Bab 9 Akan Dieksekusi
Suara keras itu mengejutkan semua orang yang ada di ruang pribadi.
Begitu mereka menoleh ke arah sumber suara, mereka melihat ratusan tentara bersenjata menyerbu masuk melalui pintu.
Para prajurit berseragam militer berjalan sambil membawa senapan di tangan masing-masing. Begitu memasuki tempat kejadian, mereka mengepung semua orang dengan cepat dan teratur.
Tentu saja semua orang bingung. Bahkan Dipa Bramantya, yang datang ke sini karena panggilan Anton, tak tahu apa yang sedang terjadi.
Hal yang sama pun melintas di benak mereka.
Kenapa ada prajurit militer di sini? Kenapa mereka langsung bertindak seolah-olah mereka sedang berperang?
"Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan?" teriak Dipa pada para prajurit tersebut. Meskipun polisi dan tentara berasal dari sistem yang berbeda, mereka semua berada di bawah yurisdiksi gubernur Janeda.
Kenapa para prajurit tentara ini menodongkan senapan pada kami? Apa mereka mencoba melakukan kudeta?
Sayangnya, tak ada yang menanggapi teriakannya. Senapan mereka masih diarahkan padanya dengan kejam. Saat itu, seorang perwira militer setengah baya berseragam berjalan ke arah Dipa. Saat Dipa melihat perwira tersebut, perutnya terasa seperti diaduk-aduk.
Andi Adinata? Kenapa si pengganggu ini ada di sini?
Orang yang paling ditakuti Dipa di Biantara bukanlah atasannya, melainkan Andi Adinata. Bahkan nama pria ini menimbulkan ketakutan pada masyarakat Biantara.
Andi adalah pemimpin divisi dari Pasukan Penjaga Divine Dragon di Biantara, sosok yang sangat berkuasa.
Dia dikenal sebagai orang yang pemarah, bahkan dia bisa mengabaikan walikota Biantara dengan penuh amarah!
Pasukan Penjaga Divine Dragon tergabung dalam Empat Pasukan Penjaga Asura, yang sangat membantu Asura dalam menaklukkan dunia.
Untuk mencapainya, mereka pasti telah memusnahkan begitu banyak musuh hingga tak terhitung jumlahnya.
"Kolonel Adinata, k-kenapa kau ada di sini?" Dipa menyapa Andi dengan terbata-bata. Namun, saat dia hendak maju selangkah, sebuah tembakan tiba-tiba menembus udara dan mengenai tanah yang dipijaknya.
Tembakan itu hampir menembus jari kakinya, hanya berjarak kurang dari satu sentimeter!
“Cukup omong kosongnya. Jika kalian menyerahkan senjata kalian, kami akan menyelamatkan nyawa kalian. Letakkan tangan di belakang kepala kalian! Tiarap di lantai!” Andi memberi instruksi tanpa melirik Dipa sama sekali. "Mulai sekarang, siapa pun yang melawan akan dieksekusi!"
Melihat Andi tetap bersikeras, Dipa pun bertanya dengan cemas, “Kolonel Adinata, aku dari Divisi Penegakan Hukum. Apa hakmu menyita senjata kami?”
Jika orang-orang sampai mendengar berita bahwa senjataku disita, bagaimana aku menaruh mukaku di depan publik nanti? pikir Dipa. Dia mengkhawatirkan harga dirinya sebagai kepala Divisi Penegakan Hukum.
"Jika kau berani mengucapkan satu kata lagi, aku akan menghabisimu!" Andi memberinya tatapan tajam, membuatnya tak bisa berkata-kata.
Meski biasanya Dipa bersikap sombong, dia bukan siapa-siapa di hadapan Andi.
Setelah Dipa menyerahkan senjatanya, para bawahannya pun mengikutinya karena takut nyawa mereka melayang. Lagi pula, senapan tentara bukanlah tandingan senjata mereka.
“Andi, aku menuntut penjelasan. Kalau tidak, aku akan mengajukan keluhan dan memastikan bahwa keluhanku sampai ke telinga Asura! Apa hak Pasukan Penjaga Divine Dragon menyita senjataku seperti ini?” seru Dipa. Kemarahan telah membuncah di dadanya.
Awalnya, dia datang karena undangan Anton, tepatnya demi mendapat penghasilan tambahan. Namun, alih-alih mendapatkan apa yang dia inginkan, kini Pasukan Penjaga Divine Dragon menyita senjatanya.
Oleh karena itu, dia tak akan membiarkan semua ini tanpa mendapat penjelasan yang memuaskan.
“Kau ingin penjelasan?" tanya Andi seraya menatapnya dengan dingin. “Aku curiga bahwa kau terlibat dalam perdagangan narkoba. Apakah alasan itu cukup?”
Satu kalimat yang dilontarkan Andi barusan menghantam mereka bak sambaran petir. Bahkan para petugas polisi sampai tak bisa berkata-kata dibuatnya.
Bukankah itu alasan yang tadi kami gunakan untuk mempersulit Jaya? Kenapa sekarang pihak militer juga menuduh kami dengan alasan itu?
“Andi Adinata, tunggu saja. Aku tak akan membiarkan semua ini! Aku pasti akan mengajukan keluhan!” ujar Dipa sambil menggertakkan giginya.
Jelas, alasan Andi yang tak tahu malu itu membuat amarahnya membara.
"Baiklah, aku akan menunggunya!" jawab Andi tanpa meliriknya.
Sambil melambaikan tangannya, dia memberi instruksi, “Bawa para petugas busuk dari Divisi Penegakan Hukum ini ke markas kita! Jika ada yang menolak, beri mereka hukuman yang setimpal!”
"Baik!" seru para bawahannya.
Mereka menjawab dengan lantang dan kuat, tak akan pernah bisa ditandingi oleh petugas polisi dari Divisi Penegakan Hukum.
Dalam waktu kurang dari satu menit, para petugas polisi yang angkuh itu diseret keluar oleh para prajurit tentara pimpinan Andi, termasuk seorang petugas yang pergelangan tangannya dipatahkan Jaya tadi. Dia diangkat dari lantai dan dilempar keluar ruangan tanpa ampun.
Semua orang yang ada di sana mulai mengkhawatirkan keselamatan mereka, khawatir jika mereka akan ditangkap pula.
Andi berjalan ke arah Jaya dengan ekspresi serius. Bahkan melihat mereka pun dia tak sudi. Tak seperti yang dipikir orang-orang, alih-alih menangkapnya, Andi justru berlutut di depan Jaya.
Namun, sebelum dia sempat melakukannya, sekilas dia melihat tatapan peringatan di sorot mata Jaya.
Seketika, Andi menghentikan gerakannya dan menegakkan tubuhnya. Dia mengangkat tangan kanannya dan memberi hormat kepada Jaya. “Komandan, kami telah menangkap semua musuh. Aku menunggu instruksimu untuk menindaklanjutinya!”
Komandan?
Semua orang pun terkejut dan sontak menoleh ke arah Jaya.
Mereka mengira bahwa mereka salah dengar.
Apa maksudnya? Kenapa Jaya memanggilnya "Komandan"? Bukankah Andi adalah pemimpin divisi dari Pasukan Penjaga Divine Dragon di Biantara? Jaya adalah komandannya? Tidak mungkin. Ini pasti hanya lelucon!
Lagi pula, masyarakat Janeda tahu bahwa Andi hanya memiliki satu komandan, yaitu Abimana Nugraha, Raja Perang dari Pasukan Penjaga Divine Dragon.
Abimana mengendalikan seluruh Janeda. Terlepas dari status mereka, semua orang harus hormat kepadanya.
Karena dia adalah salah satu dari empat Raja Perang di bawah komando Asura.
“Mm!” Jaya melambaikan tangannya dengan santai. "Sudah, itu saja. Kau boleh pergi sekarang.”
"Baik, Komandan!"
Andi pun berbalik tanpa ragu dan memberi perintah kepada para bawahannya seraya mengayunkan lengannya ke bawah. "Bawa pergi mereka semua!"
Begitu perintah itu terlontar dari mulutnya, ratusan prajurit tentara segera pergi bersama para petugas Divisi Penegakan Hukum.
Dilihat dari gerakan mereka yang sinkron, semua orang tahu bahwa mereka semua adalah prajurit yang terlatih dengan baik.
Setelah prajurit-prajurit tentara itu berbaris keluar, semua orang yang ada di ruangan ini menatap Jaya dengan ketakutan. Mereka tak bisa mempercayai mata mereka.
Apakah pecundang ini baru saja memerintahkan Andi, pemimpin divisi Pasukan Penjaga Divine Dragon di Biantara? Lihat, Andi benar-benar mematuhi perintahnya! Mungkinkah mereka tak sengaja bertemu selama tiga tahun terakhir?
Tiba-tiba, mereka mulai mempertimbangkan identitas Jaya.
"Anton, trik apa lagi yang kau punya?" Di saat semua orang tenggelam dalam pikiran masing-masing, Jaya melirik Anton dan berujar dengan tenang, "Jika trikmu hanya sampai di sini… mengecewakan sekali."