, masih berusaha bersikap ramah.
Aku menghitung belanjaannya cepat, dan saat ingin kukembalian uang kembaliannya.
“Tidak perlu, untukmu saja kembaliannya,” ujar sang ibu yang sempat membuatku melongo. Sisa uangnya cukup banyak namun dia berlari tergesa-gesa tanpa menunggu responku.
“Sudah terima saja,” bisik Kak Akane yang mungkin mendengar ucapan ibu itu. “Anggap saja bonus,” tambah Kak Akane sambil terkekeh. Aku heran dengan rekan kerjaku yang satu ini, meski sedang sibuk masih sempat-sempatnya mengomentari kejadian yang menimpaku. Merasa tak ada salahnya menerima saran Kak Akane, aku pun memasukan uang kembalian itu ke saku celanaku. Kemudian kembali kulanjutkan melayani pembeli yang lain.
Kesibukkan ini membuat waktu terasa berjalan sangat cepat. Kini jam menunjukkan pukul 9 malam, tiba saatnya Mini Market ditutup. Selain itu, sudah tak terlihat lagi orang yang berbelanja. Memang seperti inilah di daerah tempat tinggalku, suasana sangat sepi jika sudah pukul 9 malam.
Setelah menghitung jumlah belanjaan dan disamakan dengan uang setoran, aku dan Kak Akane bergegas melaporkannya pada boss. Boss sangat senang karena Mini Market sangat ramai sehingga penghasilan pun sangat besar. Boss kami memang sangat baik, tidak pernah segan-segan memberikan bonus untuk kami jika sedang ramai. Itulah yang sedang dilakukannya sekarang, membagikan uang bonus meski jumlahnya tak seberapa tapi cukup membuat kami tersenyum lebar. Jerih payah kami rasanya dihargai oleh sang boss.
Seperti biasa setiap akan tutup, kami berdoa bersama. Kami pun bergegas mengganti pakaian di Pantry. Setelahnya, pintu toko akan ditutup oleh karyawan laki-laki.
“Sampai jumpa besok, Hanna,” ucap Kak Akane sambil melambaikan tangannya padaku. Dirinya sudah bersiap untuk pergi.
“Sampai jumpa besok juga, Kak,” sahutku sembari balas melambaikan tangan.
Setelah berpamitan dengan semua rekan kerja, aku berjalan seorang diri menuju rumah. Memang seperti inilah yang kulakukan setiap malam, berjalan kaki seorang diri karena memang jarak rumahku dan Mini Market tidak terlalu jauh.
Tidak ada orang yang berlalu-lalang di sepanjang jalan. Mungkin semua orang sudah meringkuk nyaman di ranjang masing-masing. Atau mungkin mereka sedang menonton tv bersama keluarga di rumah. Yang pasti hanya aku seorang yang menelusuri jalan sepi nan gelap ini.
Aku menengadah menatap langit gelap tanpa bulan maupun bintang. Mungkinkah akan turun hujan karena langit terlihat sangat mendung?
Mengabaikan suasana senyap nan mencekam ini, aku mempercepat langkahku. Yang kuinginkan hanya satu yaitu segera sampai di rumah karena angin malam terasa dingin menusuk hingga ke tulang. Meski tubuhku ditutupi kardigan tipis namun hangat tetap tak cukup menghalau dinginnya angin malam ini.
Akan tetapi, tiba-tiba perasaanku tidak nyaman. Aku merasa ada dua pria yang berjalan di belakangku saat ini. Aku menoleh ke belakang, benar ada dua pria yang sedang berjalan tepat di belakangku. Aku menepis semua pemikiran negatif, kuyakini mereka hanya kebetulan satu arah denganku. Aku pun semakin mempercepat langkah, berharap rumahku akan segera terlihat.
Namun, aku mulai merasa takut ketika terdengar suara langkah kaki yang tengah berlari tepat di belakangku. Dalam sekejap kedua pria itu menyusulku dan kini sedang berdiri di depanku. Mereka berniat menyentuhku, tapi dengan cepat kutepis tangan mereka dan aku berlari sekencang-kencangnya. Aku tidak bisa berlari ke arah rumah karena mereka menghadang jalanku. Aku berlari kembali ke arah Mini Market, berharap salah satu rekan kerjaku masih berada di sana.
“Tolong, Tolong!”
Aku terus berlari sambil tiada henti berteriak, tapi percuma jalanan ini sangat sepi dan tak terlihat seorang pun di sini. Aku semakin ketakutan saat menyadari kedua pria itu masih mengejarku. Mini Market tempatku bekerja sudah sepi ketika akhirnya aku melintas di depannya. Tak ada satu pun rekan kerjaku di sana yang menandakan mereka sudah pulang. Tidak ada pilihan selain terus berlari. Ada sebuah celah di samping Mini Market, aku pun berlari ke sana dan bersembunyi di belakang sebuah gerobak yang diletakan di sana. Jantungku berpacu dengan cepat saat memberanikan diri untuk mengintip dari celah gerobak, kedua pria itu sedang berdiri tepat di depan Mini Market. Mereka sedang menatap sekeliling mencari keberadaanku. Tak henti-hentinya aku berharap di dalam hati agar mereka tidak menemukanku. Pikiranku kosong, otakku tak bisa berpikir saat ini. Hanya ketakutan yang memenuhi pikiranku. Seandainya saja ada orang yang bisa aku mintai tolong, seketika itu pun aku mengingat Kyo. Andai dia ada di sini untuk menyelamatkanku? Seperti sebelumnya selalu datang di saat aku membutuhkan dirinya. Pemikiran ini terus terngiang di benakku.
“Kapan pun dan dimana pun kau membutuhkanku, tinggal menekan angka satu pada handphonemu maka kau akan terhubung dengan nomor handphoneku.”
Perkataannya saat itu terngiang-ngiang di pikiranku, haruskah aku menghubunginya? Mungkin saja dia sudah tidur karena waktu menunjukan malam sudah cukup larut. Aku juga tidak ingin terus merepotkannya.
“Dimana gadis itu?”
Cepat-cepat aku menatap ke depan saat percakapan dua pria itu tertangkap indera pendengaranku.
“Kita harus mencarinya, jangan berhenti mencari sebelum kita menemukannya. Dia pasti masih berada di sekitar sini.”
Mendengar pembicaraan kedua pria itu membuatku tak mampu lagi menahan rasa takut. Akhirnya aku mengeluarkan handphone yang kusimpan di dalam tas. Dengan tangan gemetaran, aku menekan angka satu. Kutatap layar handphone, berharap Kyo segera menjawab panggilanku. Tak terkira kelegaan yang kurasakan ketika akhirnya suara Kyo terdengar menyapa dari seberang sana, aku dengan cepat menempelkan handphone ke telinga.
“Hallo.. siapa ini?”
Suara ini sangat aku rindukan. Ketakutan ini tak mampu kutahan lagi. Air mataku pun sudah bercucuran, dengan suara bergetar dan sepelan mungkin aku berbicara pada Kyo.
“T-Tolong aku, Kyo,” bisikku lirih disertai isak tangis.
“Ha-Hanna, ada apa?” tanyanya panik, aku senang dia menyadari kalau ini aku hanya dengan mendengar suaraku.
“Ada dua pria mengikutiku, aku ...”
“HEI, AKU MENEMUKANNYA!!!”
Namun, sebelum menyelesaikan ucapanku, aku dikejutkan dengan teriakan salah seorang pria yang berhasil menemukan tempat persembunyianku. Dia memanggil temannya agar bergegas menghampiri. Ini gawat, jika mereka berdua menghadang jalanku lagi, kali ini aku sangsi bisa meloloskan diri.