Bab 12 Teman Sebangku yang Baru
Kelas Elisa kedatangan teman baru hari ini.
"Halo semuanya. Aku Dani Gunawan, teman sekelas kalian yang baru.”
Dani tersenyum senyum polos saat dia berdiri di depan seorang diri dan memikat banyak siswi di kelas itu.
"Wow! Bukankah dia Dani dari kelas 12A?”
Terdengar riuh rendah gadis-gadis yang berdiskusi. Bahkan Niken Sianturi - siswa peringkat satu di sekolah - terkesiap kagum dan menyebutnya tampan.
Elisa tadinya tidur tertelungkup di mejanya, tetapi dia mendongak ketika mendengar suara familier. Dalam sekejap, ekspresi wajahnya berubah tidak senang. Betapa sialnya aku! Sepertinya aku tidak bisa menyingkirkannya dengan cara apa pun.
"Saya akan duduk, Bu.” Dani mulai melangkah tepat setelah itu. Mata semua gadis tertuju padanya dengan penuh semangat, sampai pandangan mereka akhirnya jatuh pada kursi kosong di sebelah Elisa.
Bagaimana mungkin? Kenapa harus dia? Apakah Dani minta pindah kelas demi dia? Semua orang terkejut.
“Senang bertemu denganmu, teman sebangku baruku.” Dani memiringkan kepalanya dan tersenyum nakal.
Elisa dalam hati merasa sangat kesal. Dia memegang pulpen dan kertas dengan gelisah.
"Hei, Elisa! Apa kamu bisu?!" Dani sangat marah karena diabaikan oleh Elisa.
Sejak saat itu, Elisa tidak pernah merasakan kedamaian lagi di dalam kelas.
"Hei, apa kamu mengerti semua yang dijelaskan oleh guru?"
“Jawab aku, Elisa!"
Elisa menyadari Dani yang terus melambaikan tangannya di depan wajahnya, tetapi dia tidak merespon apa pun. Itu membuat Dani sangat marah sehingga dia tidak bisa duduk diam.
Tingkahnya yang menjengkelkan terus berlanjut sampai suatu hari pada jam pelajaran matematika. Guru mengumumkan, "Apakah ada yang tertarik untuk mengikuti Olimpiade Matematika tahun ini?"
Dani memutar-mutar pulpen di jarinya dan bertanya, "Seberapa banyak kamu tahu soal Olimpiade Matematika, Elisa?"
Elisa menjawab sekenanya, “Sedikit."
"Oh, begitu?" Mata Dani bergerak cepat saat dia tenggelam dalam pikirannya. Kemudian sebuah ide terlintas dalam benaknya. Tiba-tiba dia berkata dengan suara keras, "Bu, Elisa bilang dia ingin mengikuti Olimpiade Matematika!"
Seisi kelas menjadi ramai setelah mendengar hal itu.
"Dia ingin ikut? Dia kan dari desa. Apakah dia pernah mengikuti kelas Olimpiade Matematika?”
"Betul sekali! Dia melakukan hal yang jelas tidak bisa dia kerjakan.
"Diam!" Sang guru berdeham agar semua siswa berhenti berbicara. Dia berkata kepada Elisa secara tidak langsung, “Kamu mungkin tidak mengetahui standar sekolah dalam mengikuti kompetisi karena kamu siswa baru di sini. Kenapa kamu tidak mengikuti beberapa kursus sekarang dan ikut olimpiade tahun depan saja?”
Elisa merasa seperti sedang diremehkan. Dia tidak ingin mengikuti kompetisi itu. Alasannya bukan karena dia tidak jago matematika, tetapi karena dia tidak ingin menjadi sorotan. Namun, dia tidak punya pilihan lagi sekarang karena gurunya telah mengatakan hal seperti itu.
"Tidak apa-apa, Bu. Izinkan saya mengikuti olimpiade tahun ini."
"Apa kamu yakin?"
"Jangan khawatir, Bu. Nilai matematika saya di sekolah lama cukup bagus."
Meski begitu, dia tidak mungkin bisa dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan pendidikan formal terbaik, tidak peduli seberapa bagus nilainya di sekolah lama.
Guru itu terkejut melihat kepercayaan diri Elisa. Dia lantas berpikir, Dia benar-benar melebih-lebihkan dirinya sendiri!
Seusai kelas, Dani sengaja meninggikan suaranya dan berkata dengan angkuh, “Kamu seharusnya menolaknya jika kamu tidak tahu soal Olimpiade Matematika! Kenapa kamu bersikeras untuk mengikutinya? Benar-benar memalukan!”
Kemudian ponsel di saku Elisa berdering pelan. Elisa keluar dari kursinya dan berjalan keluar kelas sebelum dia diam-diam mengeluarkan ponselnya.
"Sampai bertemu di tangga, Bos."
Elisa meletakkan ponselnya dan berjalan menuju ke tangga. Dari jauh dia bisa melihat Juni berdiri di pojok dengan sesuatu di tangannya. Dia melambaikan benda itu di udara sembari berteriak, “Bos! Bos!"
Dia menundukkan kepala Juni dan buru-buru mendorongnya kembali ke depan tangga. "Sst! Tenanglah!" Kemudian dia melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada orang di sekitar mereka sebelum dia bertanya, "Apa ada yang perlu kamu katakan padaku?"
Juni mengangguk dan memberikan dokumen pada Elisa. “Aku dengar kamu akan mengikuti Olimpiade Matematika, jadi aku menyiapkan beberapa soal latihan untukmu.”
Bagaimana berita itu bisa menyebar begitu cepat? Dia baru saja mendaftar beberapa menit yang lalu dan sekarang semua orang sudah mengetahuinya. Kalau dipikir-pikir, ini pasti ulah Dani.
Melihat Elisa hanya diam, Juni bertanya lagi, “Kenapa kamu memutuskan untuk ikut Olimpiade Matematika? Kamu sudah menerima begitu banyak prestasi akademik. Untuk apa ikut olimpiade demi hadiah yang sepele?"
Dia awalnya berencana untuk menutupi kecerdasan intelektualnya yang luar biasa di sekolah, tetapi dia tidak berharap Dani melakukan hal yang sama untuknya. Elisa mengangkat bahu dan berkata, “Ceritanya panjang. Tapi ada satu hal lagi..."
"Ada apa?" Juni serius mendengarkan ketika dia tahu bahwa ada hal lain yang bisa dia lakukan untuk Elisa.
“Aku melihat fotoku di ruang kerja Aditya kemarin. Apakah dia sedang menyelidikiku?”