Bab 14 Kamu Salah Paham
Dani masih tidak percaya dengan kemampuan Elisa saat dia melihat dia menerima penghargaan di atas panggung. Dia dengan jelas bilang bahwa dia hanya tahu sedikit soal Olimpiade Matematika!
Apakah dia sengaja menyembunyikan kemampuannya?!
Ketika upacara penghargaan yang panjang itu berakhir, sekujur tubuh Elisa terasa sakit. Setelah pidatonya, dia berdiri di atas panggung untuk mendengarkan kata penutup dari kepala sekolah. Itu berlangsung selama satu jam dan sekarang kakinya sudah mati rasa.
Dani menghampirinya dengan membawa banyak soal Olimpiade Matematika. Dia bermaksud menantang Elisa. "Coba selesaikan ini jika kamu bisa!"
Elisa dengan malas mengambil lembaran kertas itu. Setelah melihat sekilas, dia mulai menulis jawabannya.
Dani mempelajari langkah-langkah penyelesaiannya. Elisa menjawab semuanya dengan benar, bahkan beberapa penyelesaiannya lebih efisien daripada contoh jawaban yang diberikan.
Dani sangat terkejut dan tidak bisa berkata-kata. Dia bertanya sembari menunjuk salah satu soal, “Ini adalah pertanyaan terakhir dari Olimpiade Matematika waktu itu. Kenapa kamu tidak menjawabnya padahal kamu jelas tahu caranya?”
Elisa sengaja tidak menjawabnya supaya nilainya tidak sempurna, jadi dia bahkan tidak repot-repot membaca pertanyaan di halaman terakhir."
"Aku tidak sempat menjawabnya." Elisa menjawab sekenanya.
Jauh di lubuk hati, Dani salut dengan Elisa, tetapi dia tidak menunjukkannya. Dia berkata, "Dalam waktu singkat, aku akan bersungguh-sungguh sehingga jadi sebaik dirimu, jadi jangan berpikir bahwa kamu hebat."
Di sisi lain, Jafar sangat gembira setelah menyaksikan upacara penghargaan itu. "Kamu telah membuat kami bangga, Elisa!"
Elisa hanya merespon dengan senyum canggung.
"Kalau begitu, kamu bisa menjadi mengajari Dani dan memberinya pelajaran tambahan."
"Aku tidak tidak keberatan—asalkan Dani bersedia." Elisa menanggapi gagasan itu.
Dani berkata dengan percaya diri, "Aku pasti bisa berprestasi jika aku mulai belajar dengan serius, Kakek."
“Aku tahu kamu pasti bisa, tapi…"
Dani mencoba menentangnya sebisa mungkin, tetapi Jafar berhasil meyakinkannya. Akhirnya, Elisa akan mengajarkan pelajaran Matematika pada Dani setiap hari.
......
“Soal baru. Kerjakan."
"Cih," Dani diam-diam mengeluh saat membuka buku latihan yang dilempar Elisa. Setelah melihat soal itu, dia berkata dengan santai, "Sebagai seseorang yang jenius, aku bahkan tidak perlu bersusah payah dalam mengerjakan soal seperti itu setelah mengikuti begitu banyak bimbingan belajar."
Elisa mengangkat bahu dan berkata dengan pasrah, "Dasar sombong."
Sepulang sekolah, Dani melihat Elisa keluar kelas sendirian, jadi dia menghampirinya. Dani berteriak, “Kakakku akan datang menjemput kita sebentar lagi. Kamu mau pergi ke mana?”
"Apa aku tidak diperbolehkan pergi ke toilet?" Elisa merasa kesal ketika para siswa di sekitarnya mulai berbisik-bisik dan bergosip.
Berkah? Jika kalian mau, aku akan memberikannya dengan senang hati.
Namun, dia hanya bisa berkata dalam hati. Jika dia menyuarakannya dengan lantang, dia mungkin akan dikubur hidup-hidup oleh para penggemar wanita yang telah menjadikan Dani idola mereka.
“Kalau begitu aku duluan. Aku akan menunggumu di gerbang sekolah.”
Elisa mengabaikannya dan terus berjalan. Tiba-tiba dia melihat Niken setelah berbelok.
"Ada apa? Kenapa kamu ingin menemuiku?” Elisa menerima pesan dari Niken tepat sebelum sekolah usai, jadi dia datang menemuinya.
Niken merengek dan menangis histeris, “Akhir-akhir ini aku sering melihatmu bersama Dani. Apakah kamu menyukainya?"
Elisa agak tidak nyaman. Kamu salah paham."
Air mata Niken tertahan. Dia tersentak sesaat sebelum menjawab, "Jadi, kamu tidak menyukai Dani?"
Ketika dia melihat Elisa mengangguk, dia berkata sambil malu-malu, "Kalau begitu, maukah kamu membantu hubunganku dengan Dani?"
Niken adalah siswa terbaik di sekolah. Jika dia benar-benar ingin dekat dengan Dani, artinya Elisa tidak perlu mengajarinya lagi.
"Apa yang bisa aku bantu?" Elisa memiringkan kepalanya dan menatap Niken.
Saat menyadari bahwa Elisa setuju untuk membantunya, Niken berbalik sambil menyeringai licik. “Ayo pergi ke tempat yang sepi. Aku tidak bisa memberi tahu lebih detail di tempat ramai seperti ini."
Elisa yang tidak melihat ekspresi wajah Niken mengikutinya tanpa curiga.