Bab 2 Aku sudah Kembali
Bandara Internasional Kota Jarlin.
"Cepat! Cepat!"
"Minggir! Minggir!"
Ada 45 pria berpakaian hitam berlari dengan cepat ke arah jalur khusus dan membubarkan sekelompok orang. Wajah mereka terlihat sangat serius seperti sedang mengantisipasi kedatangan musuh besar.
"Duurr!!!"
Setelah itu, 18 iring-iringan mobil Maybach berwarna hitam bergerak dari dua sisi dan membukakan jalan pada sebuah mobil mewah berkelas, Limousine Lincoln yang berada di tengah-tengah.
Sungguh pemandangan yang sangat menakjubkan!
Para penumpang yang berlalu-lalang sontak terkesima dan berkerumun untuk mengabadikan momen ini dengan kamera. Mereka juga saling berdiskusi untuk membahasnya.
"Hebat sekali! Tokoh berpengaruh dari mana yang sudah datang ke Kota Jarlin?"
"Iring-iringannya sampai semewah ini!"
Lalu saat ini, di kursi belakang mobil Limousine Lincoln.
"Huff! Mobil mewah ini memang sangat nyaman dinaiki. Entah berapa kali lipat lebih nyaman jika dibandingkan dengan bangku dingin itu."
Bram mengenakan seragam tentara usang dan sandal jepit. Tangannya sibuk mengocok anggur merah Bordeaux. Penampilannya benar-benar tidak sesuai dengan iring-iringan ini.
"Setelah tinggal di kutub utara yang terpencil selama tiga tahun, akhirnya aku bisa merasakan kehidupan seperti layaknya manusia. Nyaman sekali!"
Bersikap tidak menonjolkan diri memang bukan tipikal gaya Bram.
Sebagai seorang Dewa Tentara yang sudah memberikan kontribusi militer terbesar untuk bangsa dan negara, Bram sudah sewajarnya disambut dengan iring-iringan yang megah.
Menurut Bram, usia si tua bangka Raymond sudah uzur. Lalu dia juga tidak memiliki keturunan. Bagaimana kalau dia mati sebelum uangnya habis terpakai?
Sebagai bawahannya, sudah seharusnya Bram membantu untuk meringankan beban pikiran pimpinannya.
"Kota Jarlin adalah kota yang penuh dengan kenangan." Bram memicingkan matanya sambil menikmati pemandangan indah di luar jendela. Semua kenangan masa lalu langsung muncul di dalam benaknya.
Setelah berselonjor, Bram melirik sopir yang sedang mengendarai mobil, "Saudaraku, apakah kamu adalah orang Pak Raymond?"
"Lapor! Benar Jenderal!"
Bertemu dengan sosok Dewa Tentara yang sudah melegenda ini, hati pria ini jadi tidak karuan. Sesaat dia tidak tahu harus mengatakan apa. Dia dengan serius berkata, "Nama aku Reyner Sebastian. Pangkat kolonel. Aku bertugas sebagai Letnan Jenderal di zona perang Kota Jarlin. Aku …."
Bram menjulurkan tangannya dan menghentikan ocehannya, "Asalkan kamu tahu siapa dirimu, itu sudah cukup. Kamu tidak perlu melaporkannya padaku. Aku sudah mengundurkan diri dari pasukan."
"Di dalam hatiku, kamu selamanya adalah Dewa Tentara!"
"Ditambah lagi, negara hanya menarik kuasa militermu. Kamu tetap adalah seorang jenderal!"
Wajah Reyner yang tegas memperlihatkan antusias, "Pak Raymond pernah mengatakan, kelak jika kamu menghadapi kesulitan di Kota Jarlin, kamu tetap bisa memberikan perintah kepada kami."
"Tentu saja, beliau tidak akan ikut campur dalam pengeluaran-pengeluaran mewah dan urusan keuangan. Jadi, biaya iring-iringan mewah hari ini, semuanya akan dipotong dari uang pensiunmu …."
"Dasar rubah tua!"
Rasa haru yang susah payah muncul di dalam hati Bram langsung sirna. Dia pun mendelik kesal.
"Ayo jalan! Kita temui putriku!"
"Laksanakan!"
Bram menggenggam foto itu dengan erat sambil memperhatikan wajah bulat gadis kecil yang terlihat seperti malaikat itu. Hatinya rasanya seperti meleleh ….
'Putriku sayang, Ayah sudah kembali. Tunggulah Ayah!'
Satu jam kemudian, mobil berhenti tidak jauh dari di kawasan Apartemen Citra Garden.
Reyner menyerahkan sebuah dokumen yang sangat tebal, lalu berkata, "Jenderal, data-data istri dan putrimu, semuanya ada di dalam sini."
"Aku tidak akan mengganggu reunimu dan keluarga. Aku akan berada di luar dan menunggu perintah darimu setiap saat."
"Sudah merepotkanmu, Sobat." Bram menepuk pundaknya sehingga Reyner merasa kaget dan tersanjung. Pria itu lantas membungkuk hormat dan mengucapkan kata-kata yang sangat sopan.
"Apartemen Citra Garden, unit 1, Kamar 102."
Bram melihat dokumennya dan tiba di bawah sebuah gedung. Selanjutnya, dia pun menyalakan rokoknya dan membalikkan lembaran dokumen tersebut.
Bram sama sekali tidak mengetahui apa pun tentang "istri' dan "putrinya". Rasanya sangat tidak masuk akal dan menyayat hati.
"Marisa Iskandar."
Bram memperhatikan foto wanita secantik bidadari yang berada di dalam kantung dokumen dan bergumam. Pikirannya tenggelam dalam lamunannya.
Itulah nama wanita ini.
Lima tahun yang lalu, Bram menjalankan misi di Kota Jarlin, lalu tidak sengaja bertemu dengan Marisa yang dibius dengan obat. Melihat ketidakadilan, Bram pun menyelamatkan Marisa.
Hanya saja waktu itu, reaksi obat bius Marisa sangat kuat sampai Marisa sudah kehilangan akal sehatnya. Lalu Bram juga masih muda dan perkasa. Pria yang tampan bertemu dengan wanita yang cantik. Api nafsu segera menguasai keduanya dan semuanya pun terjadi begitu saja.
Malam itu adalah kali pertama Bram mengecap rasa wanita dan juga merupakan pengalaman satu-satunya seumur hidupnya.
Noda merah darah yang ada di atas ranjang masih terbayang di dalam benaknya dan membuat Bram merasa sangat bersalah.
Bram ingat setelah kejadian malam itu, Bram meninggalkan seluruh tabungan yang dimilikinya dengan sepucuk surat yang menjelaskan situasinya. Bram juga meminta anggota Dragon Soul untuk melindungi Marisa. Dia tidak menyangka wanita itu malah hamil dan melahirkan anaknya.
Marisa Iskandar adalah putri konglomerat Keluarga Iskandar. Melahirkan tanpa status pernikahan telah membuatnya menjadi bahan tertawaan semua wanita. Dia menerima banyak cemooh dari dunia luar. Di hari kedua setelah melahirkan putrinya, Marisa ditendang keluar dari Kediaman Iskandar karena dianggap sudah merusak nama baik Keluarga Iskandar. Setelah diusir, dia tidak memiliki siapa pun yang bisa diandalkan.
Sejak saat itu, dia pun hidup sendirian dan membesarkan putrinya dengan susah payah selama lima tahun ini.
Lima tahun. Lima tahun itu selama apa? Gadis muda yang cantik dan kaya raya sudah berubah menjadi seorang single-mother gara-gara cinta satu malam.
Selama 5 tahun ini, dia sudah menerima banyak kritik dan penghinaan, termasuk intimidasi dan penderitaan. Bagaimana dia bisa bertahan melewati semua itu bersama dengan putrinya?
Selama 5 tahun ini dia tetap menjaga kesuciannya dan hidup menyendiri demi Bram yang hanya pernah singgah untuk beberapa saat dan tidak jelas keberadaannya.
"Benar-benar wanita bodoh! Kenapa bisa sebodoh ini?"
Bram mengusap foto ibu dan anak yang tersenyum secantik bidadari itu. Rasa bersalah yang semakin kuat, membuat hatinya terasa sangat menderita.
"Tapi semua ini sudah berakhir!" Bram menarik napas dalam. Matanya bergejolak dengan keberanian untuk menghadapi dunia, "Aku sudah kembali!"
"Mulai hari ini, tidak ada seorang pun yang bisa membuat kalian bersedih. Siapa pun itu!"
Dia meraba potret ibu dan anak tersebut. Setelah itu, dia menarik napas panjang dan bersiap-siap untuk mengetuk pintu kecil itu, lalu memberikan pelukan pada wanita dan putri tercintanya.
Ketika hanya tersisa satu langkah lagi, Bram ragu-ragu untuk maju. Dia mulai dilanda rasa cemas dan gugup ….
Apa mereka bisa menerima dirinya?
"Buk!"
Setelah berkutat selama lima menit, tiba-tiba ada sebuah batu terbang mengenai kepala Bram.
"Heh! Paman aneh! Kenapa kamu mondar-mandir di depan rumah kami? Kamu sedang mengintip apa?"
Bram mengerutkan dahinya. Dia sudah mendengar suara anak kecil yang galak.
Bram memutar tubuhnya dan melihat seorang gadis kecil berusia 4 tahunan yang memakai rok ala Disney dengan rambut dikepang dua. Dia memelototi Bram dengan galak dan penuh waspada. Bola matanya bergerak-gerak.
Gadis ini … gadis ini adalah ….