Bab 13 Sosok yang Familier
“Oh, maksudmu itu?” Juni menepuk dadanya dan berkata, “Jangan khawatir, Bos. Aku tidak mengeksposmu sedikit pun. Percayakan padaku dan lanjutkan penyamaranmu dengan tenang.”
"Baiklah." Kemudian Elisa memberinya satu pesan terakhir. “Mari kita tetap berkomunikasi lewat ponsel mulai sekarang. Keluarga Gunawan akan curiga jika mereka melihatmu."
"Aku mengerti." Setelah itu Juni pergi dalam sekejap.
Sebelum Juni pergi jauh dan saat Elisa berbalik, dia melihat Dani berjalan ke arahnya. Jantungnya berdegup kencang dan dia nyaris menjatuhkan dokumen di tangannya.
Dia menegang sesaat. Kemudian dengan tenang dia melewati Dani dalam perjalanan kembali ke kelas.
Hah? Apa-apaan ini?
Dia tidak menyangka tingkat kesulitan kompetisi Olimpiade Matematika begitu rendah. Sepertinya aku terlalu berekspektasi tinggi pada sekolah ini.
Elisa membalik-balik lembar soal dan memasukkannya ke laci di bawah mejanya setelah beberapa saat. Tentu saja, dia tidak perlu khawatir sama sekali soal kompetisi itu.
......
Sekolah mengadakan kelas khusus bimbingan belajar untuk siswa peserta Olimpiade Matematika, termasuk Niken dan Dani.
Jadi Elisa bisa melihat Niken curi-curi kesempatan untuk berbicara dengan Dani setiap hari dengan alasan memintanya untuk membantunya belajar. Namun, dia menolak semua permintaannya mentah-mentah.
Kelas bimbingan belajar selama satu minggu itu berakhir begitu cepat dan Olimpiade Matematika dimulai.
Semua siswa di sekolah yakin bahwa Niken akan menang.
“Dia menduduki peringkat pertama tahun lalu. Dia pasti akan menang juga tahun ini. Sangat membosankan”
“Ya, akan sangat bagus jika seseorang bisa mengalahkannya kali ini, tapi mungkin tidak ada yang bisa melakukannya.”
Elisa tidak tahu kalau orang-orang akan sangat iri pada sang pemenang!
Dia hanya ingin menyembunyikan kemampuannya, jadi dia sengaja tidak menjawab pertanyaan terakhir pada saat kompetisi. Tetapi yang mengejutkannya, dia tetap masih berada di urutan pertama. Itu membuatnya cemas.
Teman-teman sekelasnya terkejut mendengarnya. Mereka tidak berpikir bahwa seorang gadis yang tumbuh di pedesaan akan mendapat nilai yang bagus.
Niken adalah siswa terbaik di sekolah selama ini. Dia bahkan tidak dapat dibandingkan dengan Elisa.
Hasil Olimpiade Matematika benar-benar mengejutkan bagi sang guru. Selama bertahun-tahun mengajar, dia belum pernah melihat siswa berbakat seperti itu. Karena itu, dia segera menghadap kepala sekolah untuk memamerkan siswa bimbingannya begitu dia mendengar kabar itu.
Kepala sekolah juga sangat memperhatikan hal ini dan memutuskan untuk mengadakan upacara penghargaan untuk Elisa secara khusus.
......
Pada upacara penghargaan, kepala sekolah dan guru berbicara tanpa henti selama lebih dari satu jam sebelum mengundang Elisa ke panggung untuk berpidato. Mereka sangat yakin bahwa Elisa akan menduduki peringkat pertama di Atasia dalam ujian masuk perguruan tinggi. Mereka ingin lebih memperhatikan pendidikannya mulai sekarang.
“Mari kita bertepuk tangan dan menyambut juara Olimpiade Matematika kita—Elisa Hartono.”
Elisa naik ke panggung dan mata para hadirin tertuju padanya.
Para siswa bertepuk tangan dengan meriah. Dalam hati mereka bersemangat ingin melihat rupa siswa legendaris terbaik di sekolah itu. Akhirnya mereka menyaksikan seorang gadis jelek dengan warna kulit gelap yang tidak merata naik ke panggung.
Ini adalah pidato perpisahan untuk kalian. Semua mungkin pernah belajar. Penampilan dan perkenalan? Tidak pernah dianggap penting.
Para siswa laki-laki hanya bisa menghibur diri sendiri karena kecewa.
Sang Guru merasa sedikit malu dan tersenyum canggung ketika dia membiarkan Elisa menyimpulkan pengalaman belajarnya.
Elisa hendak membacakan naskah yang dia siapkan kemarin saat dia melihat sosok yang dikenalnya di bawah panggung.
Sudut bibirnya berkedut. Kenapa Aditya ada di sini?
Dia hanya tahu bahwa Jafar ingin datang, tetapi tidak ada yang memberitahunya bahwa Aditya juga akan datang ke sini.
Dia melamun sesaat. Saat matanya kembali fokus, sosok Aditya lenyap. Elisa mengerjap beberapa kali; mungkin tadi dia berhalusinasi mengingat dua hari terakhir dia habiskan dengan berlatih soal matematika. Jadi dia tidak terlalu ambil pusing.
Segera sesudah itu, dia kembali tenang dan melanjutkan pidatonya.
Dia berbicara dengan lancar tanpa ada kesalahan. Lagi pula, dia sudah terbiasa menerima bermacam-macam penghargaan. Dia juga sudah pernah menghadiri segala macam upacara.
Aditya benar-benar mengantuk ketika dia menonton gadis yang berbicara dengan fasih dan percaya diri di atas panggung itu.
Setelah pidato selesai, dia tidak tinggal lebih lama melainkan pergi dengan tenang,