Bab 9 Kesempatan Itu Diberikan ke Gia
Keesokan harinya, Desica bangun pagi dan sarapan, lalu pergi ke kampus. Bangunan kampus di sini masih terbilang kuno, tapi banyak yang sudah direnovasi. Di gerbang kampus ada plakat emas bertuliskan Universitas Kota Jatana. Desica datang pagi, hanya ada beberapa mahasiswa yang terlihat di sana. Beberapa gadis terlihat memakai penyuara telinga untuk mendengarkan musik yang mereka taruh di kantong, membuat mereka terlihat modis. Usai membaca buku sejenak di kelas, Gia terlihat datang menghampirinya. Desica meletakkan buku di tangannya dan berdiri untuk menyapa.
"Desica, apa kamu sudah baikan? Sebenarnya aku mau mengunjungimu, tapi tidak jadi karena harus pindahan rumah. Jangan marah, ya." Gia senang sekali melihat Desica lagi. Dia meraih tangan gadis itu dengan perasaan bersalah. Gia memiliki wajah bulat, tubuh tinggi, dan kulit putih. Membuat gadis itu terlihat cantik.
"Tidak apa. Ayo, ikut aku ke ruangan Pak Yanto." Desica harus segera menyerahkan kesempatan berpidato itu sebelum Johan lebih dulu bertindak.
Desica tahu kalau Gia sangat suka bahasa Inggris, dan memang ingin sekali mendaftar untuk ikut lomba pidato. Tapi sayangnya sudah terlambat, jadi tidak bisa mendapatkan kesempatan itu. Membuat Gia sedih cukup lama.
"Ayo. Kamu juga baru masuk, sudah sepantasnya menyapa Pak Yanto." Gia mengikuti Desica ke ruang dosen dan mengetuk pintu dengan sopan. Begitu orang di dalam ruangan menyahut, mereka pun membuka pintu dan berjalan masuk. Pak Yanto yang sedang menyiapkan bahan ajar terlihat membetulkan letak kacamatanya, menatap ke arah dua orang yang masuk. Dia lalu meletakkan buku di tangannya, menunggu mereka bicara.
"Pak Yanto, saya mau menyerahkan kesempatan saya di lomba pidato bahasa Inggris ke Gia." kata Desica.
Pak Yanto kaget, "Desica, kalau sudah diberikan ke Gia, nanti tidak bisa dioper lagi."
Bahkan Gia juga kaget. Desica sama sekali tidak membahas hal ini sebelumnya. Ini benar-benar mendadak!
"Desica, ini kesempatan yang sudah lama kamu perjuangkan. Kenapa malah memberikannya padaku? Cepat bilang ke Pak Yanto kalau kamu hanya bercanda."
Gia benar-benar kaget sampai tangannya yang memegang tangan Desica gemetar dan berkeringat dingin. Meskipun dia memang sangat suka bahasa Inggris, tapi bukan berarti dia mau merebut kesempatang orang lain. Desica bekerja keras demi kesempatan tersebut. Orang lain mungkin tidak tahu, tapi sebagai sahabatnya, Gia tentu tahu jelas.
Desica mengangguk yakin dan berkata pada Pak Yanto, "Keputusan saya sudah bulat, Pak. Saya ingin memberikan kesempatan di lomba pidato itu untuk Gia."
Daripada memberikan kesempatan itu pada Bianca, lebih baik dia memberikannya pada Gia. Di kehidupannya yang dulu, Bianca merebut kesempatannya untuk ikut lomba, dan memenangkan hadiah sekitar 16 juta rupiah. Bahkan sampai ikut pertukaran pelajar. Luar biasa! Kali ini dia tidak akan membiarkan Bianca mendapatkan kesempatan itu. Meski tahu resiko dari perbuatannya, tapi Desica tidak takut sama sekali.
Gia sudah belajar giat dan menunggu-nunggu kesempatan ini. Karena itulah Desica lebih memilih untuk memberikan kesempatan tersebut padanya daripada Bianca. Apalagi Keluarga Tanburi adalah keluarga berpengaruh. Meskipun Keluarga Subito juga berpengaruh, tapi mereka tetap tidak dapat mengalahkan keluarga Tanburi.
Gia terbelalak lalu menarik tangan Desica, kemudian berbisik, "Desica, kamu kenapa? Kenapa kamu tiba-tiba menyerahkan kesempatan ini padaku?"
Desica balas berbisik, "Tidak apa-apa. Aku hanya baru tersadar kalau aku tidak mau lagi jadi pembantu."
Karena menjadi pembantu pun, Desica tetap tidak dapat apa-apa. Pak Yanto lalu bertanya, "Ada lagi yang mau kalian bicarakan?"
"Ada satu hal lagi yang perlu bantuan Pak Yanto. Saya mau pindah ke jurusan kedokteran."
Pak Yanto memandangnya dalam-dalam usai mendengar perkataan barusan, "Pindah ke jurusan kedokteran? Kamu pikir bisa masuk begitu saja?"
Dulu ada beberapa orang yang juga mau pindah ke jurusan kedokteran, tapi gagal ujian dan disarankan untuk keluar. Ada juga yang akhirnya sadar kalau tidak mampu dan memilih kembali ke jurusan asalnya. Karena ada jeda yang terlalu lama, mahasiswa jadi tidak bisa mengejar ketinggalan. Akibatnya tidak bisa lulus dengan mudah.
Apa para mahasiswa ini pikir kuliah ini seperti hobi yang bisa dilakukan setiap mereka ingin saja? Para mahasiswa ini penuh dengan semangat, tapi tetap harus menanggung konsekuensi dari pilihan mereka. Beberapa orang memang akhirnya bisa lulus dari jurusan kedokteran dan menjadi dokter di rumah sakit ternama. Tapi itu jarang terjadi.
Desica menatap Pak Yanto dengan yakin, "Pak, saya yakin bisa lulus ujian kalau Bapak mau memberikan kesempatan."
Desica yakin akan pengetahuannya di bidang medis. Apalagi dia sudah belajar ilmu medis dengan giat dari neneknya selama bertahun-tahun. Tapi saat ini dia butuh sertifikat agar bisa praktik merawat pasien. Jadi dia perlu kuliah di jurusan kedokteran demi mendapatkan sertifikat itu.
Gia yang masih kaget karena Desica memberikan kesempatan lomba pidato bahasa Inggris pun, lagi-lagi dibuat terkejut. Sekarang Desica tiba-tiba minta pindah ke jurusan kedokteran. Gia pikir, Desica melakukannya karena terpengaruh setelah masuk rumah sakit.
Pak Yanto menghela napas sambil membetulkan letak kacamatanya. Kemudian menasihati Desica. "Desica, kamu harus membicarakan hal ini dengan orang tuamu dulu. Apalagi biaya kuliah tidak murah. Sayang sekali kalau hasilnya malah tidak sesuai harapan. Orang tuamu akan sedih nanti."