Chapter 12 Kyo Dan Mantan Kekasihnya
Firasat burukku terbukti benar ketika Kyo membawaku ke sebuah tempat yang tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya. Dia membawaku ke ruang Club Karate dan memintaku untuk bergabung dengan Club itu. Tentu saja aku tidak ingin melakukannya. Namun mengingat aku sudah berjanji padanya, aku tak memiliki pilihan selain menuruti permintaannya. Aku sama sekali belum pernah masuk Club karate sehingga aku kehilangan kepercayaan diri. Beruntung salah seorang anggota Club ini yang bernama Yoshina Kaori, memberikan semangat padaku dan dengan sabar mengajariku dasar-dasar karate. Sebenarnya ada sesuatu yang mengganjal pikiranku. Aku melihat Kyo mengajak Kaori berbicara berdua saat
aku sedang memperkenalkan diri pada anggota Club karate yang lain. Dan setelahnya sikap Kaori sangat baik padaku. Dia sangat ramah dan selalu menemaniku di Club ini. Aku ingin tahu apa yang dikatakan Kyo padanya hingga sikap gadis itu begitu berubah drastis.
Selain itu, demi bisa memenuhi permintaan Kyo, membuatku harus meminta izin pada bosku di tempat kerja agar setiap hari sabtu aku diizinkan libur bekerja karena aku harus latihan karate. Beruntung Bosku memberikan izin, sempat aku memutuskan tidak akan meneruskan latihan karate meskipun aku telah berjanji pada Kyo seandainya Bosku tidak mengizinkan.
Terhitung sudah dua minggu ini aku terdaftar sebagai anggota Club karate, dan sudah dua kali aku mengikuti latihan setiap hari sabtu.
“Bagaimana latihan karatemu, sudah ada kemajuan?” tanya Kyo yang saat ini sedang melahap bekal makan siangku. Pertanyaannya itu
pun telah membuatku tersadar dari lamunan panjangku.
Aku menggelengkan kepala, “Tidak. Aku belum bisa melakukan satu pun gerakannya dengan benar. Ternyata gerakan karate itu tak semudah yang aku kira,” jawabku sambil mengembuskan napas pelan jika mengingat begitu susah mengikuti gerakan Kaori saat mengajariku dasar-dasar karate
“Haah ... kau ini memang payah,” ejek Kyo di tengah-tengah kesibukannya mengunyah makanan.
“Aku memang tidak berbakat dalam bela diri. Aku belum pernah belajar bela diri apapun sebelumnya. Kenapa kau menyuruhku belajar karate? Padahal aku sudah tidak pernah diganggu lagi di sekolah.”
“Aku tidak mengkhawatirkanmu di sekolah. Aku mengkhawatirkanmu di luar sekolah. Aku tidak bisa selalu ada di sampingmu. Aku tidak ingin kejadian waktu itu menimpamu lagi.”
Aku yakin kejadian yang dia maksud itu kejadian ketika Akemi menyuruh dua orang pria untuk menodaiku. Ternyata hingga detik ini Kyo
masih mengingat kejadian itu.
“Waah, enak sekali makanan ini. Terima kasih ya makanannya,” ucapnya sambil menyerahkan tempat bekal makanan tanpa menyisakkan sedikit
pun makanannya untukku. Tentu saja aku sangat kesal melihatnya, kendati demikian aku tak sampai hati memarahinya karena kulihat tadi Kyo memakannya begitu lahap seolah sudah berhari-hari dia tak memakan apa pun.
“Kenapa kau tidak makan di Cafe sekolah saja?” tanyaku heran. Padahal makanan di cafe sangat mewah dan tentunya lebih lezat dari makanan sederhana yang kubawa ini.
“Aku tidak menyukai makanannya.”
Mendengar perkataannya, aku jadi teringat kejadian ketika di Cafe sekolah beberapa hari yang lalu. Aku ingat dia hanya memakan sedikit makanannya, dan melihat tadi dia memakan habis bekal makananku, rasa kesalku pun melebur entah kemana.
“Kau yang memasaknya?” Tanya Kyo lagi dengan punggung yang kini sedang bersandar pada pohon yang tumbuh dengan kokoh tepat di belakangnya.
Aku menggelengkan kepala, berulang kali. “Bukan. Ibuku yang memasaknya.”
“Pasti kau tidak bisa memasak ya?” ejeknya sambil memasang raut wajah teramat menyebalkan di mataku. Tentu membuat kekesalan kembali kurasakan di dalam hati
“Tentu saja bisa. Hanya saja aku tidak sepandai ibuku.”
“Lain waktu buatkan aku makanan buatanmu ya, aku ingin mencicipinya,” katanya sambil memperlihatkan senyumannya yang menawan
, membuatku yakin saat ini rona merah pasti bermunculan tanpa permisi di wajahku.
Keheningan sempat melanda di antara kami karena baik aku maupun Kyo tak ada lagi yang bersuara. Kyo yang sedang memejamkan mata seolah tengah menikmati semilir angin sejuk yang menerpa kulit wajahnya. Sedangkan aku yang sibuk menatap wajah Kyo yang luar biasa tampan. Seumur hidupku, baru sekarang aku melihat pria setampan dirinya. Dan sungguh wajar jika banyak gadis yang menggilai dirinya. Mungkin salah satunya adalah aku.
Aku menggelengkan kepala dengan cepat untuk menepis pemikiranku yang mulai melantur ini. Dasar bodoh, tentu saja Kyo tak mungkin memiliki perasaan yang sama padaku. Sebisa mungkin aku harus membuang jauh-jauh perasaan suka ini atau aku akan berakhir dengan patah hati. Kyo bersikap baik padaku karena dia tak suka melihat seorang gadis dilukai di depan matanya. Ya, setidaknya itulah yang dia katakan padaku saat itu.
Aku merenung sambil menatap wadah makanan yang sedang kugenggam, saat itulah aku mengingat sesuatu yang sejak
beberapa hari yang lalu ingin kutanyakan tapi selalu lupa. Karena kebetulan saat ini aku mengingatnya maka tanpa ragu kutanyakan padanya.
“Oh, iya Kyo, apa yang kau katakan pada Kaori waktu itu? Ketika kau membawaku ke ruang Club karate,” tanyaku, inilah yang selalu membuatku
penasaran.
Tanpa membuka kedua matanya, Kyo pun menjawab, “Kau tanyakan saja sendiri pada Kaori.”
Aku sama sekali tidak mengerti dengan perasaanku ini. Benarkah aku jatuh cinta pada pria menyebalkan ini? Padahal apa susahnya menjawab pertanyaanku? Kenapa harus aku sendiri yang bertanya pada Kaori? Menyebalkan. Pria di depanku ini benar-benar menyebalkan.
“Hanna," panggilnya, yang detik itu juga membuatku tertegun. Kedua matanya yang sejak tadi terpejam kini kembali terbuka. Wajahnya yang sejak tadi terlihat santai kini berubah serius.
“Hm, kenapa?”
“Untuk beberapa hari ini aku tidak akan datang ke sekolah. Jadi kau harus menjaga dirimu baik-baik karena aku tidak bisa datang meskipun kau meminta bantuanku.”
Aku mengernyit bingung sekaligus terkejut tentu saja mendengar ucapannya ini. “Memangnya kau mau kemana?”
“R-A-H-A-S-I-A,” jawabnya sambil menyeringai.
Aku mendengus kesal, tak diragukan lagi pria ini memang sangat menyebalkan.
***
Dua minggu berlalu semenjak Kyo tidak datang ke sekolah. Entah apa yang sedang dia lakukan sekarang. Mungkinkah dia sedang pergi ke suatu tempat yang jauh untuk mengurus sesuatu yang penting? Entahlah, aku tidak tahu. Bahkan Siky pun tidak memberitahukannya padaku ketika aku bertanya padanya. Dia hanya menyuruhku menanyakannya langsung pada Kyo jika pria itu kembali nanti. Tak dapat dipungkiri, aku sangat merindukannya Aku sudah terbiasa menghabiskan waktu di sekolah bersamanya.
Tanpa kusadari keberadaan Kyo memang sangat berpengaruh pada suasana hatiku di sekolah. Dan hal ini sungguh mengesalkan padahal Kyo bukan seseorang yang seharusnya sangat berpengaruh untukku. Dia bukan kekasihku. Dia ... hanya sebatas teman yang begitu baik. Ya, hubungan kami bukankah hanya sebatas teman biasa?
“Apa kau baik-baik saja, Hanna? Dari tadi aku perhatikan kau melamun terus.”
Pikiranku segera kembali terfokus pada orang yang saat ini sedang berbicara denganku. Orang itu adalah Kaori.
Sebenarnya saat ini aku sedang berada di ruang Club Karate. Kami baru saja selesai berlatih dan sedang bersiap-siap untuk pulang.
“Apa kau sedang memikirkan Kyo?” tanyanya sambil tersenyum dengan ramah padaku.
Kaori merupakan sosok gadis yang sangat cantik dan ramah. Selain itu, dia pandai bela diri, sosok wanita yang sangat sempurna di mataku.
Aku menggeleng tegas, tak mungkin juga aku mengakui yang sebenarnya di depan Kaori. "Tentu saja tidak,” jawabku singkat dan jelas bohong karena sejak tadi aku memang sedang memikirkan Kyo.
“Benarkah?” tanyanya kembali seakan-akan dia mampu membaca kebohonganku.
Menatap wajah Kaori, aku jadi teringat kejadian hari itu ketika Kyo mengajaknya berbicara berdua. Rasa penasaranku yang sudah
mencapai batasnya ini rasanya sudah tak tertahankan lagi. Lagi pula bukankah Kyo sendiri yang menyuruhku bertanya langsung pada Kaori? Jadi itulah yang sedang coba kulakukan sekarang, menuruti perkataan Kyo.
“Hm, Kaori, saat itu aku melihat Kyo mengajakmu bicara berdua. Boleh aku tahu apa yang dia katakan padamu?” tanyaku gugup, aku sampai menundukan kepala karena tak berani menatap wajahnya.
“Kejadian kapan yang kau maksud ini, Hanna?”
Aku kembali mendongak untuk menatap wajah Kaori yang terlihat memang sedang kebingungan. “Itu, di hari pertama aku mendaftar sebagai anggota club karate. Saat Kyo mengantarku ke sini untuk mendaftar. Bukankah dia bicara berdua denganmu ketika aku mengenalkan diri pada anggota yang lain?”
Kaori tiba-tiba terkekeh pelan. “Kenapa? Kau cemburu, Hanna?”
Pertanyaannya ini membuatku semakin gugup dan salah tingkah.
“T-Tentu saja ti-tidak. Kenapa aku harus cemburu?”
Kaori tersenyum mendengar jawabanku yang terbata-bata, membuatku semakin malu dan kembali kutundukan kepala. Apa terlihat sejelas itu sehingga Kaori sampai berpikir demikian?
“Kau tenang saja. Dia tidak mengatakan apa pun. Dia hanya menitipkanmu padaku.”
Tak dapat dipungkiri aku merasa lega setelah mendengar jawabannya. Namun di saat bersamaan pemikiran lain
pun terlintas di kepalaku.
“Dia menitipkanku padamu? Sepertinya hubungan kalian cukup dekat ya?”
“Kau yakin ingin mengetahui hubungan kami?”
Mendengar pertanyaan ini, tentu saja membuatku semakin penasaran dengan hubungan mereka berdua. Aku sangat takut jawabannya yang kudengar nanti akan menyakiti hatiku. Tapi sudah kuputuskan ingin mengetahuinya karena itu aku menganggukkan kepala untuk menanggapi pertanyaannya.
“Aku dan Kyo pernah berpacaran ketika kami masih junior high school. Dulu aku pernah tinggal di Tokyo juga seperti Kyo. Kau juga tahu kan kalau Kyo itu baru beberapa bulan pindah ke Hokkaido?”
Hal yang kutakutkan benar-benar terjadi. Ternyata mereka memang memiliki hubungan yang sangat spesial. Tiba-tiba aku merasakan dadaku sangat sesak.
Aku mengangguk kecil karena aku memang tahu Kyo baru beberapa bulan pindah ke Hokkaido. Pria itu awalnya memang menetap di Tokyo.
“Apa sekarang kalian masih berpacaran?” Kembali kutanyakan sesuatu yang menyakitkan itu setelah dengan susah payah kukendalikan rasa sakit di dalam hati.
Apa-apaan ini? Kenapa hatiku bisa sesakit ini hanya dengan mendengar Kyo dan Kaori pernah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih? Apakah ini bukti lain aku memang jatuh cinta pada Kyo? Tidak, ini tidak boleh sampai terjadi. Bagaimana caranya agar perasaan ini hilang? Kyo dan aku ... kami hanya berteman. Tidak lebih dari itu. Dan tidak seharusnya aku merasa cemburu saat mendengar dia memiliki kekasih. Terlebih itu Kyo, pria populer sepertinya mustahil tidak memiliki kekasih.
“Tidak. Kami sudah lama putus. Lagipula kami hanya sebentar saja berpacaran.”
Wajahku yang sejak tadi tertunduk dalam, seketika mendongak begitu mendengar jawaban Kaori yang entah kenapa dalam sekejap mata membuat rasa sakit dalam hatiku menguap begitu saja. Aku merasa lega bukan main mengetahui mereka bukan lagi pasangan kekasih.
“Tapi hubungan kalian terlihat baik-baik saja. Padahal biasanya pasangan kekasih yang telah putus, hubungan mereka akan menjadi buruk.”
Itulah yang kusadari setelah melihat teman-temanku memiliki hubungan yang buruk dengan mantan kekasih mereka setelah hubungan mereka berakhir. Bukan berarti aku pernah mengalaminya karena aku belum pernah sekalipun berpacaran sebelumnya.
Kaori menggeleng, menegaskan dia tak setuju dengan ucapanku.
“Tidak semua pasangan yang telah putus akan memiliki hubungan yang buruk setelahnya. Lagi pula, Kyo itu pria yang sangat baik dan sopan. Dia tidak pernah bersikap kasar atau kurang ajar pada kekasihnya. Jadi aku yakin mantan-mantannya yang lain pun memiliki hubungan yang baik dengannya sama sepertiku.”
“Mantan-mantannya,” gumamku mengulangi perkataan Kaori.
“Ya, mantan-mantannya. Tentu saja Kyo memiliki banyak mantan kekasih.”
Aku hanya terdiam mendengarnya. Aku tidak terkejut mengetahui pria setampan Kyo yang merupakan idola hampir semua siswi di sekolahku ini, memiliki banyak mantan kekasih. Tapi entah mengapa meskipun sudah dapat kuperkirakan hal itu, aku tetap merasa sakit hati setelah mendengarnya langsung dari mulut Kaori.
“Sepertinya kau tidak tahu apa-apa tentang Kyo?”
Aku mengangguk, tak membantah karena faktanya memang masih banyak yang tak kuketahui tentang Kyo yang bagiku penuh dengan misteri.
“I-Iya, begitulah. Aku tidak menyangka dia seorang playboy,” balasku ketus. Rasanya aku tidak sanggup menyembunyikan kekecewaanku ini di depan Kaori.
“Dia bukan pria playboy. Kyo itu pria yang sangat baik. Sejak dulu dia tidak pernah tega menolak wanita yang menyatakan cinta padanya. Itulah sebabnya dia memiliki banyak mantan kekasih. Rasanya sangat bahagia ketika menjadi kekasihnya. Dia tidak pernah memanfaatkan status kami yang merupakan kekasihnya. Dia selalu bersikap sopan pada kami. Selain itu dia juga pria yang sangat setia.”
Satu alisku pasti sedang terangkat naik sekarang karena sungguh aku meragukan ucapan Kaori. “Setia? Bagaimana mungkin pria yang dengan mudahnya menerima pernyataan cinta setiap wanita padanya, kau sebut dia setia?”
“Dia selalu memutuskan hubungan dengan pacar lamanya begitu dia menerima pernyataan cinta wanita lain. Bukankah itu lebih baik daripada dia berselingkuh di belakang kami?”
Aku hanya terdiam, aku merasa perkataan Kaori ada benarnya.
“Selain itu, kami yang menyatakan cinta padanya jadi kami sama sekali tidak sakit hati ketika dia tiba-tiba meminta putus. Aku juga begitu, dulu akulah yang menyatakan cinta padanya dan dia berbaik hati bersedia menjadi pacarku.”
Aku masih terdiam, rasanya cukup sulit mempercayai cerita Kaori. Tapi berkat ceritanya ini setidaknya aku mengetahui sesuatu yang tak kuketahui tentang Kyo.
“Menurutmu, Kaori, apa sekarang Kyo memiliki kekasih?” tanyaku, penasaran ingin mendengar pendapatnya yang seharusnya lebih mengenal sosok Kyo dibanding aku karena Kyo merupakan mantan kekasihnya
“Aku rasa dia memilikinya. Rasanya mustahil seorang Kyo tidak memiliki kekasih karena kau pun pasti tahu banyak wanita yang mengincarnya.”
“Lalu apa kau masih mencintainya,Kaori?”
Kaori tersentak untuk beberapa saat, mungkin terkejut karena mendengar pertanyaanku yang tiba-tiba dan terkesan lancang ini. Aku sendiri heran kenapa bisa bertanya demikian karena sungguh pertanyaan itu meluncur dengan sendirinya tanpa bisa kutahan.
Kaori tersenyum tipis alih-alih terlihat tersinggung mendengar pertanyaanku tadi.
“Bohong jika aku mengatakan sudah tidak mencintainya. Dia itu cinta pertamaku. Tapi aku tetap merasa senang meskipun kami hanya berteman sekarang.”
Aku pun terdiam seribu bahasa. Kenyataan tentang Kyo yang baru saja kuketahui ini membuatku sangat terkejut dan semakin menyadari
bahwa masih banyak hal yang tidak kuketahui tentangnya.