Bab 11 Orang yang Bisa Mengekspresikan Diri akan Mendapat Apa yang Diinginkannya
Amarah Desica kali ini lepas begitu saja tanpa ditahan lagi. Desica bukan orang baik, jadi sama sekali tidak berniat untuk menjaga citra Bianca di depan umum.
Gia sampai terkejut saat mendengar itu, Desica bukan orang yang suka mengeluh, memang sungguh keterlaluan membiarkan Desica tinggal di kamar seperti itu dalam rumah Keluarga Sumarko.
Ucapan itu serasa menampar wajah Bianca dengan keras, jadi pandangan orang-orang terhadap Bianca jelas berubah begitu Desica selesai berbicara.
Wajah Bianca merasakan rasa sakit yang membakar, siapa sangka Desica akan membeberkan semuanya di depan umum.
Bahkan Desica tidak memanggil Bianca seperti biasa lagi, melainkan dengan sebutan 'Nona besar Keluarga Sumarko', yang tentu saja terkesan ingin menjauhkan diri dari Keluarga Sumarko.
"Desica, jadi kamu menyalahkan orang tua kita karena memperlakukanmu dengan buruk? Tak mudah bagi orang tua kita untuk mencari nafkah di luar sana, kita ini harus pengertian dan jangan serakah. Kalau kamu memang tak puas, aku bersedia tukar kamar denganmu."
Bianca membujuk Desica dengan sikap seorang Kakak, nada suaranya juga terkesan mudah untuk diajak bicara sekaligus sulit untuk ditolak.
Sungguh ekspresi diri dengan sikap yang sangat pengertian sekali, Desica bahkan serasa ingin meneteskan air mata.
Inilah wajah munafik yang telah menipunya hingga menahan diri selama ini.
Desica mengangkat sudut mulut dengan sinis sebelum berbicara, "Oke … kalau begitu pindah sekarang juga, jangan cuman basa-basi tanpa aksi, nanti jangan mengeluh ke saudara yang lain sampai menuduhku merebut kamarmu."
Ekspresi Bianca langsung berubah drastis hingga memandang Desica dengan linglung.
Matanya terlihat hampir ingin menangis, seolah tidak percaya Desica akan mengatakan hal seperti itu.
"Desica, kamu … baiklah, aku setuju untuk tukar, selama kamu bersedia pulang," ujar Bianca dengan sedih.
Teman baik Bianca yang ada di samping sudah tidak tahan, dan membela dengan marah, "Desica, ini sudah keterlaluan. Baru kali ini aku melihat orang yang sepercaya diri itu dalam merebut kamar orang lain! Sungguh kejam sekali!"
Orang yang bisa mengekspresikan diri akan mendapat apa yang diinginkannya, Desica sudah tahu akan trik seperti itu sejak lama.
Ini sungguh menjengkelkan.
Desica berbicara tanpa basa-basi, "Manusia tak akan mengerti satu sama lain kalau tak mengalami penderitaan yang sama, aku mampu tinggal di ruangan itu selama ini, jadi kenapa Bianca tidak bisa? Mengaku saja Bianca itu terlahir berjiwa bangsawan dan harus tinggal di kamar putri istana."
Wajah Bianca langsung memucat, lalu buru-buru menyangkal, "Itu karena kondisi tubuhku kurang sehat, jadi orang tua kita sedikit lebih memperhatikanku …."
"Cukup! Tak perlu basa-basi panjang lebar kalau tak mau tukar kamar."
Desica tidak memberi kesempatan pada Bianca untuk ragu, dia langsung terus terang sebelum menarik pergi Gia.
Bianca melirik dengan mata yang memerah, dan tampak kasihan.
Tampangnya saat ini terlihat sangat menarik simpati orang-orang.
Dengarlah betapa pengertiannya ucapan Bianca barusan, seolah semua yang didapatkannya bukan sesuatu yang dia perjuangkan atau hasil rebutan, melainkan diberikan secara ikhlas oleh orang tuanya sendiri, jadi masalah ini bukan salahnya.
Jadi kalau Desica masih memaksa, maka secara keseluruhan akan terkesan seperti Desica sedang menindas seorang pasien yang sakit.
Gia sangking marahnya sampai menggentakkan kaki dengan kesal, dia adalah satu-satunya putri ayahnya, tapi justru sepupu-sepupu di keluarganya yang lebih mendapat perhatian ayahnya.
Ternyata memang ada orang yang tidak terlalu peduli dengan putri kandung sendiri, dan justru memperlakukan putri angkat seperti harta. Dia sudah belajar banyak hari ini.
Gia menolak untuk pergi, dia langsung menaikkan lengan baju serta bersiap untuk memukul, "Dasar munafik! Apanya yang kamarmu? Desica itu anak kandung, sungguh tak tahu diri sampai merebut barang milik Desica! Menyesal aku menjaga citramu …."
Bianca mengerutkan kening seolah ketakutan, lalu wajahnya memucat, dan tubuhnya jatuh ke lantai.
"Bianca, kamu kenapa?"
"Cepat bangun, Bianca! Cepat panggil ambulan!"
Teriak teman Bianca, kemudian disusul dengan kerumunan orang yang mendekat di sekeliling.
Untuk beberapa saat, orang-orang mulai kesal dengan Desica dan Gia.
Mata Gia terbelalak tak percaya, dia belum melakukan apa pun, bahkan jarak dia cukup jauh dengan Bianca.
Bianca sungguh pintar bersandiwara! Tidak heran Keluarga Sumarko sampai tertipu.
Trik yang sama lagi. Desica menjadi kesal, lalu menelepon dengan nada dingin, "Halo, ada orang yang pingsan di sini, dia bisa mati kalau kalian sampai terlambat, alamat kami …"
Setelah berbicara, Desica mengabaikan ekspresi kaget semua orang dan pergi bersama Gia.
Dia benar-benar membiarkan Bianca yang berpura-pura pingsan!
Dulu juga seperti ini.
Desica yang tidak melakukan apa-apa pasti akan disalahpahami sudah menindas Bianca oleh orang-orang.
Bianca bagaikan angsa putih yang lemah lembut, sedangkan dia sendiri hanya serangga kotor yang ganas.
Begitu ditarik kembali ke kelas oleh Desica, Gia tampak cemberut dengan tangan yang mengepal kuat karena marah.
"Desica, sekarang aku mengakui kehebatan kakakmu itu, dengan wajah polos dan trik murahan seperti itu, dia sungguh tak tahu malu dan tak terkalahkan."
Gia adalah satu-satunya anak perempuan serta anak bungsu di keluarganya. Dia punya banyak sekali sepupu, tapi di mana-mana selalu Kakak yang seharusnya mengalah dan melindungi Adik perempuan.
Namun, perbuatan Bianca telah menghancurkan pemikiran Gia secara total.
Memang akan sulit dipercaya jika tidak dilihat secara langsung dengan mata kepala sendiri.
Sudut mulut Desica terangkat sebelum berbicara, "Jangan dibahas lagi hal yang tak menyenangkan. Lagian manusia dan anjing itu sangat berbeda, 'kan?"
Desica sungguh tak berniat memikirkan masalah itu lagi, dan hanya ingin menenangkan diri terlebih dahulu.
Desica yang mengatakan itu membuat Gia tertawa terbahak-bahak, tapi reaksi selanjutnya justru sangat ragu-ragu dengan penuh pertanyaan, "Desica, kamu tak sedih dengan keluargamu yang pilih kasih?"
Desica sedikit terpengaruh dengan pertanyaan itu, lalu tersenyum lembut, "Sekarang sudah tak merasa sedih lagi."