Bab 8 Suaminya?
"B-Berlutut?" Bahkan Rina merasa bahwa Alana terlalu berlebihan. "Nona Wardana, um ... bukankah ini terlalu berlebihan? Bagaimana jika dia memberimu uang kompensasi untuk membersihkan pakaianmu?"
"Kau pikir orang rendahan seperti dia sanggup mengganti bajuku ini?" Alana bermain-main dengan kukunya, yang baru saja mendapat perawatan kecantikan, lalu dia menyeringai pada Gisel. "Aku sudah berbaik hati membiarkanmu membersihkan bajuku."
Tentu saja, Rina tahu bahwa Alana adalah nyonya muda keluarga Wardana. Dia juga akan segera menjadi bagian dari keluarga Ganendra, jadi Rina tak bisa menyinggung perasaannya. Terlebih lagi, ini adalah hari pertamanya bekerja di sini, dan dia tak boleh kehilangan pekerjaannya karena masalah ini. Lagi pula, Nona Wardana juga tidak memintaku untuk berlutut, jadi ... ya sudah lah! "Hei, cepat bersihkan baju Nona Wardana! Jika kau menyinggung perasaannya, kau tak akan bisa lolos begitu saja!"
Gisel tidak pernah menyangka, bahkan setelah empat tahun berlalu, Alana masih saja sombong. Bahkan sikapnya lebih parah dari sebelumnya.
Sementara itu, Alana menatap Gisel dengan angkuhnya. Dia bisa menebak betapa menyedihkannya kehidupan Gisel selama ini. Setelah ditendang keluarga Wardana, dia bukanlah siapa-siapa, dan bahkan belum lulus dari universitas. Selain itu, Gisel juga memiliki seorang anak perempuan. Bisa dibilang, masih bisa bertahan hidup saja sudah untung.
Saat Alana sedang menunggu Gisel untuk berlutut dan membersihkan pakaiannya, tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang panas mengalir di kepalanya! Dia segera berdiri sambil berteriak. Ternyata Gisel menuangkan sisa kopinya, langsung ke kepala Alana! "Gisel, apa kau sudah gila?! Dasar menyebalkan!"
Gisel langsung meletakkan cangkir sekali pakai di tangannya ke atas meja. "Menyebalkan? Itu masih lebih baik daripada j*lang yang merebut lelaki orang."
“Kau!" Rina cepat-cepat membawa tisu. "Nona Wardana, maafkan aku! Maafkan aku!" Kemudian, dia menoleh ke Gisel dan berkata, “Apa kau sudah gila?!”
Alana buru-buru menyeka kopi di wajahnya hingga acak-acakan. Melihat raut wajah puas Gisel, dia segera menenangkan diri. "Ya, lantas kenapa jika aku merebut lelakimu? Salah sendiri, kau tidak bisa menjaganya. Bisa-bisanya kau menyalahkan orang lain? Kurasa kau hanya bisa menyiram secangkir kopi padaku. Apa lagi yang bisa kau lakukan?"
Alana mengulas senyuman mengejek dan melanjutkan, "Kau hanya cemburu padaku, kan? Kau cemburu karena aku akan segera menjadi bagian dari keluarga Ganendra, sedangkan kau ... Yah, apa yang kau lakukan? Kau sudah ditiduri oleh seorang pria, entah siapa dia. Kau juga memiliki seorang putri yang harus kau nafkahi ... Kau hanya bisa bekerja sambilan di sini. Kau adalah wanita sial yang tak akan bisa menikah seumur hidupmu!”
Tiba-tiba, pintu kaca otomatis terbuka. Seorang pria berjas hitam berdiri di ambang pintu. Tubuhnya memancarkan aura dingin serta acuh tak acuh, membuatnya tampak seperti penguasa dunia. Begitu dia memasuki pintu, semua yang ada di sekitarnya seolah tidak, tertutup oleh kehadirannya.
Selain itu, dua anak kecil yang ada di samping pria itu tampak begitu mirip dengannya. Berdiri di ambang pintu, mereka bertiga tampak seperti lukisan yang indah!
Sorot mata Gisel tampak keheranan. Sebenarnya dia tak tahu bagaimana dan kenapa pria ini dan si kembar mengejarnya sampai kemari, tapi karena mereka sudah datang, Gisel memutuskan untuk memanfaatkan mereka baik-baik.
"Suamiku!" Gisel menyeringai riang, lalu berjalan ke arah Pandu dan meraih lengannya.
Menatap Gisel dan pria yang baru saja memasuki ruangan ini, mata Alana terbelalak lebar. Ini adalah pertama kalinya Pandu Mahanta tampil di depan umum, sehingga tak ada yang tahu seperti apa penampilannya. Selain itu, tak ada media yang berani mempublikasikan fotonya. Walaupun adik Alana, yaitu Kirana, sudah menjadi calon istri Pandu, Alana masih belum pernah melihat Pandu sebelumnya, karena Pandu belum pernah datang ke kediaman keluarga Wardana! Alana sontak terkejut begitu melihat pria tampan ini. Apa? Gisel memanggil pria itu suaminya?
Sementara itu, Gisel mengedipkan mata pada Pandu, lalu pada dua bocah laki-laki di sampingnya. Dia meraih lengan Pandu dan berjalan mendekati Alana.
"Biar kuperkenalkan suamiku padamu," kata Gisel. Dia sengaja berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Dia adalah presdir Grup JNS."
Mendengar kata-kata Gisel barusan, Rina hampir terhuyung ke belakang saking terkejutnya. Dia adalah presdir Grup JNS, atasanku? Bagaimanapun juga, Gaun Lestari berada di bawah naungan Grup JNS! Oh sialan, aku sudah menyinggung istri Presdir!
Di sisi ruangan, Alana pun tak kalah terkejutnya. Selama ini, Presdir Grup JNS yang legendaris itu tak pernah mengungkapkan identitasnya. Bahkan tak ada yang tahu apakah presdir itu pria atau wanita. Alana tak menyangka bahwa presdir Grup JNS setampan ini, dan yang lebih parahnya lagi, ternyata sang presdir adalah suami Gisel!
Selain itu, dia tak boleh menyinggung Grup JNS. Walaupun perusahaan ini baru terdaftar tahun lalu, nilai pasarnya sudah jauh mengungguli perusahaan keluarga Ganendra, apalagi lagi keluarga Wardana. Sebenarnya, Farraz sudah berniat untuk berteman dengan presdir Grup JNS demi membangun kemitraan.
Melihat hal ini, sudut bibir Alana berkedut tak terkendali. "B-Bagaimana dengan mereka?" Dia menunjuk dua anak laki-laki itu.
"Mereka adalah putra kembarku, yang tahun ini berusia tiga tahun."
Mendengarnya, Rina cepat-cepat maju ke arah Pandu dan membungkuk dalam-dalam. "Presdir, maaf. A-A-Aku sungguh tidak tahu bahwa i-ini ..."
“Kau dipecat." Pandu sedikit membuka bibir tipisnya. Nada bicaranya terdengar sangat dingin dan acuh tak acuh, seolah bisa membekukan orang-orang yang mendengarnya.
Mendengar tanggapan Pandu, Gisel mengangkat pandangannya dan melirik pria ini. Harus kuakui, pria ini sangat cocok berakting sebagai presdir yang mendominasi. Hehehe.
Sementara itu, Rina merosot ke lantai karena sangat sedih.
"Bu, siapa wanita jelek ini? Kenapa dia ada di toko kita? Dan kenapa rambutnya seperti mie instan? Apa dia pengemis?" Caka segera menyelip di antara Pandu dan Gisel, merebut posisi ayahnya dan memegang tangan Gisel.
Pandu pun melirik putranya itu. Dramatis sekali bocah ini!
Alana sontak sangat malu begitu mendengar celotehan si kecil, sampai-sampai dia ingin menghilang dari muka bumi! Padahal tadi dia sudah mengeriting rambutnya hingga tampak sangat trendi, tapi secangkir kopi yang disiram Gisel membuat rambutnya basah dan berantakan!
"Sayang, jangan bicara begitu."
"Oh iya, Ibu mengajariku untuk menjadi anak yang pintar dan baik hati." Setelah mengatakan itu, Caka mengeluarkan koin dari sakunya dan berjalan mendekati Alana. Caka menyelipkan koinnya ke tangan Alana dan berkata, "Kau sangat kasihan. Ini, belilah makanan."
Alana melihat koin di tangannya dan merasakan amarah yang meluap di dalam hatinya. Kurang ajar sekali! Aku adalah nyonya muda keluarga Wardana, dan aku akan segera menjadi bagian dari keluarga Ganendra. Bisa-bisanya aku diperlakukan seperti pengemis oleh seorang anak kecil!
"Ah!!" Memalukan dan menjengkelkan sekali! Setelah berteriak, dia bergegas keluar dari butik gaun pengantin.
"Pfft!" Gisel tertawa terbahak-bahak, lalu mencubit wajah Caka. "Kau sungguh luar biasa! Hebat sekali!"
Akhirnya, manajer toko bergegas turun dari lantai atas. "Presdir Wardana, ini ..."
"Kalian keluarlah dulu dan tunggu aku. Aku akan segera kembali."
Setelah itu, Gisel dan manajer toko naik ke lantai atas bersama-sama. Si manajer toko tak tahu apa yang baru saja terjadi, jadi dia segera melaporkan tentang situasi butik akhir-akhir ini. Manajer semua toko Gaun Lestari dipilih sendiri oleh Gisel, jadi mereka semua adalah orang-orang kepercayaannya.
Setelah memahami situasi tokonya dan memberikan beberapa instruksi, Gisel turun ke lantai bawah.
Pandu berdiri di depan pintu, menunggu Gisel, sedangkan kedua putranya ada di dalam mobil. "Aku masih tidak mengerti. Kenapa kau tidak mengungkapkan identitasmu sebagai presdir Grup JNS? Dan kenapa menyeretku ke dalam masalah ini?"
Gisel meliriknya dengan curiga. "Bagaimana kau tahu identitasku?"