Bab 12 Pengelasan Sempurna
Terik sinar mentari di siang hari menyinari seluruh jalan besar dan kecil. Berjalan di mana pun terasa seolah olah sedang dikukus di dalam tungku. Di tengah terik mentari yang menyengat, Erick akhirnya menemukan pemberitahuan pengalihan Bengkel Mesin. Bengkel itu berada di suatu jalan kuno di gang kecil. Yang berhadapan di seberang pintu adalah jalan Ericka besar, sehingga transportasi sangat praktis.
Pada gerbang Bengkel Mesin juga tertempel pemberitahuan pengalihan bengkel yang sama. Pria tua yang menempel pemberitahuan pengalihan bengkel di tiang utilitas pada siang hari tadi sedang membereskan barang di dalamnya. Dia tidak memperhatikan Erick yang sedang melihat lihat ke dalam.
Erick mengamati keadaan bengkel ini dengan tenang. Dia merasa letak bengkel ini sedikit terpencil, tapi kendaraan dan orang yang berlalu lalang cukup banyak. Di dalam bengkel terdapat sebuah mesin bubut CS6140B merek Ayam Emas, tampaknya masih cukup baru. Dulu, Erick pernah menggunakan mesin bubut semacam ini saat bekerja di pabrik mesin. Mesin ini ditujukan untuk suku cadang mesin kecil dengan akurasi dan efisiensi pemakaian yang cukup baik. Di dalam bengkel juga ada mesin las, pemotong silinder dan lainnya. Peralatannya juga termasuk lengkap. Jika dilihat dari kondisi bengkel, selama dia membuat penawaran dan membuat sedikit persiapan, dia sudah bisa memulai bisnis.
Setelah melihat perlengkapan dan peralatan di bengkel dan situasinya, Erick juga sudah memiliki sedikit gambaran di hatinya. Setelah itu, dia baru memasuki Bengkel Mesin.
Pada saat itu, pria tua itu baru menyadari kedatangan Erick. Dia memandang Erick, lalu bertanya mengujinya, "Anak Muda, apa kamu datang untuk memproses sesuatu?"
Erick menjawab, "Tidak, saya datang untuk berdiskusi dengan Anda. Saya melihat pemberitahuan pengalihan bengkel yang Anda tempel, kebetulan saya sedikit tertarik."
Pria tua itu seketika menampilkan senyuman tipis di wajahnya. "Ternyata kamu datang untuk mengambil alih kepemilikan bengkel ini. Baiklah, aku akan berdiskusi denganmu, silakan duduk."
"Tidak perlu, berdiri saja tidak apa apa." Erick tidak ingin dirinya terlihat menginginkan bengkel ini di mata pria tua itu. Jika demikan, Erick pasti akan merugi saat tawar menawar harga.
Pria tua itu berkata, "Baiklah, berdiri juga boleh. Anak Muda, siapa namamu?"
"Erick." Erick berkata, "Kalau Kakek?"
Pria tua itu tertawa. "Nama keluargaku Djuanda, kamu panggil aku Kakek Djuanda saja."
"Kakek Djuanda, kenapa Kakek tidak mengelola bengkel ini lagi?" tanya Erick.
"Kamu juga sudah melihatnya, aku sudah tua, tahun ini berusia 60 tahun. Aku sudah tidak sanggup mengelolanya.
Penglihatanku sudah menurun, saat memproses sesuatu untuk pelanggan, aku selalu melakukan kesalahan. Kalau begini terus, akan sangat membosankan. Aku ingin kembali ke kampung halamanku dan menjaga cucuku. Hehe, sudah bekerja keras seumur hidup, sudah saatnya aku menikmati hidup." Tampaknya Kakek Djuanda adalah orang yang ceria.
"Bagaimana dengan bisnis bengkel ini?" Erick bertanya lagi.
Kakek Djuanda menjawab, "Lumayan, selain biaya sewa, listrik, air dan pengeluaran lainnya, dalam sebulan juga bisa menghasilkan enam belas sampai dua puluh juta. Kalau bukan karena penglihatanku yang sudah menurun, aku benar benar agak tidak merelakan bengkel ini. Anak Muda, kalau keterampilanmu bagus, aku yakin bisnisnya akan semakin baik."
Erick berkata sambil tersenyum, "Kalau keterampilan untuk mengerjakan suatu keterampilan bagus, bisnisnya tentu saja tidak akan buruk. Kakek, kita tidak perlu berbelit belit lagi, saya ingin mengambil alih bengkel Kakek, berapa harga yang Kakek mau?"
Kakek Djuanda mengusap dagunya. "Hmm, begini saja...."
Tepat pada saat itu, seorang pria dan wanita berjalan masuk. Kakek Djuanda juga langsung menghentikan ucapannya.
Erick menilai nilai sepasang pria dan wanita itu. Pria itu berjas, dia berperawakan tegap dan berusia sekitar 30 tahun. Tubuhnya kekar, wajah dan sorot matanya terlihat ganas, memberikan kesan tidak bersahabat. Sementara itu, sang wanita kemungkinan berusia sekitar 25 atau 26 tahun, terlihat dewasa dan seksi. Begitu masuk, dia sudah mengerutkan alisnya, seolah olah lingkungan dan orang orang di sini membuatnya merasa tidak nyaman.
Pria berjas itu bertanya, "Siapa bos bengkel ini di antara kalian?"
Kakek Djuanda menjawab, "Aku. Maaf, kalian ada urusan apa?"
Pria berjas itu berkata, "Saya punya sebuah benda yang perlu dilas." Usia sang pria berkata, dia melayangkan sebuah pandangan kepada wanita seksi di sisinya.
Wanita seksi itu mengikuti arahan sang pria, dia membuka sebuah tas kerja yang ada di tangannya. Dia mengambil sebuah tas kain merah dari dalamnya, lalu membuka tas kain merah itu dan mengeluarkan benda yang terbungkus di dalam kain merah tersebut. Itu adalah sebuah kunci besi tuang yang sangat kuno, panjangnya kira kira 23 sentimeter. Ada motif aneh pada permukaannya. Kunci itu sudah patah menjadi dua bagian. Jika dilihat lihat, itu sudah tua. Entah apa yang membuat kunci itu patah.
"Anda bisa mengelasnya?" Wanita seksi itu bersuara, suaranya lembut dan merdu.
"Coba kulihat." Kakek Djuanda berjalan kesana dan mengulurkan tangannya untuk mengambil kunci besi tuang.
Pria berjas itu tiba tiba meraih pergelangan tangan Kakek Djuanda. "Benda ini sangat penting. Permintaan saya tidak semudah hanya mengelasnya begitu saja. motif di atas kunci ini tidak boleh ada kerusakan sedikit pun dan Anda juga harus mengelasnya dengan baik. Tidak boleh banyak, juga tidak boleh kurang, tidak boleh tinggi, juga tidak boleh rendah. Anda mengerti maksud saya? Kalau Anda mampu, Anda terima pekerjaan ini."
Kakek Djuanda tertegun sejenak, lalu dia berkata, "Tuan, permintaanmu ini terlalu tinggi. Aku khawatir aku tidak mampu mengerjakannya, lebih baik kamu cari orang lain saja."
Pria berjas itu berkata, "Saya sudah mendengar Anda memiliki keterampilan terbaik di wilayah ini. Kalau Anda bisa membantu saya mengelas kunci ini sesuai dengan permintaan saya, saya akan memberi Anda sepuluh juta."
"Se... sepuluh juta?" Kakek Djuanda terkaget kaget.
Dia membuka bengkel ini selama sebulan saja, jika dikumpulkan baru bisa mendapatkan delapan belas hingga dua puluh juta saja. Mengelas sebuah kunci saja sudah bisa mendapatkan sepuluh juta, upah pekerjaan ini benar benar menggiurkan.
"Apa kamu bisa?" Pria berjas itu kembali mengeluarkan dua buah kunci besi tuang dari dalam tas kerja yang ada di tangan sang wanita. "Kalau kamu berhasil, kamu boleh mengelas satu dulu. Kalau menurutku oke, kamu boleh menerima pekerjaan ini."
Besi tuang di tangan pria berjas itu juga ada motif yang sejenis, meliuk liuk, tampaknya sangat rumit.
Kakek Djuanda memandangnya sekilas, lalu berpikir sejenak. Akhirnya dia tetap menggeleng gelengkan kepalanya. "Upah yang kamu berikan sangat menggiurkan, tapi permintaanmu benar benar terlalu tinggi. Meskipun aku masih memiliki penglihatan sama seperti saat aku muda, aku juga tidak berani menerima pekerjaanmu, apalagi sekarang. Aku sudah tua, aku tidak berani menerima pekerjaanmu. Kamu cari orang lain saja."
"Mencoba saja tidak berani, bengkel apa yang Anda buka?" Pandangan wanita seksi itu penuh dengan hinaan.
Perkataan ini tidak enak didengar, tapi Kakek Djuanda malah menerimanya secara diam diam. "Maaf, aku sungguh tidak sanggup. Kalian cari orang lain saja."
Pria berjas itu mendengus dingin. "Lebih baik bengkel ini tutup secepatnya, bengkel apaan ini?!"
Kakek Djuanda tidak mudah emosi, dia juga menerima perkataan pria itu secara diam diam.
Saat ini, Erick berkata, "Coba kulihat."
"Kamu siapa?" Pria berjas itu menatap Erick. Tersirat rasa sedikit waspada di sorot matanya.
Kakek Djuanda juga ikut berkata, "Sebenarnya aku memang benar benar tidak berencana melanjutkan bengkel ini, dia datang untuk mengambil alih bengkelku ini. Aku tidak sanggup, mungkin saja dia mampu, kamu bisa mencoba memperlihatkannya padanya."
"Kamu bisa?" Pria berjas itu sangat tidak percaya dengan keterampilan Erick. Baginya, Erick hanyalah seorang bocah ingusan yang berusia 20 an tahun. Keterampilannya pasti masih kurang.
Erick menjawab, "Aku harus mencobanya dulu, baru tahu bisa atau tidak. Aku akan melakukan pengelasan pada dua kunci besi tuang itu dulu. Kamu putuskan setelah melihatnya."
Pria berjas dan wanita seksi itu saling bertukar pandang. Pria berjas itu menyerahkan dua kunci besi tuang kepada Erick.
Erick mengambil dua kunci besi tuang dulu, lalu mengamati sejenak motif di atasnya dan juga ketebalan besi tuang. Kemudian, dia berjalan ke mesin las dan mengaktifkannya. Setelah itu, dia meletakkan menara solder ke sebuah batang las besi tuang.
"Kamu bisa tidak? Kalau tidak bisa, jangan mengerjakannya," kata wanita seksi itu. Dia juga tidak percaya dengan keterampilan Erick.
Erick tidak bersuara, dia mengambil pelindung mata dan langsung mulai mengelas.
Tidak sulit untuk mengelas potongan besi cor. Siapa pun dapat membakar dan mengelas, bahkan tidak ada kekurangan sedikit pun. Namun, tidak semua orang bisa berhasil. Dengan tingkat kesulitan seperti ini, bahkan tukang las senior saja tidak berani mengatakan bahwa mereka dapat mengelas dengan baik.
Alasannya sangat sederhana. Saat mengelas, mata orang tidak dapat melihat celah dan garis yang diselimuti oleh cahaya yang kuat. Celah juga dapat dilas dengan baik berdasarkan pengalaman, tetapi garis tidak dapat dilas dengan pengalaman, harus melihat dengan mata kepala sendiri baru bisa.
Bagi tukang las biasa, ini adalah sebuah masalah yang sulit diselesaikan. Namun, bagi Erick, ini malah menjadi pekerjaan yang santai. Mata kirinya dapat menembus pelindung mata, dia bisa melihat motif di atas besi tuang dengan jelas.
Sring, sring, sring....
Sinar menyilaukan yang terpancar dari menara solder. Pria berjas, wanita seksi dan Kakek Djuanda tidak berani melihat sinar itu secara langsung. Namun, dengan melemahnya pelindung mata, Erick malah menatap lurus ke tengah cahaya dengan mata kirinya. Celah dan motif muncul dengan jelas di matanya. Menara solder yang berada di tangannya bergerak dengan ringan, mengelas celah dan motif di atas besi tuang dengan baik.
"Kamu bisa tidak, sih?" Wanita seksi itu berkata mengomelinya, "Kurasa dia hanya berakting."
"Lebih baik dia jangan mempermainkanku, kalau tidak ........" Pria berjas tidak melanjutkan ucapannya, tapi nada bicaranya sangat ketus.
Erick berpura pura tidak mendengar ucapan kedua orang itu. Dia bersedia untuk mengerjakan pekerjaan ini bukanlah karena menginginkan uang sepuluh juta, melainkan ingin mencoba efek menggunakan kemampuan mata kirinya pada lingkup pekerjaannya. Selain itu, dia juga ingin mengambil alih bengkel ini, dia tidak ingin setelah kedua orang itu meninggalkan tempat ini, mereka akan mengatakan bahwa bengkel ini buruk atau ucapan sejenisnya.
Beberapa menit sudah berlalu. Erick meletakkan menara soldernya.
Pria berjas dan wanita seksi ikut mendekat dan melihat permukaan besi tuang.
Kedua besi tuang sudah dilas, di atas celahnya tidak ada kecacatan sedikit pun. "Setiap motif di permukaan besi tuang sudah dirapikan. Di antara celah hanya terlihat satu bekas las, tapi bekasnya sangat halus, tidak kebanyakan, juga tidak ketinggian. Ini sama seperti menggunakan lem!"
Tanpa diragukan lagi, ini merupakan pengelasan yang sempurna!
Pria berjas, wanita seksi dan juga Kakek Djuanda tercengang. Mereka terdiam cukup lama.
Erick bertanya, "Aku sudah selesai mengelasnya, apa kalian puas?"
Pria berjas itu tersadar dari lamunannya, wajahnya pun menampilkan sebuah senyuman. "Hehe, tukang kecil memiliki keterampilan yang bagus. Jujur saja, sebelum datang kemari, aku sudah pernah bertemu dengan tukang las, dia saja tidak mampu mengelas dengan baik, tapi tak disangka aku malah menemukan seorang ahli di bengkel kecil seperti ini. Begini saja, kamu bantu aku mengelas kunci ini, aku akan menambahkan dua juta untuk ongkosnya."
Erick malah tertawa. "Maaf, aku tidak bilang kalau aku mau membantumu mengelas kunci. Aku hanya membantumu mengelas dua lempengan besi tuang ini dan ini gratis."
"Kamu ...." Wajah pria berjas itu menampilkan amarah dalam sekejap. Namun, dia segera menahannya. Wajahnya penuh dengan senyuman. "Hehe, Master Kecil, untuk apa berbuat begini? Kalau kamu merasa upah yang kuberikan terlalu sedikit, kita bisa mendiskusikannya, 'kan? Begini saja, kamu yang membuka harga saja."
Erick berkata, "Tadi kalian juga sudah mendengarnya, aku bukanlah pemilik bengkel ini, aku hanya datang untuk mendiskusikan pengambilan alih bengkel ini."
Wanita seksi itu datang ke hadapan Erick, lalu dia berkata dengan suara yang manis dan lembut, "Master Kecil, kamu bantu sajalah. Kamu bantu Kakak mengerjakannya, Kakak tidak akan merugikanmu."
Suara yang membuat orang meleleh ini, serta tubuh yang seksi, semua ini adalah godaan. Mata kiri Erick sedikit berkedut. Pakaian wanita seksi itu bagaikan embun di pagi hari yang menghilang. Erick juga seketika terpaku sejenak. Keringat membasahi kepalanya. Wanita ini sangat terbuka, dia tidak mengenakan apa pun di dalamnya.
"Boleh, ya?" Tangan wanita seksi itu tergantung di pundak Erick dan sedikit menggoyangnya.
Erick ikut mundur selangkah, dia berkata, "Boleh saja kalau mau aku mengerjakannya, tapi kalian harus minta maaf pada Kakek Djuanda atas semua ucapan yang tidak enak didengar yang sudah kalian lontarkan."
Bibir pria berjas itu sedikit berkerut, tapi dia mematuhinya dan meminta maaf pada Kakek. "Kakek Djuanda, ya? Maaf, tadi kami sudah melakukan kesalahan, mohon terima permintaan maaf kami."
"I... itu tidak masalah, hehe," kata Kakek Djuanda sambil tertawa, lalu dia melirik Erick dengan rasa terima kasih.
"Berikan padaku." Erick mengulurkan tangannya.
Wanita seksi menurutinya dan menyerahkan kunci besi tuang di dalam tas kain merah kepada Erick dengan tatapan yang penuh harap.
Erick sekali lagi berjalan ke depan mesin las dan mengambil menara solder dan pelindung mata. Dia bisa mengelas dua lempengan besi tuang tadi, maka dia juga bisa mengelas kunci ini dengan baik.