Bab 11 Perempuan Cantik
Hansen digugat dan diselidiki, Husea juga sudah ditangkap. Video transaksi pertukaran kekuasaan dan seks yang direkam oleh Erick hanyalah sebuah petunjuk. Tim investigasi terus menggali dengan mengikuti petunjuk ini dan tindakan kriminal yang dilakukan Hansen dan Husea pun mulai terungkap satu per satu. Sanksi hukum berat juga sedang menantikan mereka.
Tidak terasa seminggu telah berlalu, Anthony telah keluar dari rumah sakit. Dia benar benar membeli MacBook Pro untuk Aisley dan mengantarkannya ke rumah Erick. Aisley tidak berani menerima apapun darinya, tapi Anthony menyerahkan laptop itu secara paksa kepada Aisley.
"Kak, kamu lihat dia ...." Aisley menatap Erick untuk meminta bantuan.
"Kamu terima saja, lagi pula sudah dibeli, repot juga kalau harus dikembalikan," kata Erick.
"Terima kasih, Kak Anthony!" Aisley seketika tersenyum, dia sebenarnya sangat menginginkan laptop itu.
Erick juga tersenyum, hatinya sangat bahagia. "Dik, kamu masak beberapa hidangan, ya. Kita minta Anthony tinggal untuk makan di sini siang ini. Dia sudah berada di rumah sakit selama
seminggu, pasti dia mau makan enak."
Aisley berkata, "Oke, aku lihat dulu masih ada apa saja di kulkas. Kalau tidak cukup aku akan pergi beli di supermarket."
Anthony berkata sambil tersenyum, "Beberapa hari ini, banyak makanan yang aku idamkan. Makanan di rumah sakit sangat tidak enak. Aisley, kamu harus masak semur daging buat aku. Aku paling suka makan semur daging buatanmu."
"Kamu sudah gemuk begini masih ingin makan semur daging? Tapi, akan aku buatkan untukmu," kata Aisley.
Satu rumah dipenuhi dengan suara tawa, suasana rumah ini sudah lama tidak seramai dan sebahagia ini.
Tring... tring... ponsel Erick tiba tiba berdering.
Orang yang meneleponnya adalah Ruki. "Erick, kamu lagi di mana?"
Erick menjawab, "Aku lagi di rumah, ada apa?"
Ruki berkata, "Kamu cepat turun ke bawah, aku tunggu kamu di depan pintu gerbang komplek. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
"Oke, tunggu sebentar. Aku segera turun." Erick menutup telepon dan berkata, "Ruki bilang ada yang ingin dia bicarakan denganku. Aku pergi bertemu dengannya dulu."
Sebuah mobil polisi berhenti di depan pintu gerbang komplek, lalu Ruki berdiri di samping mobil polisi itu. Dia masih mengenakan seragam polwan, bagian depan dan belakang menonjol, lalu pinggang yang ramping, membuatnya sangat menarik perhatian.
Entah mengapa, setiap kali melihatnya, Erick merasakan dorongan impulsif untuk melihatnya dengan kekuatan penglihatan tembus pandangnya. Namun, ketika berhadapan dengan Laurent, dia tidak pernah memiliki pemikiran seperti itu.
"Kenapa lama sekali?" Ruki langsung mengomel begitu melihat Erick, "Sinar matahari begitu terik, kamu buat aku menunggu begitu lama. Bagaimana kalau kulitku jadi hitam?"
Erick tertawa getir dan berkata, "Kamu suruh aku turun hanya untuk berbicara soal kulitmu denganku?"
"Tentu saja ada hal penting." Ruki membuka pintu mobil dan berkata, "Masuk ke mobil, kita bicarakan di jalan."
"Ada apa?" tanya Erick, "Anthony masih ada di rumahku, aku sudah bilang mau ajak dia makan bersaama."
Ruki mendorong Erick ke dalam, lalu dia berkata sambil terus mendorongnya, "Kamu dan Anthony sudah sering makan bareng, tidak makan bareng satu kali juga tidak apa apa. Urusanku jauh lebih penting. Terserah kamu mau ngomong apa, pokoknya hari ini kamu harus ikut aku pergi."
Erick tanpa sadar memegang rak bagasi di atap mobil dengan tangannya, lalu dia berkata dengan canggung, "Ruki, sebenarnya ada apa? Tidak bisa kamu beritahu aku sekarang juga?"
"Cepat masuk ke mobil." Ruki tiba tiba memeluk pinggang Erick dan menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong Erick ke dalam kursi samping pengemudi.
Erick tiba tiba panik ketika merasakan dua benda bulat lunak menekan punggungnya. Tangannya yang bertopang pada rak bagasi juga spontan mengendur. Kemudian, Ruki pun mendorongnya secara paksa masuk ke kursi samping pengemudi. Entah mengapa, dia tiba tiba teringat ketika dia dan Ruki main bersama saat masih kecil, Ruki selalu menyukai taktik ini. Ruki akan tiba tiba memeluknya dari belakang, lalu menjatuhkannya ke lantai atau mendorongnya ke sungai. Kemudian, Ruki tertawa bahagia sambil melihatnya. Akan tetapi, bagaimanapun juga, saat itu mereka masih anak anak. Sekarang mereka sudah dewasa, kenapa Ruki masih menggunakan cara ini?
Ruki masuk ke dalam mobil dan menghidupkan mobil, lalu dia memacu mobil polisi itu meninggalkan pintu gerbang komplek.
Tampaknya sudah tidak mungkin untuk Erick kembali dan makan dengan Anthony. Erick menelepon Anthony dan memintanya untuk makan dengan Aisley saja, karena dia tidak bisa pulang. Pada awalnya Erick mengira Anthony bakal mengeluh, tapi di luar dugaan Anthony justru langsung tertawa terkekeh kekeh, terdengar seakan sangat licik. Entah apa yang dia tertawakan.
Setelah menelepon, Erick juga jadi tenang. "Ruki, sekarang kamu sudah bisa beritahu aku, 'kan?"
Ruki membuka tas tangan di sebelah kursi pengemudi, lalu dia mengeluarkan dua gepok uang dan meletakkannya di atas kaki Erick.
Dua gepok uang itu senilai 20 juta, bahkan label bank di gepok uang masih belum di lepas. Erick tercengang sesaat, lalu dia
bertanya dengan bercanda, "Ruki, kamu mau jadikan aku simpananmuu?"
"Hah? Cih, siapa juga yang mau jadikan kamu sebagai simpanan?" Wajah Ruki tiba tiba memerah, "Aku sendiri menunggu ada orang yang mau jadikan aku simpanannya. Hanya hantu yang mau jadikan kamu sebagai simpanan."
"Kalau begitu apa maksud kamu melemparkan uang 20 juta padaku?" tanya Erick.
"Ini bonus yang baru saja aku terima karena kasus Hansen dan Husea," jawab Ruki.
Erick berkata, "Ternyata begitu. Tapi, ini bonusmu, kenapa kamu lemparkan padaku? Aku tidak bisa menerima uang dari kamu."
Ruki spontan memelototi Erick, "Siapa juga yang bilang mau kasih kamu? Aku sudah punya rencana mau diapakan bonus ini. Aku mau beli satu set kosmetik L'Oreal Paris, beberapa gaun cantik, kacang Negara Basil, beli dendeng sapi, beli durian, beli beli beli. Pokoknya beli semua yang aku suka."
Erick berkata dengan murung, "Kalau begitu apa maksudmu melemparkan uang ini padaku?"
Ruki mengerutkan bibirnya dan tersenyum, "Aku merasa aku bisa mendapatkan bonus ini berkat kamu juga. Jadi, aku ingin traktir kamu makan enak."
Erick langsung tersenyum, "Oke, masih punya hati nurani juga. Kalau begitu traktir aku makan di restoran barat yang lebih bagus. Aku sudah sebesar ini, tapi belum pernah makan makanan barat."
"Mimpi yang muluk muluk saja kamu. Anggaran untuk makan kali ini hanya empat ratus ribu. Kita pergi ke restoran taliwah saja," ujar Ruki.
Erick, "..."
Ruki memukul Erick dan terkikik, "Kamu ini ya, kamu masih sangat lugu. Kamu selalu percaya apapun yang aku katakan. Aku traktir kamu makan di luar bukan hanya karena aku dapat bonus 20 juta, tapi karena aku masih ada satu hal yang sangat menggembirakan yang ingin aku bagikan denganmu."
Erick memutar bola matanya dan bertanya, "Bukan karena kamu akhirnya menemukan pacar, 'kan?"
Ruki langsung terlihat kesal, "Apa maksud kamu akhirnya? Benar benar tidak enak didengar. Memangnya aku tipe perempuan yang tidak bisa menemukan pacar? Aku kasih tahu kamu ya, kalau aku mau, pria yang mengejar aku sudah bisa membentuk barisan pasukan infanteri!"
"Oke, oke, bentuk barisan ya bentuk barisan." Erick mengangkat bahu dan berkata, "Kalau begitu ceritakan hal yang menggembirakanmu itu. Apa itu?"
"Kamu pasti tidak akan percaya." Setelah berhenti sejenak, Ruki berkata dengan sungguh sungguh, "Aku dipromosikan menjadi Ketua Kantor Kepolisian Distrik Belial, yang artinya aku akan mengambil alih posisi Hansen."
"Hah?" Erick terkejut sampai tidak bisa menutup mulutnya.
"Tapi, ada masa percobaan selama tiga bulan. Kalau aku bisa kerja dengan baik, aku akan resmi menjadi ketua."
Erick berkata, "Itu hanya sebuah proses. Kamu akan baik baik saja, kamu pasti bisa."
Ruki tertawa, "Hehe, aku suka dengar kamu mengatakan hal hal seperti itu. Aku rasa, sebagian besar ada hubungannya dengan temanmu itu. Bagaimana menurutmu?"
Erick menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku sama sekali tidak tahu apa apa soal ini, jadi sulit untuk menilai. Kalau kamu berpikir seperti itu, ya berarti seperti itu."
"Sebenarnya siapa dia?" Ruki melirik ke arah Erick, "Jangan jangan pacarmu, ya?"
Erick tertawa getir, "Memangnya perempuan sehebat dia bisa tertarik pada orang miskin seperti aku? Jangan bercanda, aku tidak terlalu akrab dengannya."
"Tidak terlalu akrab?" Ruki berkata dengan kaget, "Kamu tidak terlalu akrab dengannya. Tapi, demi kamu, dia berani mendobrak masuk ke kantor polisi dan menodongkan pistol ke kepala Ketua Kantor Kepolisian?"
"Masalahnya bukan seperti yang kamu bayangkan. Seminggu yang lalu, aku secara kebetulan sudah menolongnya satu kali. Jadi dia hanya membalas budi," ujar Erick.
"Apa yang kamu lakukan untuknya?" tanya Ruki yang tampak sangat penasaran.
Erick menjawab, "Dia bilang aku tidak boleh mengatakannya, kamu jangan tanya lagi."
"Menutup nutupi ya, pasti ada sesuatu di antara kalian."
"Kamu ini mau traktir aku makan di luar atau mau bertanya padaku sih?"
"Tentu saja traktir kamu makan di luar." Ruki menghentikan mobilnya, ada sebuah restoran taliwah di pinggir jalan.
"Benar benar makan sayur taliwah?" tanya Erick dengan tercengang.
"Cepat turun sana, dengan anggaran empat ratus ribu mau makan apa lagi? Sudah untung aku tidak traktir kamu makan sup bihun." Ruki turun dari mobil dan meregangkan tubuhnya sebentar. Dia tampak sangat tidak senang.
Tepat pada saat itu, mata kiri Erick sedikit berdenyut. Kemudian, Ruki yang berdiri di bawah terpaan sinar matahari tiba tiba......
"Kenapa kamu lihat aku seperti itu? Ayo cepat turun." Ruki sama sekali tidak tahu dia telah berubah menjadi seperti apa di mata Erick. Dia hanya mendesak Erick untuk keluar dari mobil.
Erick baru kembali ke akal sehatnya. Dia langsung mengalihkan tatapannya, senyum kecut muncul di sudut bibirnya. Mengapa dia tidak bisa mengendalikan keinginan impulsif untuk melihat Ruki dengan penglihatan tembus pandangnya?
Ruki mengunci mobil dan berjalan masuk ke restoran taliwah di pinggir jalan. Erick mengikuti di belakangnya, tapi matanya tidak berani melihat sembarangan, dia pun tampak gugup.
Pada saat ini, ada seorang lelaki tua berdiri di bawah tiang listrik di pinggir jalan dan mengoles lem, lalu menempelkan selembar selebaran.
Jarak antara tiang listrik dan Erick setidaknya sejauh 20 meter. Dalam keadaan normal, tulisan pada selebaran itu tidak terlihat sama sekali. Namun, mata kiri Erick sedikit berdenyut, lalu dalam sekejap selebaran itu seakan akan ditarik hingga ke depannya. Tulisan di atas selebaran itu juga terlihat jelas.
Itu adalah selebaran tentang penjualan sebuah bengkel mesin.
Hati Erick seketika tergerak, lalu dia diam diam berkata, "Aku sudah belajar mengelas dan mengoperasikan mesin bubut di lokasi konstruksi. Kebetulan aku punya sedikit uang di tangan, kenapa tidak coba buka bengkel sendiri saja? Kalau kerja di lokasi konstruksi, aku hanya akan menjadi pekerja paruh waktu selamanya. Tapi, kalau buka bengkel sendiri, mau untung banyak atau sedikit, bosnya aku sendiri. Terlebih lagi, mataku punya kemampuan yang sangat istimewa. Aku pasti bisa melakukannya dengan lebih baik dari sebelumnya."
Setelah berpikir seperti itu, Erick pun menjadi antusias. Dia ingin menghampiri dan bertanya pada lelaki tua itu.
"Erick, apa yang kamu lakukan?" Ruki memanggilnya dan berkata, "Cepat ke sini dan pesan makanan. Aku sudah lapar. Habis makan, kamu harus temani aku beli baju, cepatlah."
Erick menghela napas perlahan, lalu dia diam diam mengingat informasi kontak dan alamat di selebaran. Kemudian dia masuk ke restoran taliwah.
Selesai makan, Ruki ingin membawa Erick menemaninya pergi beli baju. Erick sedang pusing mencari alasan untuk menolaknya. Akan tetapi, Ruki tiba tiba menerima telepon dari kantor polisi yang memintanya untuk pergi menangani kasus dadakan.
"Sial banget, orang masih liburan juga. Bagaimana mereka bisa menyuruh aku kembali bekerja?" gerutu Ruki yang kesal setelah menerima telepon.
Erick terkekeh dan berkata, "Kamu adalah Ketua sekarang. Lebih baik kamu segera pergi menangani kasus saja, pekerjaan lebih penting."
"Kalau begitu bagaimana caranya kamu pulang?" tanya Ruki, "Bagaimana kalau aku antar kamu pulang dulu, setelah itu aku baru kembali ke kantor polisi."
Erick menjawab, "Tidak usah, lagi pula tidak jauh juga. Aku pulang dengan jalan kaki saja."
"Baiklah, aku pergi dulu. Ingat ya, besok temani aku pergi beli baju." Ruki menunjuk hidung Erick dan berkata, "Jangan cari alasan untuk menolak, alasan apapun itu tidak ada gunanya."
Erick, "..."