Bab 13 Pertemuan Ayah dan Anak
Brandon seperti sudah tersambar petir 5 kali berturut-turut. Dia terkejut dan terjatuh di lantai. Wajahnya sudah sepucat kertas.
Riwayat bos tingkat dewa itu juga sudah tamat.
Bisa dibayangkan seberapa dahsyat dan berkuasanya kekuatan ini.
Brandon memutar lehernya, lalu wajahnya terlihat sangat ketakutan. Brandon menatap Bram dengan kengerian, "Ini … semua ini ulahmu?"
Bram sekarang kelihatan sangat tenang ketika memberi makan ikan arwana yang sedang berenang mondar-mandir di dalam akuarium tersebut.
"Ikan ini sudah terlalu lama tinggal di dalam akuarium ini sampai mengira dunia ini hanya seluas aquarium yang ditinggalinya. Ikan dan udang kecil yang dimasukkan ke dalam akuarium sampai dianggapnya sebagai sesuatu yang sangat hebat …."
"Ikan ini lupa kalau masih ada langit di atas langit. Di dalam aquarium, ikan ini adalah raja, tapi di luar sana, anak usia 6 tahun juga bisa menghabisinya dengan mudah."
Bram berbalik dan tersenyum penuh arti, "Ketua Brandon, apakah kamu tidak merasa kalau dirimu tidak ada bedanya dengan ikan ini?"
"Gedebuk!"
Brandon seperti tersambar petir. Dia pun berlutut di lantai. Tubuhnya gemetar. Brandon tidak henti-hentinya membenturkan kepalanya, "Tuan Bram, aku pantas mati. Mohon kamu melepaskanku! Ampuni aku!"
Brandon berlutut meminta ampun. Punggungnya sudah basah dengan keringat. Giginya juga gemeretak hebat.
Di hadapan sosok Bram yang berdiri tegak seperti gunung yang kokoh, Brandon mulai merasakan ajalnya yang sudah dekat.
Dia kira dia sudah sangat hebat karena kekuasaannya di Kota Jarlin. Padahal dia tidak ada bedanya dengan katak di dalam sumur, atau ikan di dalam aquarium.
Kekuasaan, kekuatan dan kesombongan yang dimilikinya sudah dihancurkan sampai tidak tersisa oleh sosok pemuda yang ada di hadapannya.
Hari ini, dia akhirnya sudah mengerti apa yang dimaksud dengan di atas langit masih ada langit.
"Tuan Bram. Aku pantas mati. Aku bersalah. Aku akan segera mengembalikan tanah dan puluhan toko itu pada Tuan Martin. Aku juga akan memberikan hadiah besar untuknya dan pergi meminta maaf pada Keluarga Lewis."
Brandon bersujud di lantai. Dengan suara gemetar dia berkata, "Aku hanya memohon agar kamu bersedia mengampuni nyawaku."
Para bawahan Kamar Dagang Universal sangat kaget. Mereka menarik napas panjang seperti sudah bertemu dengan sesosok hantu.
Kapan Ketua Kamar Dagang Universal yang sangat terkenal dan berpengaruh berlutut dengan sangat menyedihkan seperti seekor anjing di hadapan seseorang?
Benar-benar sulit dipercaya!
Hati Brandon bergejolak hebat. Mana mungkin dia tidak merasa terancam dan takut?
Pemuda yang ada di hadapannya ini bisa membuat sosok berpengaruh dari dunia bisnis, pemerintahan serta kemiliteran turun tangan bersamaan. Harta triliunan rupiah yang dimilikinya langsung ludes tidak bersisa.
Bahkan, tokoh berpengaruh yang sangat berkuasa di tingkat provinsi itu juga ikut terseret dan dijebloskan ke dalam penjara.
Di seluruh wilayah tenggara atau bahkan di seluruh negara ini, ada berapa orang yang memiliki kekuatan sebesar ini?
Orang ini tidak ada bedanya dengan sosok dewa.
Brandon terus menghantamkan kepalanya, bersujud dan memohon ampun.
"Ampunilah aku! Aku mohon agar kamu mengampuniku!"
Bram yang duduk di kursi bos yang nyaman, melirik Brandon yang sedang berlutut dan dengan datar berkata, "Aku tidak menerima permintaan maafmu!"
"Urusan memaafkanmu atau tidak adalah urusan Langit. Tugasku hanya mengantarkanmu untuk menemui Yang Maha Kuasa."
Wajah Reyner terlihat sangat dingin. Mulut pistolnya sudah diletakkan di kepala Brandon. Brandon sontak terperanjat kaget.
"Aku masih memiliki nilai. Aku bisa membantumu! Aku bisa melakukan apa pun untuk Anda …." Brandon yang belum rela mati segera mengajukan proposalnya.
"Kamar Dagang Universal memiliki 3000-an anak buah. Asalkan kamu bersedia mengampuni aku, aku rela melakukan apa pun yang kamu inginkan."
Bram tersenyum penuh arti, lalu mengetuk meja dengan santai, "Membantuku? Apa kamu kira aku bisa membutuhkan bantuanmu? Atau kamu pantas untuk membantuku?"
Brandon langsung terdiam.
Benar juga! Hanya dengan sebuah jentikan jari, sosok ini sudah berhasil mengguncang tempat ini. Sosok dewa yang melindunginya juga bisa dijebloskan ke dalam penjara.
Mana mungkin dia membutuhkan bantuannya ….
"Tilililit .…"
Tepat di saat itu, alarm mengeluarkan bunyi yang sangat memekakkan. Suara itu terdengar seperti suara tawa Malaikat Maut di telinga Brandon.
"Waktu tiga menit sudah tiba. Sudah waktunya untuk berangkat!"