Bab 4 Kenapa Kau Bisa Jadi Jelek Begini?
Mahesa pergi setelah mereka sampai di sekolah.
Elisa melihat papan emas berkilauan yang bertuliskan, 'SMA Tunas Negeri' Rasanya seperti sedang bernostalgia. Sudah lama aku tidak sekolah pikirnya. Setelah melapor, dia mengikuti guru menuju kelasnya.
Begitu dia masuk, seluruh kelas bergejolak.
“Jadi ini tunangan keluarga Gunawan. Bukankah dia terlalu mengerikan? Bagaimana dia bisa layak bagi kelima Gunawan bersaudara?”
Astaga! Cara dia berpakaian sangat tidak keren — seperti orang kampungan.”
“Jika dia dari pedesaan, dia pasti bodoh dalam belajar. Kenapa dia ditempatkan di kelas kita?”
......
Melihat semua orang membicarakannya, Elisa segera sadar bahwa dia sudah menjadi terkenal. Dia mendecakkan lidahnya saat dalam benaknya terlintas siapa dalang di balik semua ini. Dani sangat kekanak-kanakan, pikirnya.
Meski tidak ada seorang pun di kelas yang mau mempersilakan Elisa duduk di sebelahnya, tetapi dia tidak keberatan. Dia malah duduk sendirian di pojok.
Saat waktunya istirahat, Elisa pergi ke toilet wanita lalu langkahnya dihalangi oleh beberapa siswi. Beberapa orang rambutnya dicat, ada juga yang memakai riasan tebal. Singkatnya, mereka sepertinya anak nakal.
Dengan sikap berkuasa Lidia Hakim mengancam, “Kamu pasti Elisa Hartono. Aku peringatkan kau. Sadar diri dan segera keluar dari kediaman Gunawan juga pergilah dari Atasia.”
Bibir Elisa berkedut. Sepertinya aku benar-benar tidak disukai oleh penduduk Atasia. Tapi aku di sini juga bukan karena keinginanku, pikirnya.
"Apakah kamu dengar apa yang dikatakan Lidia, gadis jelek?"
Elisa sadar dan menjawab dengan tenang, “Ya, benar. Tapi aku tidak akan pergi. Aku akan tinggal di sini apa pun yang terjadi."
......
Sementara itu, Dani sedang tidur di mejanya di kelas 12A. Dia baru saja bangun dari tidur siangnya ketika mendengar beberapa teman perempuan sekelasnya mengobrol di depannya.
“Aku dengar Lidia dari kelas 12F memberi pelajaran pada Elisa. Ck, ck, dia sudah tamat.”
"Sepertinya dia akan dihajar..."
Dani mengangkat kepalanya sedikit. Dialah yang menyebarkan isu itu, tetapi dia hanya bertujuan agar Elisa mengalami kesulitan di sekolah. Dia tidak ingin mencelakakannya, Jafar pasti akan membunuhnya jika itu terjadi.
Dengan memikirkan hal itu, dia berlari keluar kelas.
Sementara itu, situasi di toilet wanita benar-benar kacau. Keempat gadis nakal yang berniat memberi pelajaran kepada Elisa dihajar habis-habisan, terutama Lidia yang tampak menyedihkan dengan kepala tertunduk di wastafel.
“Aku, Elisa Hartono, sangat tidak suka diancam. Jangan pernah menggangguku lagi! Mengerti?"
“Ya, kami mengerti! Kami yang salah! Kami minta maaf!"
Elisa mengelap tangannya dan bermaksud untuk pergi ketika dia melihat Dani berdiri di belakangnya dengan ekspresi heran."
"Kau..."
Akhir-akhir ini di sekolah, Dani tahu bahwa Lidia telah belajar seni bela diri. Namun, dia dan tiga temannya berakhir seperti ini setelah mengeroyok Elisa… Tiba-tiba dia merasa bahwa Elisa mungkin bukan orang yang bisa diremehkan.
“Aku melatih diriku dengan cara menebang pohon dan mendaki gunung di desa. Mereka sama sekali tidak bisa berkelahi.”
Dani paham setelah mendengarkan penjelasan Elisa. Jadi begitu, pikirnya. Tiba-tiba dia sadar bahwa dia mengikuti Elisa keluar dari toilet.
"Omong-omong, sedang apa kau di toilet wanita?" Elisa menatap Dani dengan tatapan aneh.
Wajah Dani langsung memerah karena malu. "Itu bukan urusanmu! Suka-suka aku mau ke mana,” jawabnya sebelum mempercepat langkah menuju ruang kelasnya.
Elisa tidak bisa berkata-kata. Setelah dia kembali ke kelasnya, ponselnya berbunyi di atas meja. Ada sebuah pesan teks yang isinya, 'Tolong aku, Bos!'
'?' balas Elisa. Tidak ada gunanya menelepon saat ini, pikirnya.
'Dani Gunawan dari keluarga Gunawan —musuh bebuyutanku—menantangku untuk balapan di Sirkuit Garuda Jaya malam ini. Tolong bantu aku.'
"Tidak, aku tidak mau." Elisa tiduran di mejanya, tampak sama sekali tidak tertarik.
Apakah Dani tidak mengganggumu di kediaman Gunawan? Lagi pula, dia sangat menyebalkan. Tolong bantu aku. Aku akan membayar 70 miliar padamu setelah kamu memenangkan perlombaan.'
Dia terus mendesak Elisa untuk membantunya, jadi Elisa merenung sejenak. Dani memang cukup menyebalkan. Tujuh puluh miliar tidak banyak, tapi cukup lumayan, pikirnya. Karena itu, dia tanpa semangat membalas, 'Baiklah. Aku di SMA Tunas Negeri. Datanglah menjemputku sepulang sekolah sore ini.' Setelah berpikir sejenak, dia mengirimi Mahesa pesan teks agar tidak perlu menjemputnya sepulang sekolah karena dia punya urusan dan akan pulang terlambat. Mereka telah bertukar nomor telepon WhatsApp pagi ini agar dapat berkomunikasi dengan nyaman saat Mahesa hendak menjemputnya di sore hari.
Setelah menerima pesan teks Elisa, Mahesa hanya menjawab 'Oke' tanpa banyak bertanya. Lagipula, dia sama sekali tidak tertarik pada Elisa.
......
Sirkuit Garuda Jaya adalah arena balap terkenal di Atasia. Orang-orang yang berkumpul di sana adalah orang kaya yang modis dan keturunan kelas atas.
Ketika bubar sekolah, Elisa masuk ke mobil Lamborghini. Pria di kursi pengemudinya kira-kira seumuran dengan Dani.
Juni Kurniawan mengerutkan kening setelah melirik Elisa. "Kamu siapa? Sepertinya kamu salah masuk mobil."
Elisa tersenyum. “Kau tidak mengenaliku?”
Juni sangat terkejut saat mendengar suara yang familiar itu. “Astaga! Kenapa kamu jadi jelek begini?" Bosku adalah peri kecil yang keren dan imut. Mengapa dia jadi seperti ini? Aku tidak bisa mengenalinya sama sekali! batinnya.
Elisa memasang sabuk pengaman dan berkata dengan santai, "Ayo pergi dan cari tempat untuk menghapus riasanku sebelum kita makan malam."
"Siap, Bos," jawab Juni sebelum menyalakan mobil dan meluncur.