Chapter 14 Cinta Bertepuk Sebelah Tangan Part 2
“B-Begini, Kyo, aku dengar dari Kaori, katanya kau sering bergonta ganti pacar ya? Apa itu benar?”
“Haah? Kaori menceritakan itu padamu?” tanyanya, terdengar terkejut.
“Ya. Aku menanyakannya karena aku pikir perbuatanmu itu buruk sekali. Bagaimana mungkin kau tega mempermainkan mereka begitu? Aku tidak menyangka kau itu seorang playboy.”
Suara dengusan Kyo terdengar kencang di telingaku. “Playboy? Enak saja kau menyebutku playboy. Aku tidak pernah mendekati mereka, merekalah yang menyatakan cinta padaku.”
Di sini aku memutar bola mata, “Kenapa kau menerimanya?”
“Aku tidak tega menolak mereka. Kenapa memangnya? Tidak boleh?”
Aku menggeram dalam hati, entah kenapa hatiku kesal sekali mendengar jawabannya yang terkesan terlalu santai dan enteng itu seolah baginya bergonta-ganti pasangan sama sekali bukan perbuatan yang buruk.
“Tentu saja tidak boleh. Lagi pula seharusnya kau berpacaran dengan wanita yang kau sukai, bukannya dengan setiap wanita yang menyatakan cinta padamu. Bukankah itu artinya sama saja kau mempermainkan mereka? Kau hanya kasihan pada mereka, kan?”
Kyo hanya terdiam, aku bahkan tidak mendengar suaranya sedikit pun. Mungkinkah dia marah padaku karena beraninya aku mengatakan ini padanya?
“Hei, Kyo ... maaf. Apa kau marah?” tanyaku pelan dan berusaha terdengar seramah mungkin.
“Mungkin selama ini aku belum menemukan wanita yang kusukai,” jawabnya, sungguh berhasil membuatku tersentak.
“K-Kau belum pernah jatuh cinta pada seseorang?”
Aku terbawa suasana sehingga pertanyaanku mulai sangat berani padanya. Padahal jika dipikir-pikir pertanyaanku terlalu berlebihan karena ini menyangkut privasinya. Aku sadar sudah melewati batas wajar karena mengingat hubungan kami yang hanya sebatas teman biasa, tapi aku sudah berani menanyakan kehidupan pribadinya. Bahkan kata teman pun belum pernah terlontar dari mulutnya maupun mulutku. Aku ingat yang dia katakan hanya ingin menjadi pelindungku, bukan temanku.
“Hei, apa kita benar-benar harus membahas masalah seperti ini? Kau ini kenapa tiba-tiba menanyakan tentang mantan-mantan kekasihku?”
Sudah kuduga pertanyaanku ini memang membuatnya tidak nyaman. Aku menghela napas panjang, meski penasaran dengan jawabannya atas pertanyaanku tadi, aku memutuskan untuk menghentikan pembahasan ini.
“Jika kau tidak mau menjawabnya, ya sudah. Kita tidak perlu membahasnya lagi. Lagi pula, aku hanya penasaran saja karena Kaori tiba-tiba menceritakan tentang masa lalu kalian.”
“Oh, kau sudah tahu dulu kami sepasang kekasih?”
tanya Kyo, tak terdengar terkejut mendengar Kaori menceritakan tentang masa lalu mereka padaku.
“Iya, aku sudah mengetahuinya. Pantas saja kalian terlihat dekat.”
“Aku dan Kaori pernah menjalani masa-masa menyenangkan berdua. Jadi ya, aku tidak ingin memiliki hubungan buruk dengannya walau kisah kami sudah berakhir.”
“Aku dengar kau yang memutuskan hubungan kalian?”
“Ya, begitulah,” jawabnya tak membantah sedikit pun.
“Kenapa kau meminta putus?”
Lagi, tanpa sadar aku terlalu berlebihan mengorek informasi tentang kehidupan pribadinya. Aku menggigit bibir, merutuki kebodohanku yang terlalu penasaran jika sudah berhubungan dengan Kyo. Aku jadi khawatir, lambat laun perasaanku ini akan disadari olehnya.
“Karena ada gadis lain yang menyatakan cinta padaku. Aku tidak ingin mengkhianati Kaori karena itu aku memutuskan hubungan kami sebelum aku resmi berpacaran dengan gadis itu.”
Aku menggelengkan kepala, benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Kyo. “Kau memang aneh ya. Mana ada pria yang menerima dan berpacaran dengan semua wanita yang menyatakan cinta padanya.”
“Buktinya ada, kan? Kau bahkan mengenalnya sekarang. Pria brengsek itu aku,” katanya sambil terkekeh.
“Kau harus lebih tegas, Kyo. Kau harus menjalin hubungan serius dengan satu wanita. Jangan berganti-ganti pasangan seperti itu karena kesannya kau ini pria playboy tidak tahu diri yang senang mempermainkan perasaan wanita.”
“Wah, aku sedang diceramahi.”
Aku membekap mulut. Nah, entah untuk keberapa kalinya aku terlalu terbawa suasana karena sebal mendengar kelakuannya yang melenceng menurutku.
“Untuk menjawab pertanyaanmu tadi. Tentu aku akan berhenti berpacaran dengan sembarang wanita jika aku sudah menemukan seseorang yang berhasil membuatku jatuh cinta. Karena saat ini aku belum menemukannya, jadi ya, aku akan menjalani hidup seperti ini karena aku menikmatinya.”
Tanpa sadar aku mengepalkan tangan di sini, jawaban Kyo ini bagiku merupakan penegasan bahwa cintaku padanya memang bertepuk sebelah tangan. Hanya aku yang jatuh cinta padanya sedangkan dia ... entahlah, aku tak tahu sebenarnya dia menganggapku apa.
“Ada lagi yang ingin kau tanyakan, Hanna?” tanyanya, pikiranku yang sempat melanglang buana pun kini telah kembali pada realita yang menyakitkan ini.
“Kapan kau kembali ke sekolah?” Meski hatiku sakit seolah ada belati tak kasat mata yang menancap di sana, aku berusaha bersikap senormal mungkin.
“Hm, mungkin besok. Aku usahakan besok.”
Aku mengangguk, karena rasanya aku ingin sekali menangis sekarang jadi kuputuskan untuk mengakhiri pembicaraan ini.
“Baguslah. Sampai bertemu besok di sekolah, Kyo.”
“Tapi aku tidak janji datang ke sekolah besok. Kita lihat saja nanti ya.”
“OK,” sahutku. “Kyo, sudah malam. Aku sudah mengantuk. Aku tutup dulu ya.”
“Ya. Semoga mimpi indah, Hanna.”
“Aku rindu ...”
Gerakan tanganku yang hendak menekan tombol untuk memutuskan sambungan telepon pun terhenti begitu samar-samar mendengar ucapannya. Hei, barusan aku tidak salah mendengar, kan?
“Rindu? Kau rindu pada siapa?” tanyaku, memastikan indera pendengaranku masih berfungsi dengan baik.
“Rindu pada masakan ibumu yang lezat itu. Dan lagi aku menagih janjimu, bawakan aku makanan buatanmu sendiri. Jangan lupa.”
Sudah cukup, aku pun memutus sambungan telepon karena tak ingin terlalu banyak berharap lagi karena salah mengartikan ucapan Kyo. Aku pun membenamkan wajah pada bantal untuk meredam suara isak tangisku yang mulai keluar. Jadi seperti ini ya rasanya cintaku kandas sebelum dimulai? Ternyata mengetahui pria yang kucintai tidak memiliki perasaan yang sama denganku itu sesakit ini.