Bab 1 Kembalinya Asura
Di Penjara Basukarna, yang berlokasi di Gurun Gemirang, angin dan pasir berputar-putar di udara, tampak hendak menyelimuti seluruh penjara.
Penjara tersebut adalah tempat dikurungnya para pembunuh tersadis di dunia, termasuk para pembunuh berantai yang merupakan buronan paling dicari di dunia.
Si Penjagal Hitam, yang telah membantai satu keluarga beranggotakan lebih dari 12 orang, serta peretas terkemuka yang telah menyusup ke Kuil, juga dikurung di sana.
Selain itu, penjara tersebut juga mengurung seorang pembunuh top dunia. Pembunuh ini gagal membunuh pemimpin salah satu negara, namun dia berhasil menghabisi lebih dari 12 pasukan khusus sebelum akhirnya melarikan diri.
Setiap penjahat yang dipenjara di sana telah merenggut setidaknya nyawa 12 orang dengan tangan mereka sendiri.
Oleh karena itu, tangan dan kaki mereka dikekang dengan rantai besi yang berat.
Para penjaga bersenjata lengkap pun mengawasi di depan sel penjara mereka tanpa henti.
Keamanannya sangat ketat, bahkan hingga tak ada seekor lalat pun yang bisa kabur dari sana.
Namun, ada pengecualian.
Pria itu terlihat suci tanpa aura pembunuh sedikit pun, seolah dia tak pernah membunuh siapa pun.
Bahkan dia tampak seolah tidak sengaja dipenjara di sana.
Tangan serta kakinya tidak dibelenggu rantai, dan bahkan dia tidak mengenakan seragam narapidana.
Tak ada yang tahu namanya, apalagi alasan mengapa dia dikurung di penjara ini.
Orang-orang hanya tahu bahwa dia datang ke Penjara Basukarna seorang diri setahun yang lalu tanpa pengawalan penjaga sama sekali.
Yang mengejutkan, ketika memandangnya, sorot mata para penjaga penjara ini menunjukkan sedikit rasa hormat.
Dok! Dok! Dok!
Seorang penjaga penjara yang memegang nampan mengetuk pintu sel pria itu. "Tuan Baiduri, aku mengantarkan makananmu!”
“Baik. Letakkan saja.”
Pria itu sedang bermain-main dengan Elang Gurun di kedua tangannya, bahkan dia tidak mengangkat kepalanya saat mendengar suara si penjaga.
Dia telah membongkar Elang Gurun dan memasangnya kembali dengan sempurna hanya dalam waktu kurang dari satu menit.
Kecepatan tangannya begitu luar biasa, sampai-sampai hampir mustahil bagi personel militer untuk mengalahkannya.
"Ini adalah hari terakhirmu di Penjara Basukarna, Tuan Baiduri!"
Si penjaga penjara telah meletakkan nampan itu, tapi dia tidak segera pergi dari sana.
“Sudah setahun?”
Setelah terdiam cukup lama, akhirnya pria itu mengangkat kepalanya dan menunjukkan wajahnya.
Dia tampak masih sangat muda, baru berusia dua puluhan.
Kulitnya tidak putih, namun sedikit kecoklatan.
Satu-satunya hal yang menakutkan dari dirinya adalah matanya. Sepasang matanya tampak tajam seperti pisau, dingin dan tanpa emosi.
Si penjaga penjara mengangguk kecil. "Ya! Kepala penjara sedang dalam perjalanan kembali dari luar negeri dan akan mendarat dalam waktu satu jam.”
“Kenapa dia kembali?”
Pria itu sedikit mengernyitkan alisnya.
"Beliau datang khusus untuk mengantar kepergianmu."
Kepala Penjara Basukarna telah bertugas memimpin penjara ini selama beberapa dekade, namun dia belum pernah mengantar kepergian satu pun narapidana.
Di Penjara Basukarna, sosoknya seperti dewa dan memegang kekuasaan tertinggi.
Tak ada seorang pun yang berani membantahnya, apalagi menentangnya.
Namun, kini dia justru bergegas kembali dari luar negeri hanya untuk mengantar kepergian pria itu.
Sambil menyeringai dan menunjukkan tatapannya yang tajam, pria itu berujar, “Hah! Mengantar kepergianku apanya! Kurasa dia ingin melihatku meninggalkan tempat ini dengan mata kepalanya sendiri! Selama aku berada di Penjara Basukarna, pikirannya tidak bisa tenang! Katakan padanya, jika dia membutuhkan waktu lebih dari setengah jam untuk sampai ke sini, dia tak perlu datang menemuiku. Biar saja dia kembali ke tempat asalnya!”
Setelah mengatakan itu, dia melambaikan tangan pada si penjaga penjara dan tak memedulikannya lagi.
“Aku mengerti, Tuan Baiduri!”
Si penjaga penjara menundukkan kepalanya dan pergi dari sana.
Sesaat kemudian, pria itu akhirnya meletakkan Elang Gurun di tangannya. Tatapannya berubah sedikit tidak fokus. “Waktu sungguh berlalu begitu cepat. Setahun telah berlalu dalam sekejap mata. Sepertinya ini adalah saatnya bagiku untuk meninggalkan tempat yang mengerikan ini!”
Tepat setengah jam kemudian, seorang pria paruh baya berbalut seragam militer berjalan menuju penjara itu.
Begitu dia melangkahkan kaki ke dalam penjara, tempat yang kejam itu langsung sunyi senyap.
Tak terdengar suara sama sekali.
Para narapidana, yang biasanya bersikap keji dan biadab, kini tampak seolah-olah sedang melihat sesuatu yang mengerikan.
Mereka amat ketakutan, sampai-sampai tak berani menggerakkan satu otot pun.
Pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah kepala Penjara Basukarna!
Tepat pada saat itu, dia mengetuk pintu Sel No. 0 dengan hati-hati.
“Aku tidak terlambat, kan, Tuan Baiduri?”
Kepala penjara berdiri di luar pintu, tak berani masuk tanpa izin pria itu.
“Kau terlambat satu detik.” Pria yang dikenal sebagai Tuan Baiduri itu meliriknya dengan tenang dan melambaikan tangan, kemudian berkata dengan malas, "Masuklah."
"Baik, Tuan Baiduri!" Kepala penjara membuka pintu dengan hati-hati dan berjalan memasuki sel. "Menurutmu, bagaimana tempat ini selama setahun terakhir, Tuan Baiduri?"
"Cukup baik." Pria itu menjelaskan dengan suara lembut, “Makanan di sini cukup enak, tapi tempat ini terlalu membosankan tanpa adanya wanita! Bersama sekelompok pria setiap hari sungguh memuakkan!”
"Tuan Baiduri, seperti yang kau tahu, wanita tak diizinkan masuk ke penjara ini..." Kepala penjara memasang ekspresi sedih di wajahnya.
Ini penjara, bukan clubhouse! Apa jadinya jika ada yang menyusupkan beberapa wanita?
"Baiklah, berhenti memasang ekspresi menyedihkan seperti itu!" Pria itu menatapnya dengan tidak sabar. “Apa sekarang sudah waktunya aku pergi?”
"Ya!" Kepala penjara mengangguk dan berkata, "Kau harus pergi, Tuan Baiduri!"
“Baiklah, ayo pergi!”
Tak lama setelah pria itu mengangkat tangannya, si kepala penjara segera melangkah maju dan membantunya bangkit dari lantai. "Tuan Baiduri, sudahkah kau menemukan barang yang kau cari selama setahun terakhir ini?”
“Belum.”
Pria itu menggelengkan kepalanya, dan tatapan matanya tampak sedikit dingin.
Setahun yang lalu, dia sengaja datang ke tempat ini, penjara paling berbahaya di dunia, demi mencari sesuatu.
Kini setahun telah berlalu, namun dia masih belum kunjung menemukan barang itu.
Begitu dia melangkahkan kaki keluar dari selnya, semua narapidana di seluruh penjara ini berlutut dan menundukkan kepala.
Tak ada seorang pun yang tidak melakukannya.
Mereka bagaikan pelayan yang sekilas melihat tuan mereka, dengan tubuh gemetar ketakutan.
"Kau akan pergi, Tuan Baiduri?" tanya salah satu narapidana.
"Kenapa? Apa kau enggan melihatku pergi?” Pria itu balas bertanya sambil mengernyitkan alisnya.
Seketika, para narapidana langsung berseru, “Tentu saja! Bagaimana mungkin kami sanggup melihatmu pergi, padahal kau sudah begitu baik kepada kami semua, Tuan Baiduri?”
“Kalau begitu, bagaimana kalau aku tetap tinggal di sini saja?”
Ingin melihat reaksi mereka, pria itu melangkah mundur.
Seketika, hawa dingin menjalari punggung para narapidana. Mereka pun berkeringat dingin.
“Tidak, Tuan Baiduri—”
Sambil mendengus, pria itu membalas, “Baiklah, berhentilah berakting! Kalian tak sanggup melihatku pergi? Kurasa kalian justru ingin melihatku pergi!”
Dia menghancurkan tiga tulang rusuk seorang narapidana pada hari pertamanya di Penjara Basukarna.
Di hari kedua, dia mematahkan kaki seorang narapidana.
Hanya dalam waktu kurang dari setengah bulan, tidak ada satu pun narapidana di seluruh Penjara Basukarna yang luput dari serangannya.
Beberapa menit kemudian, pria itu akhirnya melangkahkan kaki keluar dari Penjara Basukarna.
Sinar matahari di luar agak menyilaukan.
Sementara itu, sebuah helikopter sudah menunggu lama di luar penjara.
Begitu pria itu tampak muncul, legiun-legiun tentara berseragam segera berlutut.
“Pasukan Penjaga Naga Taring, Pasukan Penjaga Naga Elang, Pasukan Penjaga Naga Anima, dan Pasukan Penjaga Divine Dragon siap melayanimu, Asura!”
"Kalian semua boleh berdiri." Pria itu sedikit mengangkat tangannya. “Sudah setahun berlalu. Maafkan aku karena telah membuat kalian semua menunggu.”
"Tidak masalah sama sekali!" Para tentara tetap berlutut meski telah diminta pria itu untuk berdiri.
“Kami bersedia menghabiskan seluruh hidup kami demi menunggu kepulanganmu, Asura!” seru mereka dengan lantang.
Setahun telah berlalu! Kami telah menunggu selama setahun penuh, dan akhirnya penantian kami kini terbayar! Asura sudah kembali!
Pria itu kembali mengangkat tangannya. “Baiklah, bangkitlah. Selain itu, aku bukan Asura lagi.”
“Tidak! Selamanya, kau tetaplah Asura!”
Di hati kami, sampai akhir waktu nanti, selamanya hanya ada satu Asura di dunia ini! Dia adalah Jaya Baiduri, yang pernah bertarung dan menaklukkan dunia, tidak pernah kalah sama sekali dalam pertempuran!