Bab 7 Kamu Sombong Sekali
Kelly menarik Bram. Dia senang sekali sampai meneriaki Martin, "Keluarlah! Lihat siapa yang sudah kembali!"
Bram mengusap hidungnya. Sudah 10 tahun, sikap ibu angkatnya masih kasar seperti ini.
"Dasar wanita galak! Kamu sudah selesai belum? Di hari biasa kamu tidak membiarkanku minum. Hari ini adalah hari pertunangan putri kita. Apa kamu masih ingin melarangku juga?" Tak lama kemudian, terdengar suara kasar seorang pria di dalam rumah itu.
"Hari ini, meskipun ada tokoh hebat yang datang, kamu jangan berpikir untuk menghalangiku …"
Tak lama kemudian, seorang pria tegap muncul sambil membawa kotak rokoknya dengan wajah masam. Dia berjalan sambil mengumpat marah dan melotot tidak senang seperti harimau yang sangat ganas.
Bram pun bersuara, "Ayah!"
Martin melihat wajah Bram dan langsung tersentak kaget ….
"Plak!!!"
Bungkus rokok yang ada di tangannya langsung terjatuh ke lantai.
Pria itu sedikit tidak berani memercayai pemandangan yang ada di hadapannya, lalu dia pun mencubit pahanya. Selanjutnya, dia berjalan ke hadapan Bram, seperti ada begitu banyak hal yang ingin dikatakannya. Namun pada akhirnya, dia hanya berteriak mengatakan, "Kamu sudah pulang?"
Suaranya terdengar agak gemetar.
"Aku sudah pulang," jawab Bram.
Martin mengepalkan tinjunya lalu menghantamkannya pada dada Bram. Matanya berubah merah, "Kamu sudah tegap dan tinggi."
"Tidak sia-sia kamu menjadi prajurit selama bertahun-tahun."
Kelly dengan tidak puas berkata, "Bicara sembarangan! Bram jelas-jelas jadi lebih kurus. Entah sudah berapa banyak penderitaan yang telah dialaminya."
Martin hanya tertawa terbahak-bahak. Dia ingin merangkul Bram dengan lengannya yang kokoh. Lalu dia menyadari bahwa bocah itu sudah lebih tinggi satu kepala darinya.
Bocah itu telah menjadi pria dewasa.
"Ayo jalan! Temani aku minum-minum!"
"Baiklah!"
Bram menemani Martin masuk ke dalam kamar. Cinta seorang ayah sangat mulia, meskipun ayah tidak mengatakannya, rasa cintanya tetap terasa.
Ayah tidak perlu mengatakan apa pun. Dari gerak-gerik dan segelas arak sudah cukup untuk melukiskannya.
Dengan kepulangan Bram, teman-teman dan kerabat yang sibuk berbincang-bincang langsung tertarik dan datang. Mereka satu per satu mulai bergosip tentang Bram.
"Dia anak angkat Martin, bukan? Sepuluh tahun yang lalu dia meninggalkan rumah untuk bergabung dengan militer, bukan? Kenapa dia kembali?"
"Apa lagi kalau bukan karena dia tidak sanggup meneruskan karier militernya? Lihat saja penampilannya yang sangat menyedihkan ini. Jelas dia sudah tidak punya masa depan."
"Di usia 3 tahun kamu bisa melihat masa kecilnya dan di usia 7 tahun kamu bisa melihatnya ketika dia dewasa. Sudah kubilang sebelumnya, bocah ini tidak bisa diandalkan."
"Katanya bocah ini adalah teman sepermainan Chelsea. Dulu Martin juga ingin menjodohkan mereka berdua. Untung saja Chelsea tidak jadi menikah dengannya. Kalau tidak, masa depan Chelsea jadi rusak karenanya."
"Hehehehe! Calon suami Chelsea adalah Tuan Muda dari keluarga konglomerat. Dia masih muda dan sangat berbakat. Pria miskin ini bahkan tidak pantas untuk mengambil sepatunya."
"Betul sekali! Hanya Martin dan istrinya yang menganggapnya hebat. Siapa lagi yang seperti itu?"
Kerabat dan teman-teman di sekeliling sibuk bergosip ria.
Suasana acara pertunangan yang meriah ini langsung berubah aneh.
Bram sudah mengadu nasib selama bertahun-tahun di luar sana. Dia sudah tidak merasa terkejut dengan sikap manusia. Makanya, dia pun tidak memedulikan gunjingan orang-orang.
Sebaliknya, Kelly yang galak tidak tahan dan berkacak pinggang memarahi mereka. Dia mengancam akan mengguyur mereka dengan air cucian kaki jika masih ada yang berani bicara tidak menyenangkan.
Martin mendengus dingin dan langsung meraih tangan Bram, lalu sengaja berkata dengan suara keras, "Ayo jalan! Ikut ayah angkatmu untuk duduk di tempat utama."
"Kita minum sepuas-puasnya!"
"Ayah!"
Wajah Chelsea yang merupakan bintang utama di hari itu kelihatan merah padam. Dia terlihat sangat tidak senang.
Mereka yang duduk di tempat utama adalah orang-orang penting. Apa maksudnya menyuruh Bram duduk di tempat itu?
Bukankah ini tidak ada bedanya dengan mempermalukan dirinya?
Chelsea duduk dengan kesal menemani para tamu berbincang-bincang tanpa memedulikan Bram dan menganggap Bram seperti tidak pernah ada.
"Wah! Calon pengantin prianya sudah tiba!"
"Selamat! Selamat! Semoga langgeng terus!"
"Benar-benar pasangan yang serasi. Prianya sangat ganteng, lalu wanitanya sangat cantik."
Tepat di saat itu, sekelompok orang tiba-tiba mengucapkan ucapan selamat dengan sangat meriah pada sosok pria yang memakai setelan jas dan kelihatan sangat gagah yang sebentar lagi akan menjadi pengantin pria, Andreas Davies. Pria itu menggandeng tangan Chelsea, lalu meneguk arak dan mengucapkan terima kasih.
Pria itu langsung mencuri perhatian semua orang dalam waktu yang sangat singkat.
Ada segelintir tetangga dan kerabat yang merasa iri karena Chelsea berhasil menemukan calon suami sempurna seperti Andreas yang kaya dan tampan. Mereka sampai meratapi nasib mereka yang tidak sebaik nasib Chelsea.
"Perkenalkan! Pria ini adalah calon suamiku. Namanya Andreas Davies." Chelsea berjalan ke arah Bram dengan wajah yang kelihatan angkuh seperti seekor angsa putih.
"Dia adalah Bram Utomo, anak angkat ayahku."
Bram merasa sedikit gugup. Gadis kecil yang dulunya tidak pernah ingin meninggalkan bayangannya ini, sekarang tidak ingin lagi memanggilnya dengan panggilan "Kakak".
"Oh?"
Andreas jadi bersemangat. Dia lantas memperhatikan Bram dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Dia juga sudah pernah mendengar tentang desas-desus yang berhubungan dengan Bram. Kabarnya Bram adalah teman bermain Chelsea. Martin kurang menyukai Andreas.
'Atas dasar apa pria ini pantas menjadi saingan cintanya?'
"Aku sudah pernah mendengar Chelsea mengungkit dirimu. Aku senang sekali kamu bisa hadir di pesta pertunangan kita."
Andreas tersenyum sabar. Senyuman di wajah Andreas kelihatan sangat bersahabat, tapi matanya seperti merendahkan.
"Andreas Davies, pemilik Grup Davies. Sekarang aku adalah Wakil Presiden Grup Davies. Setiap tahunnya penghasilanku bisa mencapai 3,6 miliar. Tapi tidak lama lagi aku akan mewakili ayahku untuk mengurus Grup Davies. Setelah Chelsea menikah denganku, aku pasti bisa membahagiakannya."
Dia mengatakannya sambil memeluk pinggang Chelsea. Gayanya seperti seorang pemenang.
"Katanya kamu bergabung di kemiliteran, ya? Apa kamu sudah naik pangkat menjadi kolonel? Eh, kelihatannya belum. Kalau tidak, kamu tentu tidak akan mengundurkan diri."
"Di era ini, orang-orang yang tidak mengecap pendidikan tinggi dan tidak memiliki pendukung sepertimu sangat sulit bisa memiliki masa depan …."
Martin membanting gelasnya ke atas meja dan dengan tidak senang berkata, "Kalau kamu tidak bicara, tidak ada seorang pun yang akan menganggapmu bisu."
Sebuah perusahaan kecil-menengah dengan kisaran modal 40 miliar berani berbicara seperti konglomerat yang sangat kaya. Berani sekali menyombongkan diri dengan 'Grup Davies'!
Tindakannya jelas untuk meninggikan diri sendiri dan merendahkan Bram.
Tatapan Martin kelihatan sangat galak. Dia bisa melihat kalau Andreas memiliki tujuan yang tidak baik.
"Bram adalah putraku. Siapa pun dia, kamu tidak berhak mengkritiknya."
"Ayah, aku hanya mengkhawatirkan Bram. Ayah jangan terbawa perasaan." Andreas lantas tertawa enteng. Dia melihat Bram dari posisi yang lebih tinggi, lalu berkata, "Bram, kita semua sekeluarga. Kamu tidak akan keberatan aku mengatakan hal tersebut, bukan?"
Lalu di saat itu, Bram pun melepaskan sumbatan telinganya dan mengerjapkan matanya, "Kamu bilang apa?'
Bibir Andreas langsung berkedut. 'Pria ini …."
Chelsea marah dan berkata, "Bram, kamu tidak sopan sekali! Andreas mengatakan hal ini karena dia mencemaskanmu. Kamu malah tidak mendengarnya."
"Maaf! Kebiasaan ketika bekerja." Bram tersenyum, lalu berselonjor untuk meregangkan tubuhnya, "Aku tidak tertarik untuk mendengar omong kosong yang tidak ada gunanya."
"Rasanya seperti menyia-nyiakan nyawa."
"Kamu …." Andreas geram sampai wajahnya berubah menjadi merah padam. Padahal dia sudah terlihat sangat sempurna. Pria ini malah tidak melihatnya sama sekali.
Siapa sebenarnya dia?