Bab 11 Tamu tak diundang

Tok... Tok... Tok... Sebuah suara ketukan di pintu rumahnya malam ini membuat Hanna kembali membuka matanya. Padahal ia baru akan tertidur setelah seharian ia sibuk bekerja dan mengurus rumah. Meninggalnya Yati dan Sanusi sejak dua tahun lalu karena terjangkit virus covid-19 membuat kehidupan Hanna berubah hampir 180 derajat. Kini dirinya harus mengurus rumah sendirian ditambah mengurus Raga yang beberapa bulan lagi sudah selesai menempuh pendidikan sekolah dasarnya. "Ma, bukain pintunya itu. Berisik banget," Suara dari arah kamar Raga yang berada di sebelah kamar Hanna membuatnya menghela napas panjang. "Sebentar. Mama bangun dulu." "Perlu ditemani enggak?" "Enggak usah. Mama berani." Setelah mengatakan itu, Hanna segera bangun dari posisi tidurnya. Ia berdiri dan keluar dari pintu kamarnya untuk menuju ke arah ruang tamu. Begitu ia membuka pintu rumah, sosok orang yang sudah dua belas tahun tidak ia temui berdiri di depannya. "Pak Bejo?" gumam Hanna pelan yang membuat Bejo menganggukkan kepalanya. "Selamat malam, Mbak Hanna." "Malam," jawab Hanna masih seperti suara orang bergumam. "Kenapa bisa ada di sini?" "Saya sudah cukup lama mencari Mbak Hanna, sampai akhirnya saya berhasil menemukan tempat ini." Hanna menelan salivanya. Apa jangan -jangan kabar burung yang ia dengar dari Dana jika Papanya sedang sakit keras itu benar adanya? Namun untuk bertemu Papanya lagi, Hanna belum siap mental. Ia masih sakit hati dengan perlakuan Papanya dulu yang tega membuangnya seperti sampah begitu saja hanya karena ia hamil di luar nikah. "Apakah saya boleh masuk?" Pertanyaan dari Bejo ini langsung dijawab Hanna dengan sebuah gelengan kepala. Meskipun terkejut dengan jawaban Hanna, namun Bejo mencoba menutupinya. Sepertinya waktu selama 12 tahun ini tetap tidak membuat Hanna melupakan kejadian dulu. "Kita bicara di teras saja. Saya tidak biasa menerima tamu laki-laki di luar jam kunjung masyarakat seperti ini." Hanna mencoba untuk menerangkan semuanya kepada Bejo. Mengenal Bejo puluhan tahun, Hanna cukup tahu bahwa laki-laki ini sangat setia kepada Papanya. Mau tindakan yang diambil Papanya salah atau benar selalu saja Bejo siap menjalankan apapun yang boss-nya perintahkan kepadanya. Bertahun-tahun Hanna mencoba untuk berpindah-pindah lokasi rumah agar Bejo tidak mengetahui keberadaannya. Terlebih sejak Bejo tahu jika selama ini dirinya disembunyikan oleh Sanusi dan Rochayati di Klaten. Hanna bahkan pernah pindah ke Semarang, Boyolali hingga akhirnya ia kini menetap di Surabaya selama setahun belakangan ini. Begitu mereka duduk di teras, Hanna langsung menanyakan maksud dan tujuan Bejo datang ke kota ini. Tanpa berbasa-basi Bejo menceritakan semuanya. "Saya datang ke tempat ini karena Ibu meminta saya mengajak Mbak Hanna pulang. Kondisi bapak sudah sangat mengkhawatirkan." "Tolong bilang ke Mama kalo saya tidak bisa pulang ke Jakarta. Saya sudah memiliki kehidupan saya sendiri di kota ini." "Mbak Hanna, Pak Arman sudah berada di ICU selama lebih dari dua minggu ini. Ibu tidak pernah meninggalkan bapak, tapi itu membuat para pemegang saham mulai khawatir dengan jalannya perusahaan di kemudian hari. Bapak sudah tidak pernah ngantor lagi sejak tiga bulan lalu. Jika Mbak Hanna masih memiliki belas kasih, tolong selamatkan nama baik bapak agar tetap bisa menjadi pemegang saham utama Aledra Group dengan mengambil alih perusahaan." Hanna sadar jika pengambil alihan jabatan bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Selain membutuhkan waktu, dibutuhkan juga persiapan dari tim legal belum lagi apakah pemegang saham lain akan setuju jika ia menjadi pengganti Papanya untuk memegang perusahaan ini lewat RUPS. Selain semua itu, dirinya sendiri kini sedang menikmati hasil kerja kerasnya selama sepuluh tahun ini. Bisnis distributor diapers dan susu yang ia jalankan saat ini sudah mulai memperlihatkan hasilnya. Ditambah bisnis properti kecil-kecilan yang ia jalankan bersam teman-teman kampusnya dulu juga sudah mulai merambah beberapa daerah di Jawa Tengah. Tentu saja meninggalkan semua ini hanya demi membantu orangtuanya yang sudah membuangnya belasan tahun lalu sangat tidak sebanding untuknya. Biarlah ia dicap sebagai seorang anak durhaka namun Hanna sendiri tidak bisa meninggalkan kehidupannya saat ini. "Saya sudah bukan bagian dari keluarga mereka, jadi lebih baik anda pulang." Bejo menghela napas panjang. Mungkin inilah saatnya ia harus membuka rahasia orangtua Hanna. "Mbak, kondisi bapak yang mengalami kanker usus besar sudah stadium akhir. Ibu juga sedang berjuang untuk melawan kanker payudara stadium satunya sejak beberapa bulan lalu. Apa Mbak Hanna tega melihat kondisi orangtua Mbak Hanna seperti ini? Baiklah, saya bisa paham kalo Mbak Hanna dendam dengan orangtua Mbak Hanna, tapi bukankah selagi orangtua kita mash hidup, ada baiknya kita berbakti ke mereka agar tidak timbul rasa penyesalan ketika mereka sudah tiada nantinya." Hanna terdiam. Ia mencoba menutupi rasa kagetnya mendengar kabar berita mengenai Mamanya yang ternyata juga mengidap kanker. Tidak Hanna sangka jika Mamanya bahkan memiliki penyakit seperti ini karena selama ini Mamanya termasuk orang yang memiliki gaya hidup sehat ditambah rajin berolahraga. "Mama sakit kanker juga?" Bejo menganggukkan kepalanya. "Jika Mbak Hanna tidak percaya dengan apa yag saya katakan, Mbak Hanna bisa mengklarifikasinya langsung ke ibu. Saya akan carikan tiket penerbangan ke Singapura." Hanna terdiam. Dirinya sekarang bukanlah seorang lajang yang bisa pergi kapan saja seenak jidatnya. Ia adalah seorang ibu yang tidak bisa meniggakan anaknya sendirian begitu saja di rumah tanpa penjagaan. Sikap Raga yang kritis dan cepat tanggap akan sebuah situasi membuat Hanna tidak bisa langsung menyerahkan pengasuhan Raga ke Bejo. Andai kata ia bisa menitipkan Raga pada Dana tentu saja akan ia lakukan namun sejak dua tahun yang lalu, dirinya sudah sulit bertemu dengan Dana karena Aditya telah kembali ke Indonesia. Hampir setiap hari Aditya bertemu dengan Dana di kantor, ini yang membuat Dana sulit mencari waktu untuk bertemu dengannya seperti dulu meskipu hanya sekedar untuk membahas bisnis yang beberapa tahun ini mereka jalankan bersama. "Saya ini punya anak dan tentu saja saya tidak bisa meninggalkan dia seenak jidat. Carikan saja dua tiket penerbangan untuk hari sabtu. Kita bertemu di bandara Soetta." "Apa perlu saya carikan tiket penerbangan untuk ke Jakarta juga?" "Tidak usah. Saya bisa mencarinya sendiri." "Kalo begitu tolong berikan data KIA-nya kepada saya, Mbak." Hanna menghela napas panjang. Kini Hanna segera berdiri dan masuk ke dalam rumah. Tanpa Hanna sadari sebelumnya, ternyata Raga sudah menguping pembicaraannya bersama Bejo dengan berdiri di balik tembok yang ada di dekat ruang tamu. Wajah Raga bukan terlihat marah namun ia justru memperlihatkan kesedihan dan empati untuknya. Saat Hanna berhenti berjalan, Raga langsung memeluknya dengen kedua tangannya. Tinggi Dana yang sudah sama dengan dirinya membuat Hanna memeluk anak laki-lakinya ini balik dengan kedua tangannya. Tangisan Hanna tak bisa terbendung lagi. Ia tumpahkan semuanya dalam pelukan Raga yang sejak lahir ke dunia ini merupakan rumah tempat Hanna bisa mencurahkan semua yang ia rasakan. Raga juga bukan sekedar anak untunya namun juga teman untuknya. Sebagai anak yang kini telah berusia 11 tahun, Raga cukup bisa memahami keadaan Mamanya. Meskipun Mamanya tak pernah bercerita, namun sebelum Rochayati meninggal dunia, ia sempat menceritakan semuanya kepadanya melalui sambungan telepon. Raga masih ingat betul bagaimana Rochayati menceritakan masa lalu Mamanya hingga akhirnya Mamanya berada di tempat ini bersamanya saja. Tidak ada ayah biologis yang menemaninya yang dulu ia anggap jika ayahnya itu meninggal dunia, namun nyatanya ayah biologisnya telah meminta Hanna untuk menggugurkannya ketika ia berada di dalam kandungan. Kelakuan Ayah biologisnya membuat Mamanya kembali ke Indonesia dan ternyata nasib buruk tidak berhenti di situ saja. Ditolak oleh keluarga hingga akhirnya harus mengandung hingga melahirkan sendiri bahkan mencari uang untuk kebutuhannya selama ini. Meskipun Hanna tetap menjadi ibu yang ceria dan masih terlihat bisa menikmati kehidupannya setiap hari namun Raga tidak bisa memungkiri bahwa sesekali setiap malam ia masih mendengar isakan tangis yang terdengar dari kamar Hanna. Saat Hanna mengura pelukannya lebih dahulu dan menarik tubuhnya untuk tegak berdiri kembali, Raga bisa melihat kesedihan di wajah Mamanya ini. "Makasih ya, Ga." "Kaya sama siapa aja, Ma." Ucapan Raga ini membuat Hanna tersenyum. Kini ia usap air mata yang membasahi wajahnya dengan jari-jarinya lalu segera berjalan meninggalkan Raga untuk mencari fotocopy KIA milih Raga di dalam ruang kerjanya. Tidak sampai sepuluh menit, akhirnya Hanna keluar kembali untuk menemui Bejo. Saat ia sampai di depan pintu rumah, Bejo sedang menerima telepon dari seseorang. Beberapa saat menunggu hingga akhirnya Bejo menutup sambungan teleponnya. Begitu Bejo membalikkan badannya, Hanna bisa melihat jika kedua mata Bejo sudah memerah dan terlihat air mata di pelupuk matanya. "What happened?" "Bapak sudah pergi meninggalkan kita semua, Mbak." Kedua mata Hanna membelalak mendengarkan kabar ini dari Bejo. Tidak perlu bertanya siapa yang dimaksud dengan 'Bapak' oleh Bejo ini. Hanna tahu jika yang dimaksud Bejo adalah Arman. Beberapa saat Hanna terdiam hingga saat ia bisa bereaksi lagi, hal pertama yang ia katakan hanya, "Papa." Bersamaan dengan itu tanggul air matanya yang jebol malam hari ini. ***
Pengaturan
Latar belakang
Ukuran huruf
-18
Buka otomatis bab selanjutnya
Isi
Bab 1 Backstreet Bab 2 Mari Hapus Masalah Kita Bab 3 Diusir Bab 4 Kartu Nama Untuk Hanna Bab 5 Malaikat Tak Bersayap Bab 6 Hari Apes Itu Ternyata Ada Bab 7 Mari Sembunyikan Dia Bab 8 Pekerjaan Baru Bab 9 Golongan Darah Berbeda Bab 10 Djiwa Raga Semesta Bab 11 Tamu tak diundang Bab 12 Dia mau datang melayat Bab 13 Lobby Hotel Bab 14 Cerita kepada sahabat appBab 15 Kejutan Dari Raga appBab 16 Surat Wasiat Arman appBab 17 Mama di Jakarta, aku di Surabaya appBab 18 Andai aku jadi kamu appBab 19 Takut Raga Kecewa appBab 20 Suami Halu appBab 21 Setuju Pindah ke Jakarta appBab 22 Sekolah Raga appBab 23 Mencoba menutupi kenyataan appBab 24 Ternyata Dana Berbohong appBab 25 Konsultasi Hukum dengan Elang appBab 26 Mengkhawatirkan Mama appBab 27 Depan Sekolah Raga appBab 28 Insiden Pagi di Kantor Dana appBab 29 First Meet Elang with Hanna appBab 30 Berjalan Sesuai Rencana appBab 31 Damai Bersyarat appBab 32 Memberitahu kenyataan yang sebenarnya appBab 33 Menolak Beasiswa appBab 34 Bandara appBab 35 Dia anak kamu! appBab 36 Rumah Sakit appBab 37 Dia tahu dari siapa? appBab 38 Informasi tentang Hanna appBab 39 Kantor Hanna appBab 40 Jujur kepada Lisa appBab 41 Memberitahu Yudhis appBab 42 Konfilk di pertemuan pertama appBab 43 Harus Minta Izin Raga Dulu appBab 44 Terbiasa Mandiri appBab 45 Semua Salah Aku appBab 46 Jangan buru-buru appBab 47 Meminta keterangan dari Dana appBab 48 Surat Pengunduran Diri Dana appBab 49 Nasib Sial Malik appBab 50 Ini Semua Permintaan Raga appBab 51 Jadi Papaku ya, Om? appBab 52 Gosip Panas di Kantor appBab 53 Bertemu Pradnya appBab 54 Rencana Ulang Tahun Perusahaan appBab 55 Ulang Tahun Aledra Group appBab 56 Acara Lelang appBab 57 Kebohongan Besar Untuk Menutupi Kenyataan appBab 58 Sudah Tahu Sejak Lama appBab 59 Curhatan Hanna appBab 60 Berkenalan dengan Lapak Dosa appBab 61 Curhatan Raga Kepada Elang appBab 62 Usaha Membuat Orangtua Adit Ilfeel appBab 63 Akhirnya aku tidak nyaman sendiri appBab 64 Informasi Kegiatan Hari Ayah appBab 65 Makan Malam Pertama appBab 66 Mencoba meminta kesempatan appBab 67 Saya Ayahnya Raga appBab 68 Perjalanan ke Lembang appBab 69 Act of Service appBab 70 Sekamar Bersama Adit appBab 71 Apakah ini yang aku rindukan? appBab 72 Bersilaturahmi di Atas Ranjang appBab 73 Pembukaan Acara appBab 74 Tidak Mau Tidur Seranjang appBab 75 Pengakuan kepada Raga appBab 76 Ajakan Nongkrong appBab 77 Nongkrong Bersama Penghuni Lapak Dosa appBab 78 Tentang Permintaan Dinner appBab 79 Perdebatan di Dapur Rumah Hanna appBab 80 Bersedia yang bersyarat appBab 81 Mari bicara baik-baik appBab 82 Terpaksa Mengintimidasi dan Mengancam appBab 83 Pecel Lele appBab 84 Adit Sakit appBab 85 Penthouse Adit appBab 86 Opname appBab 87 Tidak Harus Cincin appBab 88 Perasaan Khawatir appBab 89 Hujan, Guntur dan Petir appBab 90 Bukan Seperti Ini Yang Aku Mau appBab 91 Tentang Lean yang harus kamu tahu appBab 92 Mari Kita Menyombongkan Adit di Depan Raga appBab 93 Villa Adit appBab 94 Khayalan kita jadi kenyataan appBab 95 Omelan Elang untuk Raga appBab 96 Ternyata Kita Bisa Akur appBab 97 Alergi Udang appBab 98 Maaf Terlalu Overthingking Selama Ini appBab 99 Tulus Atau Napsu appBab 100 Kenapa Adit Marah? appBab 101 Aku Cemburu appBab 102 She said Yes appBab 103 Menginap di Penthouse Adit appBab 104 Pagi bersama Hanna appBab 105 Perdebatan Hanna dengan Shinta appBab 106 Adit vs Shinta appBab 107 Menghajar Teman Sekolah appBab 108 Di depan temannya dan di depanku berbeda appBab 109 Merasa dibohongi appBab 110 Ternyata Kamu Juga Tahu appBab 111 Mabuk appBab 112 Setelah mabuk appBab 113 Undangan Untuk Shinta appBab 114 Akhirnya dia panggil aku Papa appBab 115 Satu Bantuan appBab 116 Mengalah pada pilihan Adit appBab 117 Time So Fast appBab 118 Operasinya Berjalan Lancar appBab 119 Namanya saja Lapak Dosa appBab 120 Peringatan dari Adit untuk Bejo appBab 121 Selamat Jalan, Ma appBab 122 Mari Kita Buat Mama Bahagia appBab 123 Kamar romantis yang sia-sia appBab 124 Suka Lupa Tempat appBab 125 Menunggu satu tahun lagi appBab 126 Nikah dan kawin itu berbeda appBab 127 Jangan Keterlaluan Jadi Orangtua appBab 128 Lingerie Satin di Pagi Hari appBab 129 Hanna yang terlalu kolot appBab 130 Manjanya ke Papa Aja appBab 131 Satu Hari bersama Hanna dan Raga appBab 132 Pinangan di Hutan Pinus appBab 133 Elang Galau appBab 134 Mencari tahu mengenai masa lalu appBab 135 Pengunduran diri Bejo appBab 136 Ruang Makan Rumah Elang appBab 137 Kembali ke Perusahaan appBab 138 Sebagai Relasi Bisnis appBab 139 Menemani Raga appBab 140 Bikin Mama Cemburu appBab 141 Suasana Pagi di Guest House appBab 142 Piknik appBab 143 Mencari Surat Pengantar Nikah appBab 144 Mencoba Memahami Keinginan Lisa appBab 145 Bertemu Dengan Vendor WO appBab 146 Mari Kita Diskusikan Berdua appBab 147 Menemani Wilson Berduka appBab 148 Pemakaman Chava appBab 149 Demi Wilson Rela Tinggal di Penthouse appBab 150 Kita Sandiwara Aja appBab 151 Permintaan Mama dan Papa appBab 152 Bekerja Sekaligus Prewedding appBab 153 Kabar Bahagia Mendadak appBab 154 Sederhana Tapi Berkesan appBab 155 Goa Jomblang appBab 156 Kalisuci Cave Tubing appBab 157 Andai Dia Ada di Sini appBab 158 Dapat Restu Tinggal Bersama Wilson appBab 159 Pertemuan terakhir sebelum dipingit appBab 160 Liburan Tanpa Pasangan appBab 161 Sah appBab 162 Hari Pertama Jadi Suami Istri appBab 163 Resepsi Pernikahan appBab 164 Diskusi Anak dan Orangtua appBab 165 Honeymoon app
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
UNION READ LIMITED
Room 1607, Tower 3, Phase 1 Enterprise Square 9 Sheung Yuet Road Kowloon Bay Hong Kong
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta