Bab 15 Pembohong
Apa? Ada yang melecehkan putri kami?
Mendengar kalimat itu, Kukuh pun berlari ke dapur dan mengambil sebuah pisau, lalu berjalan ke pintu. Saat melihat Jaya, dia langsung terdiam di tempat. “Jaya? Bukankah kau sudah mati?”
Bukankah pecundang ini sudah mati setelah menghilang tiga tahun lalu?
“Ayah, aku masih hidup…” jelas Jaya.
"Jika kau masih hidup, ke mana saja kau selama tiga tahun terakhir ini?" tanya Kukuh dengan raut wajah yang amat suram. Dia memang tak pernah menyukai Jaya, jadi dia pikir Jelita bisa menikah lagi dengan keluarga kaya setelah menantunya ini menghilang.
Namun sayangnya, kini Jaya telah kembali.
“Ayah, aku sudah—”
Jaya membuka mulut, bersiap untuk menjelaskan, tapi Maria menyelanya dengan kasar, “Kukuh, tunggu apa lagi? Habisi sampah ini! Dialah yang melecehkan Erina dan menyakitiku!”
"Apa? Jadi dia pelakunya?” Kukuh menatap istrinya dengan tidak percaya, karena dia tahu betul seperti apa sifat Jaya.
Dia bahkan tidak pernah membantah atau menentang perintah kami. Tidak mungkin dia berani melecehkan Erina!
Meski dia sangat membenci Jaya, dia tak percaya bahwa Jaya tega melecehkan putrinya.
"Apa kau tak percaya padaku, Kukuh?" Maria meratap sedih. “Putri kita dilecehkan, bagaimana mungkin kau tidak membela kami? Aku tidak tahan lagi. Aku akan mengajukan gugatan cerai besok!”
Dia mengamuk dan terus melontarkan penghinaan dengan suara tingginya.
Akhirnya, Kukuh pun terpaksa mengalah. Dia adalah seorang suami yang takut pada istrinya, terutama ketika istrinya membuat keributan seperti ini. Dia membujuk dengan hati-hati, "Sayang, dengarkan aku—"
“Tidak mau! Dasar kau pengecut, Kukuh Subagja! Kenapa kau tidak membalaskan dendam putrimu? Kau tidak berguna..."
Bahkan setelah dihujani cacian yang tak ada habisnya, Kukuh tidak mengatakan apa-apa, sampai akhirnya Jelita berjalan keluar dari ruang tamu. "Apa yang terjadi?"
“Oh, Jelita!” Maria berhambur ke pelukan putri sulungnya, kemudian meratap, “Cepat, hubungi polisi! Jaya melakukan pelecehan seksual terhadap adikmu. Kita tidak bisa membiarkan dia pergi begitu saja! Hubungi polisi, dan biarkan dia membusuk di penjara selamanya! ”
"Apa? Jaya melakukan pelecehan seksual terhadap Erina?” Jelita berputar ke pintu. Benar saja, di sana berdiri Jaya, pria yang baru saja ditemuinya tadi sore.
"Jelita, dengarkan aku." Jaya mulai menjelaskan. “Tadi aku melihat Erina minum dengan sekelompok berandalan di bar. Mereka mencampur minumannya dengan obat, dan akulah yang menyelamatkannya!”
"Omong kosong!" desis Maria. “Erina tidak pernah pergi ke bar!”
"Erina, apa dia mengatakan yang sebenarnya?" tanya Jelita dengan tegas, alisnya menyatu.
Meskipun kebenciannya terhadap Jaya belum hilang, dia tahu bahwa suaminya ini bukanlah tipe pria yang akan memperkosa adiknya.
"Tidak, Jelita!" jawab Erina sambil menggelengkan kepalanya kuat-kuat, seolah dia telah difitnah. “Jelita, jangan dengarkan dia. Tadi, dialah yang membuntutiku di tengah kegelapan dan berniat menyerangku saat tidak ada siapa-siapa di sekitarku. Untungnya, aku berhasil melarikan diri, dan dia tidak sempat melakukannya!”
Setelah itu, dia cepat-cepat menunjukkan memar di lengannya untuk membuktikan bahwa dia tidak berbohong. "Lihat apa yang dia lakukan padaku!"
Melihat tingkah Erina yang menyedihkan, Jaya mencibir. Dari mana dia belajar berbohong dan menuduhku seperti itu? Oh, tentu saja dari ibunya. Dasar j*lang penipu, benar-benar pembohong!
"Jaya, jelaskan." Jelita melemparkan tatapan dingin ke arah Jaya. Kekecewaan terlihat jelas di matanya.
Aku pasti buta telah jatuh cinta padanya! Tak kusangka, dia mencoba menyakiti adikku!
"Tak ada yang perlu kujelaskan," jawab Jaya. Dilihat dari tatapan Jelita, dia jelas memilih untuk mempercayai adiknya. “Aku sudah menyelamatkannya, jadi terserah kau mau memilih untuk percaya pada siapa. Aku akan pergi sekarang!”
Dia tak mau membuang-buang waktu di sini lagi.
Namun, saat mendengar bahwa Jaya akan pergi, Maria tampak merengut tidak senang. “Kau ingin pergi? Tidak bisa! Setelah mencoba melecehkan Erina, apa kau pikir kau bisa pergi begitu saja?”
"Apa yang kau inginkan?" Jaya memiringkan kepala dan menatap Maria sambil mengerutkan dahinya.
“Hah! Kau punya dua pilihan. Kami akan menghubungi polisi sekarang juga dan membuatmu menjalani hukuman di penjara seumur hidup, atau kau bawa kartu keluargamu ke sini besok pagi, jadi kau dan Jelita bisa mengajukan gugatan cerai di Balai Kota!” ujar Maria sambil mendengus.
“Sepertinya kau tak akan berhenti sampai Jelita dan aku bercerai.” Akhirnya Jaya mengerti apa niat sebenarnya dari keluarga Subagja, dan tatapan matanya berubah dingin.
Mereka menyudutkanku dan memaksaku untuk setuju bercerai dari Jelita!
"Tentu saja! Kau ini hanya bajingan yang mencoba memperkosa adik iparnya sendiri! Apa hakmu untuk tetap menjadi suami Jelita?” balas Maria dengan angkuh.
"Aku tak akan mau bercerai dari Jelita, tapi kalian boleh menghubungi polisi!" Jaya menjawab dengan tenang. “Minta polisi untuk memeriksa kamera pengintai di bar. Mari kita cari tahu apakah aku memang membuntuti Erina atau ada orang lain yang membiusnya di bar!”
"Tidak!" seru Erina dengan cemas, tak setuju dengan sarannya.
"Kenapa? Apa kau takut sekarang?" tanya Jaya sambil menyeringai.
“Omong kosong! Erina tidak takut padamu.” Maria menatap Jaya dengan sorot mata mengintimidasi. “Kalau begitu, ayo lakukan itu. Jelita, telepon polisi!”
"Tidak, jangan telepon polisi!" Erina pun buru-buru melambaikan tangannya, diiringi ekspresi panik yang memenuhi wajahnya. “Bu, jangan buat keributan. Jika orang-orang sampai mendengar berita ini, aku tak akan bisa menunjukkan diriku di depan umum. Selain itu, tidak akan ada pria yang mau menikah denganku!”
Maria ragu-ragu. "Lalu... apa kita akan melepasnya begitu saja?" Jaya memang hina dan tidak peduli dengan reputasinya sendiri, tapi tidak dengan putriku! Jika kabar ini sampai tersebar, tidak ada keluarga yang mau menerimanya sebagai menantu!