Bab 14 Tertangkap Basah oleh Marcel
Selain Keluarga Lukito, tak ada siapa pun yang bisa Veronika pikirkan yang rela menyelamatkan pembunuh. Tetapi siapa yang menyangka bahwa pengemudi yang mereka selamatkan akan dibungkam dan mati pada akhirnya? Veronika seharusnya sudah tahu bahwa membungkam saksi potensial akan menjadi pilihan terbaik, mengingat kecenderungan berbisa Keluarga Lukito.
Sekarang, dia sudah tamat. Tidak hanya dia kehilangan petunjuk terakhirnya, tetapi Keluarga Lukito juga mengetahui penyelidikannya terhadap si pembunuh. Jika Keluarga Lukito mengetahui Veronika sudah mengetahui kebenarannya, apa dia yang akan mati berikutnya? Berita yang tiba-tiba ini membuat jantungnya berdebar kencang dan tidak bisa tenang. Terlepas dari segala sesuatu yang datang padanya, yang bisa dia lakukan hanyalah diam-diam menerimanya. Dia tentu tidak bisa membiarkan orang tua angkatnya tahu.
Setelah beristirahat tiga hari, Veronika kembali bekerja.
Agar tidak membuat Keluarga Lukito curiga, satu-satunya hal lain yang dilakukan Veronika selain bekerja yaitu mengunjungi ibu angkatnya di rumah sakit. Dia melakukan yang terbaik untuk tidak muncul di depan Keluarga Lukito. Pada saat yang sama, dia berpegang teguh pada "perintah dokter" - untuk bulan berikutnya, dia tidak diperbolehkan meminum alkohol, dan dia harus mendapatkan istirahat yang cukup.
Sementara itu, diam-diam dia menghabiskan sejumlah besar uang untuk mencari agen detektif swasta lainnya untuk menyelidiki kecelakaan mobil orang tua angkatnya.
Begitulah sebulan berlalu. Veronika mencari waktu untuk pergi ke rumah sakit untuk "pemeriksaan". Hasilnya menunjukkan bahwa dia dalam keadaan sehat.
Setelah Veronika meninggalkan rumah sakit, Marcel menerima telepon dari rumah sakit.
“Tuan Muda Marcel, Nona Veronika sudah menjalani USG. Janinnya berusia lebih dari dua bulan dan berkembang dengan baik.”
“Bukannya dia menunjukkan tanda-tanda keguguran sebelumnya? Dia sudah mengantarkan pesanan setiap hari belakangan ini, bukankah itu akan berpengaruh padanya?" Marcel bertanya.
“Nona Veronika besar di desa pertanian. Dia sehat dan tidak lemah seperti ibu hamil rata-rata.”
"Saya paham."
Awalnya dia mengira bahwa kegiatan sehari-hari Veronika akan memengaruhi bayi yang tumbuh di kandungannya, tetapi ternyata malah kebalikan dari apa yang dia pikirkan.
Saat malam tiba, orang-orang mulai berkumpul di Kelab Malam Lembayung. Semua pria dan wanita muda ini, yang kelelahan karena kebosanan dan rutinitas di tempat kerja, memanjakan diri mereka dengan alkohol di bawah lampu neon. Mereka menari dan bergelinjang di lantai dansa, atau merosot di konter bar, tak sadarkan diri dalam tidur yang nyenyak.
Veronika tak bisa menahan diri untuk memikirkan 'seandainya' dalam pemandangan ini: jika Keluarga Lukito tidak dengan sengaja menyakiti orang tua angkatnya, kemungkinan besar dia akan kembali ke kampung halamannya dan membuka bar dengan uang yang dia punya. Atau mungkin dia akan membuka toko kelontong dan menjalani kehidupan yang tenang dan sederhana.
Sekitar pukul sepuluh ketika Veronika menyelinap di sudut untuk beberapa saat ketenangan, radio HT-nya berdengung hidup. “Masuklah, Gentong. Pergilah ke toilet pria, cepat.”
“Toilet pria? Enak saja. Kenapa saya harus pergi ke sana, saya kan wanita?" Veronika menjawab melalui radionya dengan kesal.
“Oh ayolah, Gentong, sini saja. Tuan Muda Sandi yang memintamu. Sebut saja namamu. Tenang, tak ada seorang pun di sini,” kata Cahyo, mengetahui tentang kekhawatiran Veronika.
“Sandi lagi! Baiklah, saya akan ke sana sebentar lagi.”
Setelah itu, Veronika menggantung radio HT-nya kembali di pinggulnya dan langsung menuju toilet umum. Satpam lainnya segera menyambutnya saat dia mendekati toilet pria.
“Tolong cepat masuk. Tuan Muda Sandi merosot di dekat kloset dan tidak mau bangun.”
"Dia secara khusus memintamu."
“Hehe, Gentong, kamu harus pegang dia erat-erat. Mungkin ini kesempatanmu jadi tajir setelah menjadi budak.”
Veronika menendang Cahyo setelah mendengar satpam itu mengejeknya. "Siapa yang kamu bilang budak?"
“Ups, saya dan mulut besar saya.” Cahyo tersenyum malu. “Kamu bisa pergi ke berbagai tempat.”
“Berhentilah mengoceh. Kalian semua harus melakukan pekerjaan kalian. Manajemen akan mengomel tentang kalian yang bermalas-malasan kalau mereka melihat kalian.” Dia melambaikan tangan, memberi isyarat agar rekan-rekannya pergi berpatroli di kelab.
Pintu bilik pertama terbuka saat Veronika melangkah masuk ke dalam toilet pria. Dia menoleh untuk melihat Sandi yang terduduk di kloset, memuntahkan isi perutnya ke tempat sampah.
Sandi Candrawinata, putra kedua dari Keluarga Candrawinata di Sekartalun. Dia mungkin pria yang gagah, tetapi dia hanya pecundang tak berguna, terkenal karena kecintanya pada hedonistik dan kisah asmaranya. Menyebut namanya saja sudah cukup membuatnya menjadi bahan tertawaan.
Adapun bagaimana Veronika mengenalnya? Akan lebih tepat untuk mengatakan itu karena "pertengkaran."
Tak lama setelah Veronika mulai bekerja di Kelab Malam Lembayung, dia bertemu dengan Sandi, yang sudah meneror Cahyo. Dia tak bisa diam saja atas kejadian itu, jadi dia segera mengambil botol dari meja dan menghancurkannya bagian bawahnya. Kemudian, dia mengarahkan botol pecah dengan ujung bergerigi ke arah Sandi dan berkata padanya seperti wanita gila, “Cahyo ini punya saya. Kenapa kamu tidak melepaskannya?”
Namun, Sandi menunjuk botol di atas meja. "Kalau kamu bisa menghabiskan sebotol vodka itu sekali teguk, saya akan melepaskannya."
Veronika bisa menahan minuman keras dengan baik selama tahun-tahun yang dia habiskan untuk minum bersama ayah angkatnya, jadi dia meneguk vodka itu tanpa kesulitan.
Sejak saat itu, para penjaga menatapnya dengan cara yang berbeda, bahkan Sandi pun juga. Dia sering menyeret Veronika untuk kontes minum, dan itulah cara mereka berteman setelah beberapa pertemuan.
Para penjaga menganggap tindakannya berani dan gagah, dan mereka sangat terpengaruh oleh hal itu. Jadi, mereka semua mulai memanggilnya Gentong.
"Hoek ..." Sandi mulai muntah lagi.
Veronika merasa jijik. Sambil menutupi hidungnya, dia menepuk bahu Sandi dengan tongkat listriknya. “Hei, kalau kamu mabuk berat sampai muntah, pulang saja sana. Jijik kan duduk di dalam toilet?”
Setelah mendengar suara Veronika, Sandi mengeluarkan segumpal tisu dan menyeka mulutnya. Senyum bermekaran di wajahnya yang tampan dan kekanak-kanakan saat dia mengulurkan tangan ke arah Veronika. "Bantu saya berdiri."
"Saya takut kalau saya akan mengotori tangan saya jadinya." Veronika melambaikan tongkat listriknya, ekspresi jijik terlukis di wajahnya. “Pegang ini.”
Sandi dengan patuh menarik dirinya dengan tongkat itu dan berjalan ke wastafel. Setelah membilas mulutnya, dia memercikkan air ke wajahnya.
Veronika bersandar di dinding sambil melipat tangannya di dada saat dia memperhatikan Sandi. “Jadi, wanita cantik mana yang membuangmu kali ini? Coba lihat dirimu."
Sandi meletakkan tangannya di sisi wastafel. Saat dia menatap dirinya yang acak-acakan di cermin, dia tiba-tiba tertawa dan berbalik untuk menatap Veronika. "Apa semua orang mengira saya ini pecundang?" Senyumnya itu dipenuhi dengan kegetiran dan ketidakberdayaan.
Veronika tak terbiasa dengan keseriusannya yang tiba-tiba. Dia mengambil beberapa tisu dari kotak dan menyerahkannya pada Sandi. “Kalau kamu tidak mabuk, pergi sana! Uh … woy, Sandi, apa yang kamu lakukan?”
Sandi meraih tangan Veronika dan menahannya ke dinding sebelum Veronika selesai berbicara. “Vero, tahu tidak, cuma kamu yang memperlakukan saya berbeda bahkan setelah sekian lama?” Sandi mabuk berat. Bau alkohol menempel di tubuhnya, membuat Veronika sangat tidak nyaman.
“Vero, jadi pacar saya, ya?”
Veronika tidak senang. Dia benar-benar mengabaikan lelucon mabuk Sandi. Sebaliknya, dia menjawabnya dengan tatapan tajam. "Kamu lupa saya sudah lama tidak memberimu bogem?"
“Kamu … Kamu … Lihat saja betapa jeleknya dirimu. Saya merasa kamu tidak terlihat begitu jelek. Kenapa kamu tidak berkencan dengan saya saja?”
“Sandi, apa kamu masih mabuk? Apa kamu mau saya menyadarkanmu?” Veronika tidak bisa menahan diri untuk tidak menegurnya.
“Ehem …”
Tepat saat itu, suara batuk terdengar dari pintu masuk kamar kecil.
Baik Sandi dan Veronika menoleh untuk melihat sumber suara batuk itu. Namun, saat melihatnya, Veronika tanpa sadar menjadi kaku. Matanya sedikit terbelalak.
Marcel? Kenapa dia? Kenapa dia di sini? Namun, sesaat berikutnya, dia ingat bahwa dia tak lagi "punya" bayi Marcel di perutnya. Dia tak lagi terikat pada laki-laki itu, jadi dia melanjutkan sikap apatisnya.
“Oh, hei, kebetulan sekali. Ke sini mau ke kamar kecil juga?” Sandi meletakkan tangannya di dinding sementara dia memasukkan tangan lainnya ke dalam saku. Dia menoleh untuk melihat Marcel dan menyapanya.
Kelab Malam Lembayung merupakan bagian dari aset Marcel. Meskipun dia biasanya tinggal di suite di lantai atas, dia jarang turun untuk memeriksa kelab kecuali untuk melihat rekan-rekan bisnisnya. Tetapi dia tidak pernah menduga untuk menemukan wanita ini bergaul dengan orang bodoh yang tak berguna ini saat dia datang untuk memeriksa kelab.