Bab 4 Hadiah Ulang Tahun
Bruak!
Jaya menendang pintu hingga terbuka dan menyerbu masuk ke ruang pribadi.
Begitu Jelita melihat Jaya, ekspresinya berubah drastis.
Jaya? Dia... Dia masih hidup...
Setelah tidak pernah bertemu dengannya selama tiga tahun, Jelita perlahan-lahan mulai memercayai rumor kematian Jaya.
“Kau tidak setuju?” Anton menatap Jaya dengan sorot mata yang dingin dan menghina. "Kau pikir kau siapa? Apa kau pikir kau berhak untuk tidak menyetujui pernikahanku dengan Jelita?”
“Aku adalah suaminya. Katakanlah, apa aku berhak untuk tidak setuju?” cibir Jaya, tanpa sudi melirik Anton sedikit pun.
Sebaliknya, dia berjalan ke arah Jelita.
“Lama tidak bertemu, Jelita!”
Akhirnya, kini orang-orang di sana tahu bahwa pria yang ada di depan mereka ini adalah Jaya, yang menghilang tiga tahun lalu.
Jaya Baiduri? Bukankah dia sudah mati?
"K-Kenapa kau ada di sini?" Jelita pun refleks mundur selangkah untuk menjaga jarak dari Jaya.
Keterasingan di matanya bersinar terang.
"Ini adalah hari ulang tahunmu, jadi tentu saja aku harus datang!" Jaya menyunggingkan senyuman tipis padanya.
Setahun yang lalu, dia memutuskan untuk meninggalkan Penjara Basukarna pada hari ini karena hari ini adalah hari ulang tahun Jelita.
Dia telah menanti selama tiga tahun demi hari ini.
"Jadi, kau mantan suami Jelita?" Akhirnya Anton memperhatikan Jaya dan mengamatinya. Sayangnya, kilasan penghinaan berkedip di matanya ketika dia menyadari bahwa pria itu mengenakan pakaian murah yang harganya bahkan tidak sampai 1,5 juta rupiah.
Kemudian Anton mencemooh Jaya, “Kau ini menantu tidak berguna yang hanya bergantung pada seorang wanita dan telah memeras keluarga Subagja selama setahun penuh, kan? Bukankah kau sudah mati tiga tahun yang lalu?”
Tidak berguna?
Saat itu juga, sedikit demi sedikit, cemoohan merayap ke mata orang-orang yang ada di sana saat mereka memandang Jaya.
Seperti rumornya, dia memang pria yang tidak berguna! Bahkan setelah tiga tahun berlalu, dia masih tampak seperti pecundang. Harga seluruh pakaian yang dikenakannya bahkan tidak sampai 1,5 juta rupiah! Dibandingkan dengan Anton, putra semata wayang Ketua Grup Surendra, dia hanyalah segumpal lumpur! Tidak, bahkan menyamakan dia dengan segumpal lumpur saja merupakan penghinaan bagi lumpur! Dia hanyalah kotoran!
"Aku mungkin masih hidup dan aktif bahkan setelah kau mati." Jaya memandangnya dengan sorot mata yang dingin sebelum mengalihkan pandangannya ke Jelita dan berkata, "Ayo pulang, Jelita!"
"Tidak, aku tidak akan pergi!" Jelita langsung menolak tanpa ragu-ragu.
Begitu mendengarnya menolak Jaya, Anton langsung tertawa terbahak-bahak. “Kau dengar itu, kan? Jelita tidak ingin pergi bersamamu, bung! Sebaiknya kau pergi dari pandanganku sebelum amarahku memuncak! Jika tidak..."
Dia mengulurkan tangan dan menjentikkan jarinya. Seketika, beberapa pengawal berjas hitam melangkah maju dan mengelilingi Jaya.
Tampaknya, mereka akan langsung menghajar Jaya atas perintah dari Anton.
“Apa yang akan kau lakukan?”
Tatapan Jaya berubah dingin.
"Usir dia dari sini!" Anton sedang tidak ingin bercanda dengannya.
Dengan lambaian tangannya, beberapa pengawal segera berjalan perlahan ke depan. Salah satu dari mereka melayangkan tinju ke wajah Jaya.
“Kau sendiri yang memintanya!”
Dengan ekspresi yang semakin dingin, Jaya mengangkat telapak tangannya.
Sebuah tamparan keras membelah udara, dan telapak tangannya mendarat di wajah pengawal itu.
Gedebuk!
Kemudian, suara benda jatuh terdengar kencang.
Pengawal itu tersungkur ke tanah, tanpa memiliki kekuatan untuk membalas sama sekali.
Hidung dan mulutnya menyemburkan darah, dan dia langsung pingsan di tempat.
"Ini tidak mungkin!" seru Anton. Dia benar-benar terkejut.
Orang-orang ini adalah pensiunan pasukan khusus yang aku sewa dengan harga selangit! Mereka adalah pria-pria yang keras, telah melalui banyak pertarungan, kejam dan terbiasa menghabisi nyawa manusia! Bagaimana bisa dia kalah dengan satu tamparan dari Jaya saja?
Sebelum kata terakhir Anton terlontar dari mulutnya, Jaya melangkah maju dan kembali melayangkan tinju.
Dalam waktu kurang dari tiga detik, tidak ada pengawal yang tetap berdiri.
Mereka semua tak sadarkan diri.
B-Bagaimana bisa dia memiliki keterampilan bertarung sehebat ini?
Bukan hanya Anton, tapi semua orang yang ada di sana tercengang melihat kemampuan bertarung Jaya.
Bukankah kabarnya dia hanyalah sampah yang tidak berguna?
"Jaya, apa janjimu padaku sebelum kita datang ke sini tadi?" Setelah melihat kekacauan yang terjadi di depannya, Yani akhirnya tak bisa berdiam diri lagi. “Kau bilang kau tak akan mengikuti Jelita lagi. Apa ini yang kau maksud?”
Yani sangat panik sampai-sampai matanya memerah.
Akulah yang membawanya ke sini, tapi dia malah memukuli anak buah Tuan Surendra di hadapan begitu banyak orang! Bukankah itu sama saja dengan mempermalukan Tuan Surendra? Setelah menyinggung sosok yang kuat itu, bagaimana bisa aku bertahan di Biantara nanti?
“Aku hanya berbohong. Apa kau mempercayai kata-kataku tadi?” kata Jaya dengan malas sambil menaikkan satu alisnya.
"Benar-benar b*jingan kau, Jaya!" Kemarahan Yani memuncak, sampai-sampai dia menghentakkan kakinya dan mengutuk Jaya.
"Minta maaflah pada Tuan Surendra, Jaya!"
Jelita, yang sedari tadi hanya diam, kini akhirnya angkat bicara.
Dengan ekspresi wajah yang dingin, dia menunjuk Jaya dan menegurnya dengan keras.
Jaya membalas dengan suara yang juga dingin, “Minta maaf? Untuk apa?"
“Setelah memukuli anak buahnya seperti ini, bukankah seharusnya kau meminta maaf?” Ekspresi Jelita tampak semakin dingin.
Beberapa tahun yang lalu, Jaya selalu melakukan apa yang Jelita perintahkan.
Tak peduli apa yang aku katakan, dia tak pernah berani melawanku. Tapi hari ini, dia benar-benar berani menentangku?
“Anak buahnya yang memulai semua ini. Aku hanya membela diri,” jawab Jaya dengan dingin.
Minta maaf? Apa dia pantas menerima permintaan maaf dariku? Aku bahkan bisa memusnahkan seluruh keluarga Surendra, apalagi memukuli anak buahnya! Siapa yang berani memintaku untuk meminta maaf padanya?
Jelita sangat marah hingga dadanya naik turun tak terkendali. “Bagus, bagus sekali! Jaya, sekarang kau punya nyali, huh? Sepertinya kau sengaja datang ke sini hari ini untuk membalas dendam padaku, kan? Kau memang sengaja mengubah pesta ulang tahunku menjadi lelucon dan menjadikanku bahan tertawaan!”
“Aku datang ke sini khusus untuk merayakan ulang tahunmu!” jelas Jaya.
Aku sudah menghabiskan setahun penuh di Penjara Basukarna hanya untuk mencari buku petunjuk itu! Jika bukan karena ulang tahunnya hari ini, aku tak mungkin menyerah di tengah jalan dan meninggalkan penjara itu lebih awal!
Sebelum Jelita bisa menjawab, seseorang mencibir, “Merayakan ulang tahun Jelita? Kalau memang benar begitu, kenapa kau tidak membawa hadiah? Lihatlah Tuan Surendra! Dia memberi Jelita Seraphic Star seharga delapan belas juta! Bahkan banyak dari kami menghadiahinya iPhone 11 terbaru dan barang-barang mewah dari Chanel. Lalu bagaimana denganmu? Sebagai mantan suaminya, hadiah apa yang sudah kau siapkan untuknya?”
"Benar! Keluarkanlah hadiahmu dan tunjukkan kepada kami.”
Orang-orang tak henti-hentinya mengolok-olok Jaya untuk mengeksposnya dan membuatnya tampak bodoh.
"Aku sudah menyiapkan hadiah untuknya sejak lama!" kata Jaya sambil mengeluarkan sebuah kantong plastik dari sakunya. Kantong tersebut berisi sebuah kalung yang tampak sangat murah.
Sebuah liontin berwarna hijau hutan tergantung di kalung tersebut.
Dengan sekilas saja, kalung itu jelas tampak seperti barang imitasi yang dijual di kios pinggir jalan, dengan harga sekitar 150.000 rupiah.
"Jaya, inikah hadiah yang sudah kau siapkan untuk Jelita?"
Begitu Jaya mengeluarkan hadiahnya, orang-orang yang ada di sana tertawa terbahak-bahak.
Mereka menatapnya seolah-olah dia adalah orang bodoh. “Kau membeli ini dari kios pinggir jalan mana? Apa harganya 450.000 sampai 650.000 rupiah? Kurasa harganya tidak sampai 1,5 juta rupiah, bukan?”