Bab 5 Selama Sepuluh Tahun Ini, Banyak yang sudah Berubah
Bram langsung tertegun.
"Benar! Ibu pernah memberi tahu Tata kalau Ayah adalah seorang prajurit. Dia adalah seorang pahlawan!"
Ketika Bram masih tertegun, sorot mata Tata memperlihatkan kegembiraan dan kebanggaan, "Dia bahkan lebih hebat dibandingkan dengan Superman! Lalu lebih tampan dari Ironman!"
"Meskipun Ayah tidak pernah menemui Tata sekalipun, Ibu mengatakan itu karena Ayah harus melindungi lebih banyak orang dan menghabisi semua orang jahat! Tata tidak menyalahkan Ayah. Tata hanya … Tata hanya merindukannya …."
Ada air mata di dalam bola mata gadis kecil itu, tapi dia segera menghapusnya.
"Hanya saja, Ibu pernah bilang ketika bahaya muncul di hadapan Ibu dan Tata, Ayah akan muncul untuk melindungi Tata!"
Gadis kecil itu mengerjapkan mata hitamnya dengan penuh harapan, "Paman, kamu hebat sekali! Kamu pasti prajurit yang diutus Ayah untuk melindungi Tata, bukan? Sebentar lagi dia akan segera kembali untuk melihat Tata, bukan?"
"Benar, bukan?"
Hati Bram seperti ditindih dengan sesuatu yang berat sampai dia kesusahan bernapas. Mata Bram jadi merah. Dia lantas tersenyum ringan dan mengangguk, "Benar! Tata cerdas sekali!"
"Yay! Ayah sebentar lagi akan kembali. Tata memiliki ayah."
Gadis kecil itu senang sekali sampai melompat kegirangan. Senyumannya kelihatan sangat polos dan suci. Rasanya seperti mimpi saja. Jangan-jangan begitu disentuh mimpi ini langsung buyar!
Mata Marisa juga memerah. Dia diam-diam berbalik untuk menghapus air mata yang mengalir di pipinya.
Kesedihan dan kepahitan yang dirasakan oleh kedua ibu dan anak itu selama bertahun-tahun ini, tidak akan bisa dipahami oleh orang biasa.
"Paman Aneh, aku ingin memperlihatkan sebuah rahasia padamu. Hanya kita berdua yang tahu rahasia ini. Guru dan Ibu juga tidak mengetahuinya." Tata menarik Bram masuk ke dalam kamarnya. Wajahnya kelihatan sangat gembira ketika dia mengeluarkan sebuah gambar.
"Paman Aneh, lihatlah ini! Aku sudah menggambar Ayah. Orang yang memakai seragam tentara dan membawa senapan ini adalah Ayah. Lalu orang warna merah yang ada di belakangnya adalah aku dan ibuku."
"Ketika Ayah kembali, tidak akan ada orang jahat yang berani mengusik Ibu lagi. Ibu juga tidak perlu takut pada anjing liar sampai terpaksa berjalan lebih jauh untuk bisa pulang. Adrian dan yang lain juga tidak akan berani mengatai Tata anak haram yang tidak punya ayah …."
"Paman Aneh, Paman tahu tidak kalau Tata senang sekali?"
Sepasang tangan Bram gemetar saat mengangkat gambar coretan anak kecil itu. Rasa penyesalan dan bersalahnya semakin menguat. Dia tidak sanggup lagi menahan perasaan itu.
'Maafkan aku Anakku! Ayahmu sama sekali bukan seorang pahlawan!'
'Dia adalah pria paling egois dan paling tidak berguna di muka bumi ini. Dia adalah pecundang yang tidak bisa diandalkan!'
Bram ingin sekali mendaratkan tamparan keras ke wajahnya sendiri.
"Paman Aneh, kamu kenapa?" Tata mengerjapkan mata besarnya dengan tidak berdosa. Tangan kecilnya menghapus air mata yang mengalir di pipi Bram, "Kenapa kamu menangis?"
"Tata, maaf! Paman masih ada urusan lain. Lain hari Paman akan datang lagi untuk melihatmu." Bram lantas berbalik dan melangkah pergi dengan cepat.
Kali ini, semua bayangannya sudah pupus. Bram hanya ingin meninggalkan tempat ini secepatnya. Dia ingin melarikan diri dari rasa bersalahnya.
"Bram …."
Marisa berlari mengejarnya ke luar dan berteriak memanggilnya. Lalu Bram sudah tidak bisa ditemukan lagi. Alis indahnya berkerut. Dia lantas menggelengkan kepalanya.
"Memang orang yang aneh!"
Cuaca perlahan-lahan berubah sejuk.
Bram kemudian bersandar di sebuah pohon beringin, lalu menyalakan sebatang rokok dengan santai. Kecemasan terus menguasainya.
Sebelumnya, benaknya sudah menyusun skenario pertemuannya dengan ibu dan anak tersebut. Dia bahkan sudah bersiap-siap untuk menerima makian, umpatan dan kebencian mereka.
Akan tetapi, dia tidak menyangka begitu dihadapkan dengan keduanya, dia tidak berani bicara jujur kepada mereka.
Marisa begitu pengertian, begitu lembut dan sangat berwelas asih sudah melahirkan seorang putri untuknya. Wanita itu menjaga kehormatannya selama lima tahun ini sampai diusir dari rumah dan putus hubungan dengan mereka.
Lalu Tata menganggap sosok ayah yang tidak pernah ditemuinya adalah seorang pahlawan. Gadis kecil itu begitu mengaguminya. Di lubuk hatinya, Tata menganggap dirinya sebagai sosok yang sangat sempurna.
Lalu Bram sendiri tidak sanggup memenuhi harapan sebesar ini. Dia merasa sangat bersalah pada mereka berdua.
Bram yang tidak pernah memberikan kasih sayang selama 5 tahun ini, muncul di hadapan ibu dan anak tanpa merasa malu, lalu melakukan reuni keluarga dengan mereka?
"Aku sudah berhutang terlalu banyak pada ibu dan anak itu. Setidaknya untuk sekarang aku masih tidak pantas menjadi suami dan ayah!" Bram melihat cakrawala yang jauh, lalu mendengus.
"Lebih baik untuk sementara ini mereka tidak mengetahui siapa aku."
"Aku akan berada di sisi mereka dan melindungi mereka dengan segenap kemampuan yang kumiliki dan menebus semua kesalahanku. Ketika aku merasa diriku ini sudah pantas, aku akan memberi tahu mereka semuanya."
Akan tetapi, Bram harus menggunakan cara dan status apa untuk berada di sisi mereka sehingga tidak menimbulkan kecurigaan kedua ibu dan anak itu?
Bram jadi pusing tujuh keliling.
Dia pun mematikan rokoknya dan berjalan meninggalkan lingkungan itu sambil memikirkannya.
"Jenderal!!! Kamu sudah kembali?"
Reyner yang terus menunggu Bram di pinggir jalan segera muncul dari dalam mobil. Dia berdiri tegak dan bersikap sangat sopan.
"Ya!" Bram mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil itu.
"Jenderal, apa ada seseorang yang telah menyerangmu?" Reyner mengerutkan alisnya. Karena dia adalah seorang prajurit, dia bisa merasakan hawa kebencian yang terpancar dari tubuh Bram.
"Bagaimana kalau aku membantumu menghabisinya?"
Hawa pembunuh Reyner terpancar dengan sangat kuat. Meskipun Reyner bersikap seperti seorang anak sekolah di hadapan Dewa Perang ini, dia memiliki kekuasaan yang sangat besar dan merupakan sosok yang sangat kejam di Kota Jarlin.
Setidaknya, Keluarga Iskandar yang merupakan keluarga kelas menengah masih harus berlutut meminta ampun pada Reyner.
"Mereka sama sekali bukan siapa-siapa."
Bram duduk di dalam mobil dan melambaikan tangannya dengan kurang semangat. Matanya berkedip.
Biar bagaimanapun Keluarga Iskandar masih merupakan kerabat dari Marisa. Wanita bodoh ini memiliki hati yang lembut dan peduli dengan hubungan kekerabatan. Bram tidak ingin bersikap terlalu berlebihan dan membuat wanitanya bersedih.
Namun, kalau mereka masih tidak sadar dan menantangnya, dia tidak akan segan-segan mengirimkan mereka semua ke jalanan.
"Siap!" Reyner mengangguk. Dia tidak menyatakan pendapatnya dan perasaannya sangat tenang. Tugas utama seorang prajurit adalah mematuhi perintah.
"Kalau begitu Jenderal, sekarang kita pergi ke mana?"
'Pergi ke mana?'
Bram melihat lalu lintas di luar jendela mobil. Matanya seperti sedang mengenang masa lalu.
Kota Jarlin adalah kampung halaman keduanya. Di sini ada banyak kenangan masa kecilnya yang indah.
Contohnya, ayah dan ibu angkatnya.
Pasangan suami-istri itu tidak memiliki hubungan darah dengannya, tetapi mereka memperlakukannya seperti anak kandung mereka sendiri.
Lalu gadis kecil bernama Chelsea Lewis yang suka memakai rok bunga dengan rambut dikuncir dua dan sering mengikutinya sambil memanggilnya 'Kak Bram'.
Sudah sepuluh tahun sejak dia pergi tanpa pamit untuk bergabung dalam kemiliteran.
"Sudah 10 tahun. Mereka pasti sudah tua! Sudah waktunya untuk kembali dan melihat keadaan mereka …."
Bram terlihat seperti mengenang kembali banyak hal. Masalah Tata dan Marisa dia tidak perlu terburu-buru. Sekarang Bram akan kembali untuk melihat kedua orang tua angkatnya dan menjalankan baktinya.
"Reyner. Kita pulang ke rumah sebentar."
"Pulang rumah? Jenderal, apa kamu ingin pulang ke Kota Kotoa?" Reyner agak terkejut. Begitu kata-kata itu dilontarkan, hati Reyner langsung mencelus dan dia merasakan firasat buruk.
'Ini adalah kata-kata tabu bagi Jenderal!'