Bab 10 Kami Saling Mencintai
"Hmm?" Pandu terkejut mendengar pertanyaan ini. Awalnya, dia mengira bahwa gadis kecil ini datang untuk menanyakan arah. Tak disangka, gadis ini malah menanyakan apakah dia punya pacar atau tidak.
"Apa kau punya pacar? Cepat jawab aku," tanya gadis kecil itu seraya menyipitkan matanya pada Pandu. Cahaya matahari pagi yang lembut menyinari wajah mungilnya yang nakal, sehingga matanya tampak lebih cerah dan juga menawan.
"Uh, tidak."
"Bagus! Ikutlah denganku!" Gadis kecil itu meraih tangan Pandu dan menyeretnya.
Pandu merasa aneh dipegang oleh gadis kecil seperti ini. Lagi pula, dia belum pernah berpegangan tangan dengan putranya sendiri, jadi ini adalah pertama kalinya dia berpegangan tangan dengan anak kecil. Awalnya dia berusaha melepaskan tangannya, tapi karena tangan gadis itu sangat lembut dan kecil, dia tak tega melepaskannya. Karenanya, Pandu membiarkan gadis ini menyeretnya hingga sampai di pintu rumah Gisel.
"Tunggu aku di sini! Jangan pergi!" kata si gadis cilik.
Dia menekan bel, namun setelah menekannya tiga kali, tak ada yang membukakan pintu.
Kini, gadis kecil itu tampak agak kesal. "Dia tidur lagi."
Saat si kecil mengatakan itu, Gisel, yang masih mengenakan piyama, akhirnya membuka pintu. Dia menguap dan berkata, "Siapa ini? Sekarang masih pagi sekali!"
"Kejutan!"
Mendengar suara itu, Gisel menatap gadis kecil itu dengan kaget untuk waktu yang lama sebelum akhirnya bereaksi. "Ah! Sarah, kenapa kau di sini?" Dia menggendong gadis kecil itu dan berputar-putar dengan riang. "Bukankah seharusnya kau datang dua hari lagi? Kenapa kau datang lebih awal?"
"Aku datang untuk memantau perkembangan hadiah ulang tahunku." Sarah mengangkat alisnya dengan ekspresi sombong.
Namun, Gisel langsung lemas mendengar kata-kata Sarah, karena gadis kecil itu mengatakan bahwa untuk kado ulang tahunnya yang keempat, dia ingin seorang ayah. Karena tak bisa memenuhi keinginannya itu, Gisel bersusah payah membuat taman bermain di rumah ini.
"Meskipun aku belum berhasil menemukan seorang ayah untukmu, aku sudah—"
Sebelum Gisel selesai berbicara, Sarah menggoyangkan jari telunjuk ke arahnya. "Tidak, tidak, tidak. Sudah kubilang, di ulang tahunku kali ini, aku hanya ingin seorang ayah.”
"Um, sayang, menemukan seorang ayah untukmu tidaklah mudah ..."
"Aku tahu, kau pasti tak bisa melakukannya, jadi aku datang untuk membantumu! Ini dia orangnya!" kata Sarah sambil menunjuk ke belakang.
Sekarang, barulah Gisel menyadari bahwa ada seseorang yang berdiri di belakang Sarah. Setelah melihat bahwa orang itu adalah Pandu, dia terhuyung-huyung dan berpegangan pada pintu agar tidak jatuh. Kenapa dia ada di sini? Apa dia serius?
Pandu berdiri di sana, di bawah sinar mentari. Auranya seolah memancarkan cahaya, sehingga semua yang ada di sekitarnya tampak tak menarik.
Sarah melompat-lompat dan menyeret Pandu ke depan Gisel. "Tuan, ini ibuku! Ibuku berusia 23 tahun, tingginya 166 sentimeter, beratnya 48 kilogram, dan berbentuk tubuh jam pasir 34-24-34. Dia punya rumah, mobil, dan juga uang. Apakah kau mau menjadi ayahku?"
Mendengar ocehan putrinya barusan, rasanya Gisel ingin menggali lubang dan bersembunyi di dalamnya. Bagaimana mungkin putriku melakukan hal ini padaku? Bahkan dia memberi tahu orang lain tentang ukuran tubuhku!
Bagaimanapun juga, Gisel harus memberi penjelasan pada pria itu, jadi dia mulai bergumam, "Kenapa kau ada di sini?"
Alih-alih menjawab, Pandu mengangkat dompet di tangannya.
Melihat reaksi Pandu itu, pandangan Sarah beralih mengamati mereka berdua. Dia langsung bisa merasakan bahwa ada sesuatu di antara mereka. "Kalian berdua saling kenal? Kurasa tadi tuan ini juga berjalan ke arah sini. Tuan, apa kau ingin mengajak ibuku berkencan? Apa kalian berdua saling mencintai dan berkencan?"
Sarah sangat gembira memikirkannya. Dia memandang Pandu, lalu berbalik dan memandang ibunya. Mereka tampak sangat serasi!
Sementara itu, Gisel mengedipkan mata pada Pandu, yang langsung menganggukkan kepalanya. "Ya, kami memang saling mencintai."
Mata Gisel terbelalak lebar, seolah hampir keluar dari rongganya. Kenapa dia malah salah paham? Padahal aku memberi isyarat agar dia menyangkalnya!
"Wah, bagus sekali!" Sarah bertepuk tangan dan berseru, "Kalian berdua adalah pasangan yang serasi! Ibu, kenapa kau masih berdiri di sana? Riaslah wajahmu dan cepat ganti pakaianmu! Tuan ini sedang menunggumu untuk berkencan!"
Kemudian, Sarah mendorong Gisel ke dalam rumah. "Tuan, tolong jangan pedulikan penampilannya saat ini. Tapi meski tanpa riasan, ibuku tetap cantik, kan? Silakan duduk dulu. Dia akan segera siap!"
Setelah mengatakan itu, Sarah menyeret Gisel ke lantai atas.
Pandu terkekeh pelan. Sesaat, sorot mata dinginnya tampak lembut.
Terdengar suara berisik dari lantai atas. Sarah mengacak-acak lemari dan mencari pakaian untuk Gisel, yang dipaksa putrinya itu untuk menyikat gigi, mencuci muka, dan menyisir rambutnya.
Pandu duduk di lantai bawah. Sarah turun lebih dulu dan duduk dengan sopan di samping Pandu. "Tuan, aku berulang tahun besok lusa. Maukah kau datang ke pesta ulang tahunku?"
Di hadapan gadis cilik yang menggemaskan dan bersemangat ini, tentu saja Pandu tak bisa menolaknya. Akhirnya dia mengiyakan permintaan si gadis kecil. "Ya."
“Kalau begitu, sudah sepakat! Janji kelingking!” Sarah mengulurkan kelingking mungilnya. Pandu melihatnya dan berpikir. Dia belum pernah melakukan hal semacam ini, namun akhirnya dia tetap mengulurkan tangannya.
Kini, kelingking mereka saling bertaut. Akhirnya Sarah merasa puas!
"Sebenarnya, melamar ibuku di pesta ulang tahunku adalah ide yang bagus. Jika kau ingin melamarnya, aku bisa membantumu menyusun rencana!"
"Uh ..." Baru kali ini Pandu merasa bertemu dengan lawan yang sangat tangguh. Sesungguhnya, dia tak pernah mendapat masalah seperti ini sebelumnya.
“Tapi, kurasa ini terlalu mendadak." Menyadari keraguan di wajah pria tampan di hadapannya ini, Sarah cepat-cepat berkata, “Kau bisa menambahkanku di Facebook. Kita bahas hal itu nanti.”
Kemudian, dia segera mengeluarkan ponselnya. Gisel sering bekerja di luar, jadi meski Sarah masih kecil, dia memberi putrinya ponsel agar mereka bisa berkomunikasi kapan saja. Pandu pun terpaksa bertukar kontak media sosial dengan Sarah.
"Sebenarnya ibuku adalah wanita yang sangat tidak elegan. Dia suka ..."
Saat Sarah sedang berbicara, Gisel turun dari lantai atas, jadi Sarah segera menempelkan jarinya ke bibirnya. "Ssst. Jangan lupa, rahasiakan semua yang kukatakan padamu."
Mereka berdua menatap Gisel, yang memakai riasan tipis, dan rambutnya disanggul sederhana. Dia mengenakan blus putih dengan bagian bahu yang terbuka, dipadukan dengan rok fishtail bermotif kotak-kotak, membuatnya terlihat imut namun juga seksi.
Sebenarnya, ini adalah ide Sarah. Gisel tidak biasa memakai rok, karena tidak nyaman untuk bergerak ke sana kemari.
Melihat penampilan ibunya, diam-diam Sarah mengacungkan jempol pada Gisel, yang berjalan dengan kesal dan bertanya, "Sarah, apa yang kalian bicarakan?"
"Kami tidak membicarakan apa-apa kok. Iya, kan, Tuan Tampan?" Sarah mengedipkan mata ke arah Pandu dengan nakal. Kami tidak boleh memberitahunya tentang rencana lamaran ini. Kalau tidak, Ibu tidak akan terkejut!
Pandu hanya mengangguk kecil.
Melihat mereka berdua, Gisel punya firasat buruk. Tampaknya mereka menyembunyikan sesuatu darinya.
"Oh iya, kalian harus pergi berkencan sekarang," kata gadis kecil itu.
"Kau—"
"Aku tak masalah di rumah sendirian. Jika ada apa-apa, aku akan menelepon Nona Linda saja. Sampai jumpa!" potong Sarah sebelum ibunya selesai berbicara.
Gisel pun terpaksa pergi bersama Pandu.
Begitu mereka berdua pergi, Gisel menatap tajam ke arah Pandu. Matanya tampak cerah, persis seperti mata Sarah, namun tatapannya sungguh mematikan!