Bab 1 Backstreet

Pregnant Senyum lebar menghiasi wajah perempuan cantik bernama Hanna Kartika Aledra. Ia tak pernah mengira jika pada akhirnya dirinya mengandung buah cintanya dengan laki-laki yang paling dicintainya. Ya, akhirnya ia akan menjadi seorang ibu muda sesuai dengan cita-citanya. Kini tanpa banyak mengulur waktu lagi, Hanna segera keluar dari kamar mandi dan mengambil tasnya. Ia segera keluar dari apartemennya untuk menuju ke apartemen pacarnya, Aditya Birawa Aji. Sepanjang perjalanan di dalam kereta menuju ke apartemen Adit, senyum terus menghiasi wajah Hanna. Ia tahu bahwa dirinya dan Adit sama-sama serius dengan hubungan ini, karena itu Hanna yakin jika Adit juga akan bahagia mendengar kabar tentang kehamilannya. Saat sampai di apartmen Adit, Hanna langsung memencet bel dan tidak lama setelahnya seorang perempuan berambut pirang yang belum pernah ia lihat di hidupnya muncul di sana dengan tubuh berbalut lingerie tipis berwarna hitam. Tak ada sepatah katapun yang bisa Hanna katakan selain melihat nomer apartemen yang ia bunyikan belnya dan ternyata ia tidak salah. Ini adalah apartemen Adit. Dengan kesabaran yang setipis tisu dan pikiran yang sudah melayang ke mana-mana, Hanna mencoba bertanya kepada perempuan itu di mana Adit berada? Begitu ia mengetahui jika Adit sedang tidak ada di apartemen, Hanna tidak bisa percaya begitu saja. Ia langsung menerobos masuk dan yang ia temukan adalah teman kuliah laki-lakinya yang sedang naked di dapur. Seketika Hanna berteriak dan langsung keluar dari apartemen ini. Hanna mengatur napasnya kala ia sudah berhasil sampai di dekat lift. Sepertinya ia telah berlebihan mencurigai pacarnya. Kini ia mencoba menelepon Adit yang ternyata nomer teleponnya sedang tidak aktif. Ke mana pula pacarnya ini berada saat ini? Tidak biasanya Aditya pergi tanpa pamit apalagi sampai mematikan handphonenya. Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda, Adit sedang bersama kedua orangtuanya yang tiba-tiba mampir berkunjung pagi ini sebelum pulang ke Indonesia. Ia bersyukur karena Hanna semalam tidak menginap di apartemennya sehingga orangtuanya tidak mengetahui kelakuan bejatnya yang sering membawa pacarnya ke apartemen bahkan menginap sesekali. Jangan tanya apa yang mereka lakukan di sana. Tentu saja selain mengobrol, menonton film, sesekali juga mereka beradu gulat di atas ranjang. "Kamu belum punya pacar, Dit?" Tanya sang Mama saat mereka berada di mobil untuk menuju ke bandara. Pertanyaan sang Mama membuat Adit tersenyum. Ia tahu bahwa dirinya menyukai lalu mencintai Hanna sejak petama kali mereka bertemu di acara pensi yang diadakan di sekolah Hanna ketika mereka masih SMA. Karena rasa cintanya pada perempuan itu, Adit memilih merubah rencana sekolah lanjutannya yang awalnya di Inggris menjadi ke negara Amerika Serikat. Sayangnya, untuk jujur kepada keluarganya, ini belum saatnya. Terlebih selama dua tahun ia dan Hanna berpacaran, Hanna belum jujur kepada keluarganya tentang hubungan mereka. Adit berpikir apa yang Hanna lakukan juga akan ia lakukan. Toh mereka masih berusia 19 tahun saat ini. Masa depan mereka masih panjang dan tidak perlu terburu-buru untuk melangkah ke jenjang selanjutnya. Minimal mereka harus sama-sama lulus dari universitas lalu bekerja untuk mencari pengalaman sebelum memutuskan menikah. Adit ingin membuktikan kepada orang-orang bahwa ia mampu berdiri di atas kakinya sendiri tanpa bantuan dari keluarganya. Adit tahu bahwa Hanna pasti akan mengerti dengan pilihannya ini dan mendukungnya. "Memangnya kenapa sih, Ma?" "Ya penasaran aja. Masa anak Mama yang ganteng dan pintar ini sudah jauh-jauh ke Amerika masih enggak dapat pacar juga." "Memangnya kalo aku punya pacar sekarang, Mama sama Papa bakalan kasih restu?" "Sejujurnya enggak sebelum kamu menyelesaikan pendidikan kamu dulu. Mama ngeri banget bayanginnya kalo anak Mama satu-satunya ini gagal dalam pendidikan. Padahal untuk menggantikan posisi Papamu kelak, pendidikan kamu akan menjadi salah satu syarat penting selain pengalaman. Jangan sampai si Dana yang ambil alih semua ini. Mama enggak rela, Dit." Adit tersenyum mendengar jawaban jujur sang Mama. Ia tahu bahwa ibunya bukan seorang ibu yang memberikan kebebasan kepada anaknya untuk memilih segala sesuatunya sendiri. Adit baru merasakan kebebasan dan kehidupan yang sebenarnya saat ia tinggal di Amerika, jauh dari keluarganya. Di sini tidak ada yang peduli latar belakang keluarganya apalagi menyoroti kehidupannya dengan mikroskop. Ia bebas berteman dengan siapa saja. Bahkan temannya bebas berkunjung serta menginap di apartemennya. Kini saat Adit sudah sampai di bandara, ia segera mengajak kedua orangtuanya turun. Layaknya orangtua yang akan tinggal jauh dari anaknya untuk beberapa waktu, banyak sekali wejangan yang diberikan Mama dan Papanya untuknya. Adit sampai hafal di luar kepala. Mulai dari jangan asal bergaul, jangan banyak mengunjungi tempat hiburan malam hingga jangan sampai melakukan sex bebas. Untuk pesan yang terakhir ini, Aditya tidak bisa menyetujuinya karena sejak merasakan kenikmatan surga dunia untuk pertama kali di hidupnya setahun yang lalu, ia tak pernah bisa berhenti untuk terus merasakan kenikmatannya. Apalagi ia melakukannya dengan orang yang paling ia cintai dan berharap Hanna adalah orang pertama dan terakhir untuknya. Begitu selesai mengantar kedua orangtuanya, Adit segera menghidupkan handphone dan beberapa panggilan tak terjawab masuk ke handphone miliknya dari Hanna. Takut ada sesuatu yang penting, Adit segera menghubungi pacarnya itu. Tak perlu menunggu lama, Hanna langsung mengangkatnya. "Hallo, Han? Are you okay?" "No." "What happened?" "Sejak kapan Luke ada di apartemen kamu sama pacarnya?" "Sepertinya setelah jam sembilan pagi. Karena dia bilang ingin mampir sebentar tapi aku enggak bisa temani dia." "Kamu di mana?" "Ada urusan sebentar di luar tadi." "Apa kita bisa bertemu? Ada hal penting yang harus aku bicarakan sama kamu dan enggak bisa ditunda-tunda lagi." "Okay. Kamu mau ketemu di mana?" "Apartmen aku aja. Aku capek kalo harus balik ke apartemen kamu." Seperti biasa, sebelum menutup sambungan telepon itu, Adit mengucapkan salam perpisahannya dengan kecupan jauh yang membuat Hanna tersenyum. Tak pernah Hanna sangka jika laki-laki yang dulu ia kenal dingin dan terlihat tak tertarik pada lawan jenisnya bisa berperilaku seperti ini ketika mereka sudah berpacaran. Dulu Hanna kira Adit hanya akan melakukan hal ini di awal-awal hubungan mereka, tapi ternyata sampai tahun kedua hubungan mereka ini, Adit masih memperlakukannya dengan sama. Adit bahkan memilih untuk merubah rencana universitas yang akan dia masuki agar mereka bisa terus bersama-sama. Lebih dari itu semua tinggal jauh dari keluarga membuat mereka bisa merasakan pacaran seperti orang lain tanpa harus sembunyi-sembunyi sekedar untuk berkencan dan makan di luar. Aditya, sosok laki-laki yang selalu berada di sisinya sejak ia tinggal jauh dari keluarga. Meskipun keluarganya berasal dari kalangan affluent society, namun Mama dan Papanya belum memberikan fasilitas mobil seperti yang Aditya dapatkan saat berada di sini. Mama dan Papanya tetap membiarkan ia menaiki kereta dan angkutan umum selama berada di negeri orang. Karena usia mereka masih tergolong muda, Adit pun jarang menggunakan mobilnya jika tidak ada sesuatu yang penting. Biasanya mereka akan menaiki bus atau kereta bersama. Bagi Hanna hal-hal sederhana seperti ini lebih berarti baginya karena ini tidak mungkin ia lakukan jika berada di Indonesia. Baik orangtuanya dan orangtua Adit pasti melarang mereka. Selama masih SMA dulu saja mereka harus berkencan dengan sembunyi-sembunyi. Jika ingin nonton, mereka langsung bertemu di dalam bioskop, begitupula jika ingin makan bersama. Mereka akan langsung bertemu di cafe atau tempat makan. Bukan tanpa alasan ia melakukan itu. Semua ia lakukan karena orangtuanya masih belum memberikan lampu hijau untuk berpacaran. Siapa sangka jika kebiasaan ini keterusan hingga ia tinggal di Amerika. Di sini ia tidak perlu takut Mama dan Papanya akan mengetahui hubungannya dengan Adit. Kini saat sudah sampai di apartemennya lagi, Hanna segera merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang ada di depan televisi. Ia sibuk membayangkan bagaimana bahagianya Aditya saat mengetahui jika sebentar lagi mereka akan menjadi orangtua. Ia pastikan bahwa kehadiran sang anak tidak akan membuat pendidikan mereka berdua terganggu. Hanna juga yakin bahwa Adit akan dengan senang hati berbagi peran orangtua dengan dirinya. Ia ingin melahirkan anaknya di negara ini karena dengan begitu, anaknya bisa mendapatkan kewarganegaraan Amerika. Hanna yakin untuk membesarkan anak ini bersama dengan Adit meskipun mereka harus mulai mencari pekerjaan sampingan untuk menghidupi anak mereka. "Sayang, nanti kita ke dokter sama Papa, ya? Kita cek kondisi kamu di dalam," ucap Hanna sambil mengelus perutnya. Beberapa saat kemudian, Hanna memilih segera pergi ke dapur dan mengambil lasagna yang ada di dalam kulkas. Ia panaskan di dalam oven beberapa saat. Ia tahu bahwa Adit cukup menyukai masakan yang ia buat selama ini. Mereka juga sering bebelanja bersama lalu memasak di aparemen untuk menghemat pengeluaran. Rasanya kehidupan yang ia jalani bersama Adit sudah seperti pasangan pengantin baru. Hanya saja mereka tidak sering tinggal seatap bersama. Selesai menghangatkan lasagna, Hanna menaruhnya di atas meja makan. Ia segera pergi ke kamar untuk berganti pakaian dengan pakaian rumahan yang lebih nyaman. Lima belas menit kemudian, bel pintu apartemen berbunyi. Cepat-cepat Hanna berjalan menuju ke arah pintu dan membukanya. Sosok Aditya berdiri di sana dengan pakaian serba hitam yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih. Seperti biasa, Adit langsung memeluknya dan memberikan kecupan di kening. "Kamu dari mana?" Tanya Hanna saat Adit sudah mengurai pelukannya. "Ada urusan sebentar di luar. Kenapa? Kamu curiga aku selingkuh?" Pertanyaan Aditya membuat Hanna tertawa. Ia tak menyangka jika Adit akan bisa membaca pikirannya meskipun ia sering kali tidak mengatakannya. Baginya Adit bukan hanya pacar namun juga sahabat dan musuhnya. Bersama Adit kehidupannya sebagai anak tunggal tidak teerasa sepi lagi. Adit yang senasib dengan dirinya membuatnya merasa tidak sendiri menaggung beban untuk menjadi seorang penerus bisnis keluarga. Hanna memilih berjalan lebih dulu meninggalkan Aditya untuk menuju ke dapur. Ia ambilkan segelas air putih untuk Adit dan ia taruh di meja makan. "Awalnya iya. Aku kira kamu kecantol cewek bule yang ada di apartemen kamu." Adit tertawa mendengar hal itu. Tidak ia sangka jika Hanna yang biasanya cukup cuek dan tidak mempedulikan hal ini akan menanyakannya. "Hmm.. . ada apa gerangan sampai kamu begini?" Hanna tersenyum dan ia meminta Adit untuk menunggu di meja makan. Ia pergi ke kamar untuk mengambil sesuatu. Adit cukup heran dan sedikit penasaran dengan apa yang Hanna minta padanya. "Dit?" panggil Hanna yang membuat Adit menoleh. Seketika mata Adit membelalak lebar kala melihat sebuah testpack ada di tangan Hanna. Wajah Hanna tampak bahagia saat menunjukkan testpack itu. Adit masih diam kala Hanna memeluknya dan mengatakan bagaimana bahagianya dirinya ketika mengetahui jika ada calon anak mereka berdua di dalam rahimnya. Satu hal yang Adit sadari saat ini. Ia harus men-delete buah cintanya dengan Hanna sesegera mungkin sebelum perut Hanna semakin besar. ***
Pengaturan
Latar belakang
Ukuran huruf
-18
Buka otomatis bab selanjutnya
Isi
Bab 1 Backstreet Bab 2 Mari Hapus Masalah Kita Bab 3 Diusir Bab 4 Kartu Nama Untuk Hanna Bab 5 Malaikat Tak Bersayap Bab 6 Hari Apes Itu Ternyata Ada Bab 7 Mari Sembunyikan Dia Bab 8 Pekerjaan Baru Bab 9 Golongan Darah Berbeda Bab 10 Djiwa Raga Semesta Bab 11 Tamu tak diundang Bab 12 Dia mau datang melayat Bab 13 Lobby Hotel Bab 14 Cerita kepada sahabat appBab 15 Kejutan Dari Raga appBab 16 Surat Wasiat Arman appBab 17 Mama di Jakarta, aku di Surabaya appBab 18 Andai aku jadi kamu appBab 19 Takut Raga Kecewa appBab 20 Suami Halu appBab 21 Setuju Pindah ke Jakarta appBab 22 Sekolah Raga appBab 23 Mencoba menutupi kenyataan appBab 24 Ternyata Dana Berbohong appBab 25 Konsultasi Hukum dengan Elang appBab 26 Mengkhawatirkan Mama appBab 27 Depan Sekolah Raga appBab 28 Insiden Pagi di Kantor Dana appBab 29 First Meet Elang with Hanna appBab 30 Berjalan Sesuai Rencana appBab 31 Damai Bersyarat appBab 32 Memberitahu kenyataan yang sebenarnya appBab 33 Menolak Beasiswa appBab 34 Bandara appBab 35 Dia anak kamu! appBab 36 Rumah Sakit appBab 37 Dia tahu dari siapa? appBab 38 Informasi tentang Hanna appBab 39 Kantor Hanna appBab 40 Jujur kepada Lisa appBab 41 Memberitahu Yudhis appBab 42 Konfilk di pertemuan pertama appBab 43 Harus Minta Izin Raga Dulu appBab 44 Terbiasa Mandiri appBab 45 Semua Salah Aku appBab 46 Jangan buru-buru appBab 47 Meminta keterangan dari Dana appBab 48 Surat Pengunduran Diri Dana appBab 49 Nasib Sial Malik appBab 50 Ini Semua Permintaan Raga appBab 51 Jadi Papaku ya, Om? appBab 52 Gosip Panas di Kantor appBab 53 Bertemu Pradnya appBab 54 Rencana Ulang Tahun Perusahaan appBab 55 Ulang Tahun Aledra Group appBab 56 Acara Lelang appBab 57 Kebohongan Besar Untuk Menutupi Kenyataan appBab 58 Sudah Tahu Sejak Lama appBab 59 Curhatan Hanna appBab 60 Berkenalan dengan Lapak Dosa appBab 61 Curhatan Raga Kepada Elang appBab 62 Usaha Membuat Orangtua Adit Ilfeel appBab 63 Akhirnya aku tidak nyaman sendiri appBab 64 Informasi Kegiatan Hari Ayah appBab 65 Makan Malam Pertama appBab 66 Mencoba meminta kesempatan appBab 67 Saya Ayahnya Raga appBab 68 Perjalanan ke Lembang appBab 69 Act of Service appBab 70 Sekamar Bersama Adit appBab 71 Apakah ini yang aku rindukan? appBab 72 Bersilaturahmi di Atas Ranjang appBab 73 Pembukaan Acara appBab 74 Tidak Mau Tidur Seranjang appBab 75 Pengakuan kepada Raga appBab 76 Ajakan Nongkrong appBab 77 Nongkrong Bersama Penghuni Lapak Dosa appBab 78 Tentang Permintaan Dinner appBab 79 Perdebatan di Dapur Rumah Hanna appBab 80 Bersedia yang bersyarat appBab 81 Mari bicara baik-baik appBab 82 Terpaksa Mengintimidasi dan Mengancam appBab 83 Pecel Lele appBab 84 Adit Sakit appBab 85 Penthouse Adit appBab 86 Opname appBab 87 Tidak Harus Cincin appBab 88 Perasaan Khawatir appBab 89 Hujan, Guntur dan Petir appBab 90 Bukan Seperti Ini Yang Aku Mau appBab 91 Tentang Lean yang harus kamu tahu appBab 92 Mari Kita Menyombongkan Adit di Depan Raga appBab 93 Villa Adit appBab 94 Khayalan kita jadi kenyataan appBab 95 Omelan Elang untuk Raga appBab 96 Ternyata Kita Bisa Akur appBab 97 Alergi Udang appBab 98 Maaf Terlalu Overthingking Selama Ini appBab 99 Tulus Atau Napsu appBab 100 Kenapa Adit Marah? appBab 101 Aku Cemburu appBab 102 She said Yes appBab 103 Menginap di Penthouse Adit appBab 104 Pagi bersama Hanna appBab 105 Perdebatan Hanna dengan Shinta appBab 106 Adit vs Shinta appBab 107 Menghajar Teman Sekolah appBab 108 Di depan temannya dan di depanku berbeda appBab 109 Merasa dibohongi appBab 110 Ternyata Kamu Juga Tahu appBab 111 Mabuk appBab 112 Setelah mabuk appBab 113 Undangan Untuk Shinta appBab 114 Akhirnya dia panggil aku Papa appBab 115 Satu Bantuan appBab 116 Mengalah pada pilihan Adit appBab 117 Time So Fast appBab 118 Operasinya Berjalan Lancar appBab 119 Namanya saja Lapak Dosa appBab 120 Peringatan dari Adit untuk Bejo appBab 121 Selamat Jalan, Ma appBab 122 Mari Kita Buat Mama Bahagia appBab 123 Kamar romantis yang sia-sia appBab 124 Suka Lupa Tempat appBab 125 Menunggu satu tahun lagi appBab 126 Nikah dan kawin itu berbeda appBab 127 Jangan Keterlaluan Jadi Orangtua appBab 128 Lingerie Satin di Pagi Hari appBab 129 Hanna yang terlalu kolot appBab 130 Manjanya ke Papa Aja appBab 131 Satu Hari bersama Hanna dan Raga appBab 132 Pinangan di Hutan Pinus appBab 133 Elang Galau appBab 134 Mencari tahu mengenai masa lalu appBab 135 Pengunduran diri Bejo appBab 136 Ruang Makan Rumah Elang appBab 137 Kembali ke Perusahaan appBab 138 Sebagai Relasi Bisnis appBab 139 Menemani Raga appBab 140 Bikin Mama Cemburu appBab 141 Suasana Pagi di Guest House appBab 142 Piknik appBab 143 Mencari Surat Pengantar Nikah appBab 144 Mencoba Memahami Keinginan Lisa appBab 145 Bertemu Dengan Vendor WO appBab 146 Mari Kita Diskusikan Berdua appBab 147 Menemani Wilson Berduka appBab 148 Pemakaman Chava appBab 149 Demi Wilson Rela Tinggal di Penthouse appBab 150 Kita Sandiwara Aja appBab 151 Permintaan Mama dan Papa appBab 152 Bekerja Sekaligus Prewedding appBab 153 Kabar Bahagia Mendadak appBab 154 Sederhana Tapi Berkesan appBab 155 Goa Jomblang appBab 156 Kalisuci Cave Tubing appBab 157 Andai Dia Ada di Sini appBab 158 Dapat Restu Tinggal Bersama Wilson appBab 159 Pertemuan terakhir sebelum dipingit appBab 160 Liburan Tanpa Pasangan appBab 161 Sah appBab 162 Hari Pertama Jadi Suami Istri appBab 163 Resepsi Pernikahan appBab 164 Diskusi Anak dan Orangtua appBab 165 Honeymoon app
Tambahkan ke Perpustakaan
Unduh Aplikasi
Joyread
Bab selanjutnya
Joyread
UNION READ LIMITED
Room 1607, Tower 3, Phase 1 Enterprise Square 9 Sheung Yuet Road Kowloon Bay Hong Kong
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta