Bab 15 Pesta Ulang Tahun yang Sangat Ditunggu-tunggu
Kirana langsung mengendarai mobilnya ke kediaman keluarga Mahanta.
Para pelayan keluarga Mahanta selalu memperlakukannya dengan sangat baik. Bagaimanapun juga, dia adalah ibu kandung dari dua tuan muda di keluarga ini. Pernikahannya dengan Pandu hanya masalah waktu. Cepat atau lambat, dia akan menjadi nyonya besar di keluarga Mahanta. Karena itu, tentu saja, mereka harus bersikap ramah padanya.
Di kamarnya, Saka sedang mengutak-atik pistol NERF-nya, sedangkan Caka duduk di samping dan sibuk melukis sesuatu. Ada setumpuk bahan cat di lantai. Setelah bermain-main dengan kuasnya sebentar, Caka menjatuhkannya ke lantai dan melukis dengan telapak tangannya. Pada akhirnya, tubuhnya berlumuran cat, seperti kucing kecil yang berwarna-warni.
Kini, pintu kamar terbuka, dan dua bocah cilik itu mendongak bersamaan, melihat Kirana berdiri di ambang pintu dalam balutan gaun putih.
"Ibu!" Caka segera bangkit dan berlari ke arah wanita itu.
Kirana terkejut melihat pakaian Caka yang kotor karena cat. Tepat saat Caka berhambur ke arahnya, wanita itu mendorong si kecil sambil berteriak. "Pergi kau!"
Caka terjatuh ke lantai dan memandangnya dengan bingung.
"Nona Wardana, apa kau baru saja sampai?" Seorang pelayan datang membawa sepiring buah-buahan.
Kirana cepat-cepat berlutut dan mengangkat Caka, lalu memeluknya. "Caka, apa kau baik-baik saja? Aku tak bermaksud mendorongmu barusan. Maafkan aku. Apa kau terluka?"
Tak tahu apa yang terjadi, si pelayan buru-buru mendekat untuk memeriksa keadaan mereka.
Air mata langsung menggenang di pelupuk mata Kirana. “Caka, aku sungguh tidak bermaksud mendorongmu. Tadi aku ingin mengajakmu cuci tangan, bukan karena aku takut bajuku kotor gara-gara kau. Bahkan jika gaunku kotor pun tak masalah. Ada yang terasa sakit? Apa kau terluka saat jatuh tadi?"
Saka dia berdiri di sisi ruangan dengan alis menyatu erat.
Sementara itu, Caka masih tercengang. Dia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku baik-baik saja."
Si pelayan menghela napas lega mendengar jawaban Caka. "Nona Wardana, kau tak perlu terlalu khawatir. Caka bilang dia baik-baik saja."
Namun, raut wajah Kirana masih tampak khawatir. "Ini semua salahku."
Tiba-tiba, si pelayan menyadari bahwa gaun putih bersih yang dikenakan Kirana ternoda cat. Tampak sangat jelas!
"Nona Wardana, gaunmu ... Haruskah aku mengambil gaun pengganti untukmu?"
Si pelayan agak khawatir, karena dia tahu bahwa Kirana adalah bintang film besar. Dia sangat peduli dengan citra wanita ini.
Kirana hanya melirik roknya dan tersenyum acuh tak acuh, tak terlihat jijik sama sekali. "Ini tidak masalah, sungguh. Lagi pula, gaunku menjadi seperti ini karena cat putraku sendiri. Bukankah malah terlihat bagus?"
"Um ... Kalau begitu, haruskah aku memandikannya dulu?"
"Tidak apa-apa. Dia masih ingin melukis. Lagi pula, ibu mana yang membenci putranya sendiri? Iya, kan, Caka?" ujar Kirana seraya menyentuh kepala mungil Caka.
Melihat betapa lembutnya sikap Kirana, si pelayan tak bisa menahan pujiannya, "Nona Wardana, kau sungguh ibu yang baik! Baiklah, aku tak akan mengganggu waktu kalian."
Setelah itu, si pelayan meletakkan sepiring buah-buahan di atas meja dan pergi dari sana. Kirana memang jarang datang kemari, namun dia sangat baik pada kedua putranya. Meskipun dia adalah seorang aktris besar, dia lembut, perhatian, pengertian, dan tidak arogan sama sekali. Sosok yang begitu sempurna!
Begitu si pelayan pergi, ekspresi ramah di wajah Kirana langsung memudar. Dia melihat cat di bajunya dengan jijik dan berkata pada Caka, "Oke, sekarang cepat mandi."
"Maukah kau memandikan aku, Bu?" Caka mengangkat kedua tangannya dan menatap Kirana dengan penuh harap.
"Caka, kau harus melakukan semuanya sendiri. Cepat mandi!" balas Kirana sambil menunjuk ke kamar mandi.
Sejujurnya, Kirana tak menyukai si kembar sama sekali. Selain itu, kedua anak ini juga bukan anak kandungnya. Walaupun dia harus menghabiskan seumur hidupnya berpura-pura sebagai ibu mereka, Kirana tak bisa memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang selayaknya anak kandungnya sendiri.
Sang kakak, Saka, adalah anak yang begitu dingin dan penyendiri. Raut wajahnya pun sangat dingin, seolah bisa membekukan orang sampai mati. Karena itu, Kirana tak menyukainya. Adapun sang adik, Caka, dia begitu banyak bicara dan suka menempel padanya, jadi Kirana juga tak menyukainya.
Kelak, aku harus melahirkan anak-anak Pandu dari rahimku sendiri. Mereka akan menjadi buah hati kami berdua. Anak-anak kami akan berperilaku jauh lebih baik dan menggemaskan daripada mereka berdua.
Kirana tinggal di keluarga Mahanta dan makan siang bersama si kembar. Kemudian, dia minum teh dengan ibu tiri Pandu, Melati. Tanpa terasa, hari sudah malam. Sebenarnya dia sangat ingin tinggal di sini lebih lama lagi untuk menunggu Pandu, tapi tidak pantas jika dia tinggal di sini sampai malam. Akhirnya, dia gagal bertemu dengan Pandu.
Saat Kirana baru saja meninggalkan rumah keluarga Mahanta, Pandu pulang dan memberi tahu kedua anaknya bahwa mereka akan menghadiri pesta ulang tahun putri Gisel besok. "Nona cantik punya anak perempuan, ya? Jadi, apakah putrinya juga cantik dan menggemaskan? Haruskah aku memakai jas? Mana yang lebih bagus? Jas putih atau jas hitam? Aku harus memberinya kado apa? Aku agak gugup bertemu dengannya untuk pertama kali."
Pandu tak mengerti jalan pikiran putranya yang satu ini. Seperti akan pergi ke kencan buta saja!
Sebaliknya, Saka jauh lebih tenang.
Di malam harinya, Caka terus membicarakan acara ini. Ini adalah pertama kalinya mereka datang ke pesta ulang tahun orang lain!
Gisel beristirahat sepanjang hari ini. Dia meminum obatnya tepat waktu dan beristirahat dengan baik seperti yang disarankan dokter. Sarah mengawasinya dengan ketat, sehingga Gisel tidak menghadiri rapat online maupun memeriksa surelnya. Di penghujung hari, Gisel merasa jauh lebih baik.
Masih merasakan gejala flu, Gisel selalu memakai masker meski hanya di rumah.
Ini adalah hari ulang tahun Sarah. Umumnya, anak-anak suka merayakan ulang tahun, begitu pun dengan Sarah. Bahkan, gadis ini sudah menantikan pesta ulang tahunnya sejak sebulan yang lalu.
Ini adalah pertama kalinya dia mengadakan pesta ulang tahun di Nilaya. Walaupun dia masih belum mengenal banyak orang di sini, dia merasa tak masalah. Selama Tuan Tampan bisa melamar ibunya dengan sukses, dia tak akan memedulikan yang lainnya.
'Tuan Tampan, apa kau sudah memikirkan lamarannya?' Sarah mengirim pesan Facebook ke Pandu sambil bersembunyi di balik selimut.
Pandu hanya menjawabnya dengan singkat. 'Ya.'
Satu kata itu saja sudah membuat Sarah begitu bersemangat. 'Kalau begitu, aku akan menunggu kabar baik darimu malam ini! Jika kau butuh bantuanku, katakan saja. Kuharap lamaranmu malam ini berhasil!'
Sarah cepat-cepat bangun setelah mengirim pesan itu.
Biasanya, Gisel selalu membuat sendiri kue ulang tahun untuk Sarah setiap tahunnya, namun karena dia sedang sakit, sepasang ibu dan anak ini memutuskan untuk membelinya di toko kue.
Gisel mengajak Sarah ke Sasa Bakery, toko kue terbaik di Kota Amerta. Perhatian Sarah langsung tertuju pada kue-kue yang dipajang di sana, tampak seperti karya seni yang sangat indah.
"Ibu, aku ingin melihat kue-kuenya!"
"Iya, kau boleh melihat-lihat. Aku akan pergi ke toilet sebentar," kata Gisel. Dia menoleh ke asisten toko dan menambahkan, "Tolong jaga putriku." Di toko kue ini, setiap pembeli dilayani oleh satu pelayan. Demi meningkatkan kualitas layanannya, hanya beberapa pelanggan yang diizinkan masuk ke setiap ruang pajang kue, jadi Gisel tak perlu khawatir dengan keselamatan Sarah. Setelah itu, dia pergi ke toilet.
Kebetulan, Alana dan Kirana juga datang kemari untuk memilih kue pernikahan. Alana, si wanita bermata elang, seketika menyadari bahwa Gisel juga ada di toko ini.
"Dia lagi! Aku masih belum memberinya pelajaran atas insiden terakhir kali!"
Kirana meraih lengan Alana. Dia sudah mendengar Alana mengeluh tentang Gisel, tepat setelah Alana pulang ke rumah. "Alana, lihatlah ke sana. Apa itu putrinya?"