Bab 7 Diculik
Arini berkata kepada Veronika, "Veronika, diam di sini selama dua hari ke depan dan temani saya ya."
Veronika tahu dia sudah menyinggung Marcel, tetapi dia tak mau menghinakan diri di hadapan Keluarga Lukito demi orang tua angkatnya, jadi dia tak punya pilihan selain bergantung pada Arini sekarang. Bagaimanapun, Arini sepertinya tidak merasakan permusuhan apa pun terhadapnya. "Saya tidak paham. Kenapa Nyonya ingin saya menemani Anda?”
“Saya mengizinkanmu tinggal di sini selama beberapa hari jadi saya bisa tahu lebih banyak tentangmu. Lagi pula, Marcel sudah 'menindasmu', jadi dia harus bertanggung jawab atas hal itu,” jawab Arini. Kemudian, memperhatikan kekhawatiran Veronika, dia menambahkan, "Saya sudah membawa spesialis asing terbaik untuk mendiagnosis dan merawat orang tuamu, jadi saya yakin mereka akan segera sembuh."
Veronika sangat bersyukur akan hal ini, tetapi dia tak punya cara untuk membalas kebaikan Arini, jadi dia hanya bisa menghibur dirinya sendiri dengan fakta bahwa dia telah menyelamatkan hidup Marcel. Saya menyelamatkan nyawa Marcel, dan neneknya menyelamatkan hidup orang tua angkat saya. Paling tidak kita seimbang akhirnya. "Terima kasih banyak, Nyonya," dia berkata, berterima kasih kepada Arini dengan tulus.
Selama tiga hari berikutnya, Veronika menemani Arini sepanjang waktu. Di pagi hari, mereka akan melakukan berolahraga dan berkebun di taman, sedangkan sore harinya, mereka akan membuat kue atau bermain catur bersama.
Waktu selalu berlalu dengan cepat saat seseorang sibuk.
Di pagi hari keempat, Veronika sarapan bersama Arini sebelum berkemas. Turun dengan barang bawaannya, dia mengangguk sedikit kepada Arini, yang sedang duduk di sofa. “Saya pulang dahulu, Nyonya. Terima kasih atas semua kebaikan yang Anda berikan kepada saya.”
Arini bangkit dan berjalan ke arah Veronika sambil tersenyum ramah. “Kamu itu orangnya blak-blakan dan berpikiran terbuka, nona muda. Tetap bersamamu membuat saya merasa jauh lebih muda.” Arini tak pernah menunjukkan martabat sebagai pemimpin di hadapan Veronika. Sebaliknya, dia ramah layaknya seorang nenek.
“Anda harus selalu berjiwa muda, Nyonya. Saya akan pergi, kalau begitu. Selamat tinggal."
“Ehem. Jangan lupa mengunjungi saya saat kamu senggang.”
“Eh … Hehe, baik, Nyonya,” jawab Veronika dengan malu-malu. Entah saya akan datang ke Kediaman Kusuma lagi atau tidak, itu bukan terserah saya.
Arini mengatur agar sopir itu mengantar Veronika ke pusat kota Sekartalun setelah Veronika meninggalkan Kediaman Kusuma. Saat sopir melewati sebuah apotek, Veronika berkata kepada sopir itu, “Tolong berhenti di sini saja, Pak. Saya akan turun di sini.”
Mobil berhenti. Turun dari mobil, Veronika berkata kepada sang sopir, "Pak, tolong sampaikan ucapan terima kasih saya kepada Nyonya Besar Kusuma."
"Baik, Nona Veronika," jawab sopir itu. Kemudian, dia memutar balik dan kembali.
Veronika bergegas ke apotek sambil membawa tas selempangnya. Apoteker segera menghampirinya dan bertanya, “Hai. Kamu mau beli obat apa?”
"Saya mau sekotak pil kontrasepsi darurat terbaik," kata Veronika buru-buru kepada apoteker itu. Selama beberapa hari terakhir, dia sudah tinggal di Kediaman Kusuma tanpa ada kesempatan untuk pergi, jadi wajar saja jika dia tidak berhasil membeli pil kontrasepsi darurat. Sekarang setelah dia meninggalkan Kediaman Kusuma, dia harus mendapatkan pil itu dan segera meminumnya, tentu saja. Kalau tidak, tamat sudah riwayatnya jika dia benar-benar hamil.
Apoteker itu memberinya sekotak pil. "Ini memiliki efek kontrasepsi darurat terbaik saat diminum dalam waktu 72 jam."
Veronika mengambil kotak pil itu, tetapi dia berhenti tepat saat dia berbalik untuk membayar obat itu. "Apa kamu baru saja bilang '72 jam'?"
"Ya. Semakin cepat kamu minum pil itu, semakin baik. Tak ada gunanya kalau kamu minum pil itu setelah tiga hari.”
"Jadi itu hanya berfungsi jika kita meminumnya dalam waktu tiga hari?"
"Ya betul."
Veronika tercengang. Kemudian, dia membaca deskripsi di kotak itu. Seperti yang diduga, pil kontrasepsi darurat ini hanya akan bekerja jika diminum dalam waktu 72 jam setelah berhubungan, pil ini tak akan ada gunanya lagi jika diminum lebih dari itu.
Veronika belum pernah minum pil kontrasepsi darurat sebelumnya, jadi dia dengan polosnya berasumsi kalau pil ini akan berhasil jika diminum dalam waktu seminggu. Tak heran Nyonya Besar Kusuma menyuruh saya menginap di Kediaman Kusuma selama tiga hari. Ternyata ini alasannya.
Menyerahkan kotak pil itu kembali kepada apoteker, Veronika berjalan keluar dari apotek, matanya memerah. Berkeliaran di jalanan sendirian, dia menghabiskan waktu cukup lama untuk menenangkan diri sebelum menghibur dirinya sendiri. Apa yang harus ditakuti? Bahkan kalau saya hamil, saya bisa menggugurkan janin ini! Tak ada yang perlu ditakuti. Apa pun masalahnya, akan selalu ada solusinya.
Saat itu, sebuah mobil di pinggir jalan tiba-tiba mengerem dan berhenti di depannya dengan suara ckiiitt yang keras! Sebelum dia bisa tersadar, dia telah terdorong ke dalam mobil.
"Woy! S-S-Siapa kalian? Ini pelanggaran hukum kalau kalian menculik seseorang terang-terangan di siang bolong begini!” Dia berjuang beberapa kali. Kemudian, dia memperingatkan, “Hentikan mobilnya! Cepat dan biarkan saya keluar dari mobil, atau saya akan menelepon polisi!"
Saat itu, suara yang familier terdengar dari kursi pengemudi. "Nona Veronika, sebaiknya kamu menjaga diri dan tidak membuat dirimu mendapat masalah."
Saat Veronika memiringkan kepalanya dan menjulurkan lehernya, dia terkejut mendapati bahwa itu Tommy yang duduk di kursi pengemudi. Jadi Marcel yang menculik saya? Seperti yang diduga, membual hanya akan memberi saya kesenangan sesaat, tetapi saya akan sangat menderita karenanya. Ngomong-ngomong, bukannya terlalu cepat bagi Marcel untuk menculik saya saat saya baru meninggalkan Kediaman Kusuma? "Cepat dan hentikan mobilnya, Tommy. Kalau tidak, saya akan menelepon Nyonya Besar Kusuma dan melaporkan semua ini padanya."
"Saya sarankan kamu tahu diri sedikit, Nona Veronika."
Veronika terdiam. Tahu diri untuk mati dengan sukarela, maksudmu? Namun, setelah mengingat bahwa orang tua angkatnya masih berada di rumah sakit Keluarga Kusuma, dia tak berani melakukan perjuangan sia-sia lagi.
Lebih dari sepuluh menit kemudian, Veronika dibawa ke kediaman pribadi Marcel di lantai 38 Kelab Malam Lembayung.
"Saya sudah membawa Nona Veronika ke sini, Tuan Muda Marcel," kata Tommy sambil menyerahkan Veronika kepada pria itu. "Saya akan pergi." Dengan begitu, dia berbalik dan pergi.
Sambil memegang tali tas selempangnya, Veronika menatap Marcel, yang sedang bekerja dengan laptop di pangkuannya. Matanya tertuju pada laptop saat jari-jarinya yang ramping menari-nari di atas kibor. Bak dewa yang hidup tinggi di awan dan menghakimi semua makhluk hidup, pria yang tidak berperasaan ini memancarkan aura superioritas bawaan. Khususnya, dengan rupanya yang indah dan posturnya yang jelas, wajahnya sangat menggetarkan jiwa dan luar biasa tampan seperti sebuah karya seni yang sempurna yang dipahat oleh Tuhan sendiri.
Bahkan Veronika, yang kebal terhadap pria tampan pun, mau tak mau memperhatikannya lagi.
Tiba-tiba, pria itu menutup laptopnya, meletakkannya di atas meja, dan berkata kepada Veronika, “Kamu sudah selesai melihat saya?”
"S-Siapa yang melihatmu?" Veronika mengerucutkan bibirnya. "Berhenti menyanjung dirimu sendiri."
Mengenakan kemeja hitam dengan lengan digulung sampai siku, Marcel berdiri dan menatap tajam pada Veronika. "Memangnya kamu pikir kamu bisa bertindak keterlaluan di depan saya hanya karena oma mendukungmu?"
Dalam menghadapi tekanan yang luar biasa, Veronika dengan gugup menelan seteguk ludah. “T-Tidak, saya tak pernah berpikiran demikian.”
“Mengoceh lagi, eh? Bukannya kamu bilang kamu akan mengandung bayi saya dan menikah dengan saya di Kediaman Kusuma tempo hari?” Beraninya wanita sialan ini memprovokasi saya? Dia pasti mau mati, pikirnya.
“Ho ho …” Wajah Veronika sedikit pucat, Veronika tertawa getir pada dirinya sendiri sambil tanpa sadar melangkah mundur. “Tolong jangan marah, Tuan Muda Marcel. Saya cuma bercanda waktu itu. Ho ho, saya bercanda.”
Dia terus melangkah mundur, tetapi Marcel mencengkeram kerah Veronika. “Saya, Marcel Kusuma, benci diancam lebih dari apa pun. Selamat karena sudah melakukannya.”
Meskipun dia memberi selamat padanya, Veronika memperhatikan ekspresi dingin Marcel — Marcel menatapnya seakan dia sudah mati. Veronika teramat ketakutan sampai-sampai jantungnya hampir melompat keluar dari tenggorokannya. "Maksud saya itu cuma lelucon, Tuan Muda Marcel." Ya Tuhan, ini sangat menakutkan!
“Entah kamu bercanda atau tidak, itu bukanlah sesuatu yang bisa kamu buktikan hanya dengan kata-kata saja.”
Veronika sangat ketakutan sampai-sampai dia tergagap, “B-Bagaimana saya bisa membuktikannya?”
Marcel mengangkat alisnya yang tebal. “Kamu benar-benar mau membuktikan kalau semua yang kamu bilang di Kediaman Kusuma itu cuma lelucon?”