Bab 7 Mari Sembunyikan Dia

Dana keluar dari coffee shop itu dengan wajah lelah karena meeting kali ini berjalan selama 3 jam lebih. Ia bahkan harus melewatkan jam makan siangnya. Kini saat ia keluar dari coffee shop ini dan mencari sosok Sanusi, rasa kesalnya mulai muncul. Bagaimana bisa Sanusi meninggalkan mobil di parkiran coffee shop sedangkan Sanusi sendiri lenyap tak tampak batang hidungnya. Kini Dana mulai menelepon handphone Sanusi yang harus ia ulangi sebanyak tiga kali sebelum akhirnya telepon itu diangkat. "Pak San di mana? Saya sudah selesai meeting ini?" "Maaf, Pak Dana... Saya ada di rumah sakit sekarang." Satu detik... Dua detik.... Tiga detik.... Dana terdiam karena terkejut dengan informasi yang diberikan Sanusi ini. "Rumah sakit? Bapak ngapain di rumah sakit?" Bukannya jawaban yang Dana dapatkan tetapi justru isakan tangis yang terdengar kali ini. Kelakuan Sanusi ini berhasil membuat Dana overthinking dan cemas secara mendadak. "Pak... Bapak ngapain di rumah sakit?" Dengan suara terisak, Sanusi menjawab Dana, "Mbak... Mbak Hanna, Pak... gara-gara saya manggil-mangil, dia jadi panik dan akhirnya kecelakaan. Sekarang saya temani dia di rumah sakit." Astaga... Dana tak pernah mengira jika Sanusi sampai seperti ini hanya karena mendengar cerita anak majikannya yang sedang dirundung kemalangan ini. Kini Dana menanyakan nama rumah sakit tempat Hanna di rawat. Setelah mendapatkan alamat itu, Danna segera mencari taxi untuk menyusul Sanusi. Lokasi rumah sakit yang tidak terlalu jauh dari cafe membuat Dana hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit untuk sampai di lokasi ini. Saat sampai lobby rumah sakit, Dana kembali menghubungi Sanusi dan menanyakan di mana ia berada? Saat mendapatkan informasi di mana ruang perawatan Hanna tempat Sanusi berada saat ini, Dana segera menuju lift untuk menuju ke lantai empat. Saat ia keluar dari lift, Sanusi sudah menunggunya dan langsung menghampirinya. Wajah laki-laki berusia 50 tahunan ini tampak sedih. Segera saja Dana mengajak Sanusi duduk di kursi yang tidak jauh dari tempat mereka berada saat ini. "Terimakasih pak Dana sudah mau datang ke sini." Dana tersenyum dan ia hanya menepuk pelan pundak Sanusi sebanyak tiga kali. "Saya mau minta maaf ke bapak karena sepertinya selama mbak Hanna dirawat di rumah sakit ini, saya tidak bisa bekerja. Saya ikhlas jika bapak mau mencari driver lain untuk menggantikan tugas saya." Dana cukup terkejut dengan penuturan Sanusi ini. "Kenapa bapak berpikir seperti itu?" Sanusi tiak menjawab namun air mata yang keluar dari matanya membuat Dana tahu jika ada sesuatu yang berat sedang dipikul oleh supir pribadinya ini. "Saya akan menjaga mbak Hanna dan calon anak yang ada di dalam rahimnya. Hampir saja mbak Hanna kehilangan calon anaknya karena kelakuan saya. Saya sudah berjanji pada diri saya untuk menjaganya seumur hidup saya." Dana tersenyum. Meski ia tidak mengenal sosok Hanna, namun ada rasa iri dihatinya karena Hanna berhasil mendapatkan orang yang benar-benar setia meskipun itu bukan pacar atau keluarga. "Boleh saya bertemu dengan Hanna?" Sanusi menganggukkan kepala. Ia segera berdiri dan mengajak Dana menuju ruangan Hanna di rawat. Sebuah ruangan berisi empat buah kamar tidur yang tiga diantaranya sedang kosong membuat Dana bisa melihat jika Hanna sedang tertidur di sana. Awalnya Dana merasa biasa saja namun semakin ia dekat dengan ranjang tempat Hanna terbaring, akhirnya Dana menyadari satu hal. Hanna yang tertidur di depannya ini adalah sosok gadis yang enam bulan lalu ia lihat sedang bersama keponakannya ketika ia berkunjung ke Amerika. Hubungan keponakannya dengan Hanna pun bisa dibilang terlalu mesra seperti sepasang suami istri saja. Saat itu Dana hanya berpikir keponakannya sedang dilanda asmara yang membara namun melihat kenyataan yang ada saat ini, sepertinya Aditya telah membuat sebuah kesalahan besar di hidupnya. Andai Yudhistira tahu, bisa-bisa Hanna akan menjadi buruannya dan calon anak yang ada di dalam rahimnya akan dilenyapkan bagaimanapun caranya karena itu bisa mengancam nama baik keluarga karena berpotensi menjadi sebuah aib dikemudian hari. Saat Sanusi akan membangunkan Hanna untuk menyambut kedatangannya, Dana memegang tangan Sanusi. "Kenapa, Pak?" tanya Sanusi yang masih bingung kenapa Dana mencegahnya melakukan hal itu. "Biarkan dia tidur." Meskipun heran namun Sanusi tidak berbicara apa-apa. Apalagi kini Dana justru langsung pamit pada Sanusi. Pesan Dana sebelum meninggalkan rumah sakit adalah hal yang membuat Sanusi merasa sedikit aneh karena Dana memintanya untuk menjaga Hanna sebaik-baiknya dan memberi update kabar terbaru Hanna kepadanya setiap hari. *** Siang ini Dana duduk di sebuah restoran yang ada di Mall dan sedang menunggu seorang rekan bisnis wanitanya. Jika bukan karena permintaan Yudhistira, ia enggan melakukan semua ini apalagi ketika pekerjaannya sendiri sedang menumpuk di kantor. Mengingat inilah alasan keluarga Aji mengadopsinya ketika bayi, Dana tak bisa berbuat apa-apa. Sejak kecil ia sudah biasa diperlakukan sebagai 'tangan kanan' oleh kakaknya itu. Mulai dari menjaga Aditya hingga kini harus mengambil alih tugas-tugas yang seharusnya dikerjakan Aditya suatu saat nanti. Suara orang berdeham membuat Dana kembali menapaki realitas. Saat ia menoleh, ternyata sosok Veranda sudah datang ke restoran ini sendirian tanpa membawa sekretaris serta asistennya. Segera saja Dana berdiri untuk menyalami Veranda lalu mempersilahkan wanita itu untuk duduk. Veranda yang sudah cukup lama mengenal keluarga Aji hanya tersenyum melihat siapa yang datang kali ini. Seharusnya saat ini yang datang untuk bertemu dengannya adalah Yudhistira. "Kenpa Yudhis tidak datang sendiri ke tempat ini?" "Dia sedang ada urusan di Jepang, jadi saya yang menggantikannya." Veranda tersenyum. Desas desus yang ia dengar jika Yudhistira memiliki seorang simpanan yang tinggal di luar negri pernah ia dengar dulu. Entah semua ini benar atau tidak. Toh laki-laki itu sudah memiliki anak dan calon penerus perusahaan tanpa harus mengoleksi ani-ani. Tanpa banyak berbasa-basi, Dana segera mengajak Veranda membahas rencana kerjasama pengadaan seragam yang akan dilakukan oleh perusahaannya. Meskipun bukan tender yang besar, namun ekspansi bisnis Veranda di dunia bisnis yang memiliki berbagai macam sektor bisnis ini adalah sebuah peluang bisnis yang menjanjikan bagi keluarga Aji. Siapa tahu Veranda membutuhkan kontraktor untuk membuat gedung toko pakaian hingga rumah singgah yang sudah ia miliki di beberapa kota besar yang ada di Indonesia. Sekitar satu jam mereka membahas tentang bisnis hingga akhirnya hal ini sudah selesai dan Dana menawari Veranda untuk makan siang. Inilah kesempatan Dana untuk mencari tahu informasi tentang rumah singgah yang kemungkinan bisa menjadi tempat berteduh bagi Hanna. Entah dugaannya benar atau tidak, tapi Dana merasa jika Hanna hamil karena ulah keponakannya. Jika benar Hanna hamil karena ulah Aditya, maka itu sama saja ia sudah menyelamatkan cucunya dari cengkeraman kakek kandungnya, namun jika itu bukan anak Aditya, maka ia sudah berbuat baik untuk menolong sesama manusia. "Apakah rumah singgah ibu masih menerima wanita hamil tanpa suami?" "Masih. Kenapa? Kamu menghamili wanita tapi tidak mau bertanggung jawab?" Alamak.... Boro-boro menghamili wanita, kencan saja tidak bisa ia lakukan karena kesibukannya yang menggunung. "Tidak, Bu. Kalopun saya menghamili wanita, saya pastikan saya akan menikahinya." "Lalu untuk siapa kamu mencari rumah singgah? Untuk tinggal di rumah singgah saya tidak semudah itu, Dana. Ada berbagai macam hal yang harus dilewati termasuk tes wawancara untuk menentukan layak dan tidaknya tinggal di sana." "Saya rasa perempuan ini cukup layak. Dia ini mantan majikan supir pribadi saya yang sekarang. Dia diusir dari rumah karena hamil di luar nikah. Dia dianggap aib oleh keluarganya sehingga kini harus luntang lantung di jalan dan ujungnya kecelakaan kemarin." "Siapa nama perempuan itu." "Yang saya tahu namanya adalah Hanna Kartika Aledra." Veranda cukup terkejut mendengar semua penuturan Dana ini. Pantas saja ia tidak menemukan Hanna di hotel tempat perempuan itu menginap kemarin. "Dunia cukup sempit ternyata. Hanna sudah bertemu dengan saya kemarin siang. Namun saat sore hari saya menjemputnya di hotel, saya tidak menemukan dia sama sekali. Ternyata Hanna kecelakaan?" "Dia masih berada di rumah sakit. Saya tidak tahu ini benar atau tidak, tapi saya merasa dia hamil karena orang terdekat saya. Untuk mengamankan kehidupan Hanna dan calon anaknya, saya rasa menitipkan Hanna pada ibu Veranda adalah pilihan yang bijak." "Saya tidak bisa menaruh dia di rumah singgah mengingat siapa orangtuanya. Saya takut Arman akan mengacau kehidupan di sana. Saya berencana mengajak Hanna tinggal di rumah saya yang ada di luar kota." Dana mengaggukkan kepalanya. Sepertinya Veranda lebih memahami keadaan Hanna daripada dirinya. "Ibu juga akan tinggal menemani dia di sana?" "Tidak. Saya tidak bisa tinggal lama bersama dia. Saya punya tanggung jawab di sini. Mungkin saya akan mengantarnya dan menemaninya selama beberapa hari saja." Dana menganggukkan kepalanya. Ia kini menceritakan tentang sosok Sanusi dan istrinya yang kemungkinan bisa menjadi orang yang dipercaya untuk menjaga Hanna. Dana meminta ijin kepada Veranda untuk membolehkan Sanusi dan istrinya tinggal di rumah itu bersama Hanna. "Bukannya ini terlalu berlebihan? Seharusnya Hanna mencoba hidup seperti perempuan lain di rumah singgah meskipun rumah yang dia tempati berada di kota yang berbeda?" "Saat inipun kehidupan Hanna sudah menapak di bumi, Bu daripada dulu. Mengingat ibu sudah tahu bagaimana keluarga Hanna, di lain sisi saya sendiri juga memiliki kekhawatiran jika anak yang dikandung Hanna adalah darah daging keponakan saya." Melihat wajah Veranda yang terkejut, Dana tetap memberikan bom atomnya kali ini. Toh ia tidak mungkin bertindak sendirian saat ini. Ia membutuhkan dukungan Veranda sebagai orang yang lebih berpengalaman dalam urusan seperti ini. "Jika benar itu darah daging keponakan saya yang kini tinggal di Amerika, maka saya berkewajiban melindunginya dari cengkeraman kakek kandungnya." Veranda menggelengkan kepalanya pelan. Kenapa ketakutannya untuk melindungi Hanna kini tidak hanya datang dari Arman namun juga dari Yudhistira. "Baiklah kalo begitu, saya rasa kita harus meyembunyikan dia di tempat yang aman dan jauh dari orang-orang yang mengenal dia." "Saya akan menanggung semua biaya kehidupan Hanna serta calon anaknya selama dia tinggal di rumah ibu. Tapi ijinkan supir saya serta istrinya tinggal di sana agar bisa menjaga dan membantu Hanna. Bagaimana, Bu?" "Lebih baik istrinya saja. Kalo suami istri menjaga Hanna, lalu bagaimana suaminya akan menafkahi keluarga? Bagaimanapun juga setiap orang butuh bekerja untuk menyambung kehidupannya. Sangat tidak layak kamu memberikan uang tanpa memberi pekerjaan. Saya rasa Hanna akan merasa menjadi beban untuk orang lain jika kamu melakukan hal itu." "Baik, kalo begitu biar istrinya saja tapi tolong rahasiakan semuanya dari dia." "Baik, tapi saya juga memiliki syarat." "Apa?" "Kalo Hanna sudah memiliki penghasilan, maka tolong kamu berhenti membiayai kehidupannya melalui saya. Jika kamu tetap memberikan uang bulanan itu, maka saya alihkan untuk membiayai para ibu hamil lainnya yang ada di rumah singgah. Bagaimana?" Dana berpikir beberapa saat. Ia rasa tidak ada buruknya menjadi donatur tetap untuk para ibu hamil dan calon anak mereka. "Baiklah, saya akan menjadi donatur tetap di rumah sanggah selama ibu meminjamkan rumah ibu untuk Hanna." Beberapa saat Veranda berpikir hingga akhirnya ia anggukan kepalanya. Sebelum mereka berpisah di restoran ini, Dana meminta Veranda untuk merahasiakan identitasnya dari Hanna. Karena sampai detik ini Hanna saja tidak mengenalnya sama sekali. ***
Pengaturan
Latar belakang
Ukuran huruf
-18
Buka otomatis bab selanjutnya
Isi
Bab 1 Backstreet Bab 2 Mari Hapus Masalah Kita Bab 3 Diusir Bab 4 Kartu Nama Untuk Hanna Bab 5 Malaikat Tak Bersayap Bab 6 Hari Apes Itu Ternyata Ada Bab 7 Mari Sembunyikan Dia Bab 8 Pekerjaan Baru Bab 9 Golongan Darah Berbeda Bab 10 Djiwa Raga Semesta Bab 11 Tamu tak diundang Bab 12 Dia mau datang melayat Bab 13 Lobby Hotel Bab 14 Cerita kepada sahabat appBab 15 Kejutan Dari Raga appBab 16 Surat Wasiat Arman appBab 17 Mama di Jakarta, aku di Surabaya appBab 18 Andai aku jadi kamu appBab 19 Takut Raga Kecewa appBab 20 Suami Halu appBab 21 Setuju Pindah ke Jakarta appBab 22 Sekolah Raga appBab 23 Mencoba menutupi kenyataan appBab 24 Ternyata Dana Berbohong appBab 25 Konsultasi Hukum dengan Elang appBab 26 Mengkhawatirkan Mama appBab 27 Depan Sekolah Raga appBab 28 Insiden Pagi di Kantor Dana appBab 29 First Meet Elang with Hanna appBab 30 Berjalan Sesuai Rencana appBab 31 Damai Bersyarat appBab 32 Memberitahu kenyataan yang sebenarnya appBab 33 Menolak Beasiswa appBab 34 Bandara appBab 35 Dia anak kamu! appBab 36 Rumah Sakit appBab 37 Dia tahu dari siapa? appBab 38 Informasi tentang Hanna appBab 39 Kantor Hanna appBab 40 Jujur kepada Lisa appBab 41 Memberitahu Yudhis appBab 42 Konfilk di pertemuan pertama appBab 43 Harus Minta Izin Raga Dulu appBab 44 Terbiasa Mandiri appBab 45 Semua Salah Aku appBab 46 Jangan buru-buru appBab 47 Meminta keterangan dari Dana appBab 48 Surat Pengunduran Diri Dana appBab 49 Nasib Sial Malik appBab 50 Ini Semua Permintaan Raga appBab 51 Jadi Papaku ya, Om? appBab 52 Gosip Panas di Kantor appBab 53 Bertemu Pradnya appBab 54 Rencana Ulang Tahun Perusahaan appBab 55 Ulang Tahun Aledra Group appBab 56 Acara Lelang appBab 57 Kebohongan Besar Untuk Menutupi Kenyataan appBab 58 Sudah Tahu Sejak Lama appBab 59 Curhatan Hanna appBab 60 Berkenalan dengan Lapak Dosa appBab 61 Curhatan Raga Kepada Elang appBab 62 Usaha Membuat Orangtua Adit Ilfeel appBab 63 Akhirnya aku tidak nyaman sendiri appBab 64 Informasi Kegiatan Hari Ayah appBab 65 Makan Malam Pertama appBab 66 Mencoba meminta kesempatan appBab 67 Saya Ayahnya Raga appBab 68 Perjalanan ke Lembang appBab 69 Act of Service appBab 70 Sekamar Bersama Adit appBab 71 Apakah ini yang aku rindukan? appBab 72 Bersilaturahmi di Atas Ranjang appBab 73 Pembukaan Acara appBab 74 Tidak Mau Tidur Seranjang appBab 75 Pengakuan kepada Raga appBab 76 Ajakan Nongkrong appBab 77 Nongkrong Bersama Penghuni Lapak Dosa appBab 78 Tentang Permintaan Dinner appBab 79 Perdebatan di Dapur Rumah Hanna appBab 80 Bersedia yang bersyarat appBab 81 Mari bicara baik-baik appBab 82 Terpaksa Mengintimidasi dan Mengancam appBab 83 Pecel Lele appBab 84 Adit Sakit appBab 85 Penthouse Adit appBab 86 Opname appBab 87 Tidak Harus Cincin appBab 88 Perasaan Khawatir appBab 89 Hujan, Guntur dan Petir appBab 90 Bukan Seperti Ini Yang Aku Mau appBab 91 Tentang Lean yang harus kamu tahu appBab 92 Mari Kita Menyombongkan Adit di Depan Raga appBab 93 Villa Adit appBab 94 Khayalan kita jadi kenyataan appBab 95 Omelan Elang untuk Raga appBab 96 Ternyata Kita Bisa Akur appBab 97 Alergi Udang appBab 98 Maaf Terlalu Overthingking Selama Ini appBab 99 Tulus Atau Napsu appBab 100 Kenapa Adit Marah? appBab 101 Aku Cemburu appBab 102 She said Yes appBab 103 Menginap di Penthouse Adit appBab 104 Pagi bersama Hanna appBab 105 Perdebatan Hanna dengan Shinta appBab 106 Adit vs Shinta appBab 107 Menghajar Teman Sekolah appBab 108 Di depan temannya dan di depanku berbeda appBab 109 Merasa dibohongi appBab 110 Ternyata Kamu Juga Tahu appBab 111 Mabuk appBab 112 Setelah mabuk appBab 113 Undangan Untuk Shinta appBab 114 Akhirnya dia panggil aku Papa appBab 115 Satu Bantuan appBab 116 Mengalah pada pilihan Adit appBab 117 Time So Fast appBab 118 Operasinya Berjalan Lancar appBab 119 Namanya saja Lapak Dosa appBab 120 Peringatan dari Adit untuk Bejo appBab 121 Selamat Jalan, Ma appBab 122 Mari Kita Buat Mama Bahagia appBab 123 Kamar romantis yang sia-sia appBab 124 Suka Lupa Tempat appBab 125 Menunggu satu tahun lagi appBab 126 Nikah dan kawin itu berbeda appBab 127 Jangan Keterlaluan Jadi Orangtua appBab 128 Lingerie Satin di Pagi Hari appBab 129 Hanna yang terlalu kolot appBab 130 Manjanya ke Papa Aja appBab 131 Satu Hari bersama Hanna dan Raga appBab 132 Pinangan di Hutan Pinus appBab 133 Elang Galau appBab 134 Mencari tahu mengenai masa lalu appBab 135 Pengunduran diri Bejo appBab 136 Ruang Makan Rumah Elang appBab 137 Kembali ke Perusahaan appBab 138 Sebagai Relasi Bisnis appBab 139 Menemani Raga appBab 140 Bikin Mama Cemburu appBab 141 Suasana Pagi di Guest House appBab 142 Piknik appBab 143 Mencari Surat Pengantar Nikah appBab 144 Mencoba Memahami Keinginan Lisa appBab 145 Bertemu Dengan Vendor WO appBab 146 Mari Kita Diskusikan Berdua appBab 147 Menemani Wilson Berduka appBab 148 Pemakaman Chava appBab 149 Demi Wilson Rela Tinggal di Penthouse appBab 150 Kita Sandiwara Aja appBab 151 Permintaan Mama dan Papa appBab 152 Bekerja Sekaligus Prewedding appBab 153 Kabar Bahagia Mendadak appBab 154 Sederhana Tapi Berkesan appBab 155 Goa Jomblang appBab 156 Kalisuci Cave Tubing appBab 157 Andai Dia Ada di Sini appBab 158 Dapat Restu Tinggal Bersama Wilson appBab 159 Pertemuan terakhir sebelum dipingit appBab 160 Liburan Tanpa Pasangan appBab 161 Sah appBab 162 Hari Pertama Jadi Suami Istri appBab 163 Resepsi Pernikahan appBab 164 Diskusi Anak dan Orangtua appBab 165 Honeymoon app
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
UNION READ LIMITED
Room 1607, Tower 3, Phase 1 Enterprise Square 9 Sheung Yuet Road Kowloon Bay Hong Kong
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta