Bab 5 Panggil Aku Kakak
Sudah larut malam ketika Erick meninggalkan rumah sakit.
Saat Erick pulang ke rumah, kakinya baru masuk ke ruang tamu dan adik perempuannya, Aisley keluar dari dalam kamar.
Aisley tahun ini berumur delapan belas tahun, wajahnya ada sedikit kemiripan dengan Erick. Tingginya ada 170 cm, tubuhnya tinggi dan kakinya panjang, dia merupakan gadis yang disukai banyak orang.
"Kakak, dua hari ini kamu sibuk apa? Sore tadi waktu aku telepon ponsel kamu tidak hidup. Aku juga tidak menemukan tempat konstruksi kalian, kamu membuatku khawatir." Aisley mulai menceramahi kakak laki lakinya, tetapi setiap katanya penuh dengan perhatian terhadap kakaknya.
Erick tersenyum, "Sudah begitu malam kamu tidak tidur, apakah kamu menungguku?"
"Tentu saja, kamu tidak pulang, aku tidak bisa tidur dengan tenang." Mulut Aisley terlihat sedikit naik. Erick adalah satu satunya keluarganya di dunia ini, juga merupakan sandaran hidupnya, bagaimana mungkin Aisley tidak khawatir padanya?
"Tidak ada apa apa, aku ada ... lembur di tempat konstruksi " Erick berkata, "Duduklah, ada yang perlu kakak katakan."
"Masalah apa?" Aisley duduk di sebelah Erick, lalu dengan penasaran memandang kakak laki lakinya.
Erick mengeluarkan dompet uangnya, lalu memberinya satu lembar kartu ATM ke tangannya, "Di dalam kartu ini ada uang sebanyak 60 juta, kamu gunakan ini untuk membayar biaya pendidikanmu."
"60 juta?" Aisley terkejut, "Kakak, dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak ini? Apakah kamu melakukan sesuatu yang jahat?"
Erick sengaja berpura pura memperlihatkan wajah seriusnya, "Dasar gadis ini, apa yang kamu pikirkan? Apakah kakakmu seperti orang yang bisa melakukan hal yang jahat? Sebenarnya, hari ini aku kebetulan menyelamatkan orang. Orang itu cukup baik, dia memberikanku uang sebanyak 100 juta sebagai balasan. Aku pikir Ibu yang sedang melindungi kita. Kamu tenang saja menerima uang ini, jangan berpikir sembarangan."
"Kakak, kamu menyelamatkan siapa?" Aisley sangat pintar, ucapan Erick memang masuk akal, tetapi Aisley juga tidak akan semudah itu mempercayainya.
Erick tahu adik perempuannya sangat susah untuk dibohongi, dia sudah menyiapkan diri sejak awal. Dia mengeluarkan kartu nama Laurent dan memberinya kepada Aisley, "Nih, ini adalah kartu namanya, ehm, dia orang kota. Kalau di sana kamu ketemu masalah, kamu boleh telepon dia."
Aisley baru mempercayai Erick. Dia menghela napas lega, lalu tertawa gembira, "Kakak, ternyata seorang perempuan ya, apa dia cantik?"
Dalam benak Erick muncul wajah Laurent yang dingin dan cantik, dia pun dengan santai menjawab, "Cantik, sangat cantik."
"Eh, sekarang kamu memujinya, dia bahkan memberimu nomor teleponnya berarti dia sedang memberi kode padamu." Aisley tertawa sambil berkata, "Kakak, kamu juga sudah tua, sebaiknya lebih aktif. Ajak dia keluar untuk minum teh, nonton film, cepat cari kakak ipar untukku."
"Cari kepala kamu, jangan gunakan kakakmu untuk lelucon." Erick lanjut menunjukkan wajahnya yang serius, "Lalu, beberapa hari ini kamu tinggal di sekolah saja, jangan kembali lagi."
"Kenapa?" Aisley tidak bersedia.
Erick berkata, "Itu...."
Aisley tertawa keras, "Aku mengerti, kamu ingin mengajak calon kakak ipar pulang, tidak ingin aku di rumah untuk mengganggu kalian, 'kan? Baiklah, aku mengerti, besok aku akan tinggal bersama temanku di asrama."
Erick awalnya tidak tahu bagaimana membujuknya, melihat dia sendiri terbujuk, ini malahan membantunya. Husea tidak akan melepaskannya, dia juga tidak akan melepaskan Husea, jadi beberapa hari ini Aisley lebih baik tinggal di asrama agar lebih aman.
"Kakak, kamu belum makan, 'kan? Akan kumasakkan mi untukmu." Aisley kembali mengkhawatirkan perut Erick.
Begitu Aisley berkata seperti itu, perut Erick langsung berbunyi. Sejak balik dari Kota Macwa, dia bahkan tidak minum setetes air pun, sebenarnya dia sudah sangat lapar.
"Sudahlah, anggap saja aku tidak bertanya, aku pergi masak mi untukmu." Aisley berdiri dan berjalan ke dapur.
Erick berbaring di atas sofa, seketika langsung rileks. Pandangan matanya jatuh ke foto keluarga yang ada di atas televisi. Di dalam foto keluarga itu ada ibunya, ayahnya, ada dia dan juga adik perempuannya. Wajah satu keluarga itu penuh dengan senyuman bahagia.
Ayah, kamu pergi ke mana? Apa kamu tahu kehidupan seperti apa yang kami jalani? Erick berkata pelan dalam hatinya.
Setelah selesai makan mi, Erick kembali ke kamar istirahat. Satu hari ini dia menggunakan kekuatan penglihatan tembus pandangnya tanpa henti, dia sudah lelah sekali. Ketika dia rebahan di tempat tidur, dia langsung tertidur. Dia tertidur hingga keesokan harinya baru bangun, bahkan dia tidak tahu kapan Aisley pergi.
Di atas meja makan ada semangkuk bubur dan satu piring sayur hijau, sebuah botol kaca dan di bawahnya ada selembar kertas.
Di dalam botol kaca itu ada kapsul yang berwarna putih. Ketika Erick melihatnya, dia teringat akan ayahnya, Chandra Jhones.
Erick mengingat dengan jelas, lima tahun yang lalu, yaitu tahun di mana ayahnya menghilang. Tubuhnya sangat lemah, ayahnya tidak tahu dari mana menemukan sebotol obat. Di dalam Botol obat ini ada dua belas kapsul putih. Ayahnya memintanya meminum obat ini sebulan sekali. Efek obat ini sangat bagus, setelah dia makan satu buah kapsul, kondisi tubuhnya sudah membaik. Kemudian, dia makan sampai kapsul ke sebelas lalu ayahnya menghilang, satu buah kapsul yang terakhir tidak tahu kemana.
Sekarang, botol obat ini muncul di depan Erick. Kapsul kedua belas diam diam terletak di dalam botol kaca.
Erick mengambil selembar kertas yang di taruh di bawah botol kaca, di dalam surat itu ada tulisan Aisley yang berisi "Kakak, tadi pagi ketika aku membersihkan kamar ayah dan ibu aku menemukan botol obat ini, dan juga obat yang belum kamu habiskan. Tapi, kulihat sekarang kamu sangat sehat dan bugar, seharusnya kamu tidak membutuhkan obat ini lagi. Ini adalah obat yang ditinggalkan ayah untukmu, kamu simpan saja sebagai kenangan."
"Gadis ini, dia begitu baik, tidak tahu ke depannya bocah mana yang begitu beruntung mendapatkannya. Aku sebagai kakaknya tentu saja harus mengujinya." Erick tersenyum. Dia mengambil botol obat dan meletakkannya ke belakang foto keluarga yang ada di atas televisi, lalu kembali ke meja makan untuk menghabiskan makan pagi dan makan siangnya.
Setelah makan, Erick kemudian keluar rumah.
Setelah turun ke bawah, Erick melihat Ruki yang sedang melamun di balkon. Hati Erick seketika bergerak, kemudian berjalan ke arahnya.
Ruki sama sekali tidak melihat Erick, dia menopang dagunya dan melihat gelas di atas meja, tidak tahu sedang memikirkan makanan enak apa atau laki laki tampan mana.
"Rampok!" Sebuah suara yang galak terdengar.
Ruki seketika terkejut, dia mendongakkan kepala dan melihat Erick yang berdiri di luar pagar pembatas, Ruki memelototinya, "Kamu mau mati, ya?! Kamu mengejutkanku!" Ruki mengulurkan tangan untuk memukul Erick tetapi dia menghindari serangan Ruki.
"Ruki, aku ingin minta tolong padamu," kata Erick.
"Masalah apa?" tanya Ruki.
"Begini, kamu bekerja di kantor polisi, apakah kamu kenal dengan orang yang bernama Hansen Limawan?"
"Dia itu ketua kami, bagaimana mungkin aku tidak mengenalnya?" Ruki menatap Erick, lalu bertanya padanya, "Untuk apa kamu mencari ketua kami?"
Erick menjawab, "Aku mencarinya untuk suatu hal, hm, kamu beritahu aku saja dimana rumahnya, lalu berapa nomor ponsel dia?"
Ruki memotong perkataannya, "Kamu bertanya hal ini untuk apa?"
Erick tersenyum dan berkata, "Kamu kira aku akan melakukan hal jahat? Meskipun aku akan melakukan hal jahat, tetapi aku tidak mungkin akan sebodoh itu mencari seorang polisi bukan? Temanku yang ada masalah, aku ingin cari kontaknya. Kamu mengerti 'kan, sekarang di dunia ini yang diperlukan adalah hubungan kontak."
"Ternyata begitu." Ruki mengeluarkan ponsel dari sakunya. Dia membuka daftar kontak sambil bersandar di tiang pagar besi, lalu memberi Erick ponselnya.
Erick melihat gambar foto Hansen dan juga nomor ponselnya beserta alamat tempat tinggalnya. Dia mengingat semua
informasi Hansen kemudian mengembalikan ponsel kepada Ruki dan berkata, "Terima kasih."
Ruki menyimpan kembali ponselnya, dia tersenyum, "Tidak perlu berterima kasih, sangat kuno. Kamu cukup memanggilku Kakak saja."
Senyumannya sangat memesona, Erick yang hendak pergi tidak bisa menahan diri untuk melihatnya sekilas, setelah itu pandangan matanya tertuju ke pinggang dan pantatnya. Tidak tahu kenapa, seragam Ruki dengan baju kemeja dan rok tiba tiba berubah menjadi kain tipis yang bisa diabaikan, kemudian menghilang. Pemandangan rahasia pada tubuh Ruki terpampang jelas di matanya. Dada dan pantatnya, kakinya yang panjang, putih dan lembut, membuat hatinya berdebar debar, napasnya juga semakin cepat.
"Aku memang benar benar ... ini tidak seharusnya." Erick menggoyangkan kepalanya, lalu dengan pelan menampar dirinya sendiri, baru dengan cepat menghilangkan pikiran jahatnya.
"Apa yang kamu lakukan?" Ruki dengan penasaran melihat Erick.
"Hm... tidak ada apa apa...." Erick merasa sangat kaku, dalam panik dia masih bisa berpikir dengan cepat dan berkata, "Ada nyamuk, aku sedang memukul nyamuk."
Pada saat itu, benar benar ada nyamuk di pinggang Ruki. Tidak tahu kenapa demi membuktikan kebohongannya itu nyata atau tidak ingin Ruki digigit nyamuk, Erick mengayunkan tangannya dan memukul pinggang Ruki.
Suara pukulan terdengar, pinggangnya sedikit bergetar, tempat yang montok juga terlihat bergetar. Ruki seketika terbengong. Wajahnya seketika memerah. Dia melihat Erick, membuka mulut kecilnya, seperti ingin berkata sesuatu tetapi tidak ada yang keluar dari mulutnya.
Erick kemudian mengulurkan tangan yang dia pakai untuk memukulnya ke depan Ruki, kemudian membuka telapak tangannya, terlihat nyamuk yang sudah dipukul olehnya.
Ruki memelototinya dengan marah.
Erick dengan bodoh menjelaskan, "Nyamuk, nyamuk, sudah tidak ada masalah lagi, dia sudah kupukul mati."
Pada saat itu, ada seekor nyamuk terbang di depan Ruki, nyamuk itu pelan pelan berhenti di pantatnya. Ruki melihat nyamuk yang hinggap di bagian pantatnya, kemudian melihat Erick. Ruki tidak mengatakan apapun, tapi wajahnya terlihat galak dan pandangan matanya seolah berkata Bukankah kamu suka memukul nyamuk? Ada satu lagi, apakah kamu berani memukulnya? Kalau kamu berani, aku akan memukulmu!
Erick mengangkat tangannya, tapi tidak turun tangan untuk memukul, melainkan cuma mengayunkan tangan dan mengusir nyamuk itu.
Nyamuk yang ada dipinggang dia masih berani pukul, tapi nyamuk yang di atas pantat dia tentu saja tidak berani pukul. Tempat itu sangat sensitif. Benar saja, dia seorang pria memukul pantat perempuan, hubungan seperti apa mereka nanti?
"Sudahlah, aku harus pergi, sampai jumpa." Erick juga tidak berani tinggal lebih lama, dia sedang bersiap untuk kabur.
Ruki berkata, "Ketua suka pergi ke Kedai Teh Junction untuk minum teh. Dia paling suka minum teh olong sari wangi dari Tawia, kamu beritahu teman kamu, kalau ingin Ketua Hansen untuk membantunya, paling baik pesan teh olong yang terbaik. Hari ini kebetulan akhir pekan, kamu minta teman kamu pergi ke sana untuk cari dia, pasti bisa menemukannya."
"Baik, aku akan mengingatnya." Erick melambaikan tangannya dan pergi.
"Kamu masih belum panggil aku Kakak! Kamu mau menghindar?" Suara Ruki terdengar dari belakang.
"Kakak!" Erick tersenyum pahit, lalu mempercepat langkahnya.
"Ingat, teh olong!" Masih terdengar suara Ruki di belakang.
Dalam hati Erick berkata, Teh olong? Manusia tidak berguna seperti dia, lebih baik kutraktir minum air kencing!