Bab 16 Dasar Anak Haram
Kirana menunjuk ke arah Sarah, yang sedang melihat-lihat kue yang dipajang di toko ini.
Alana langsung menoleh ke arah yang ditunjuk Alana. Gadis kecil nan lincah itu ternyata adalah putri Gisel!
"Dia tampak menjijikkan seperti Gisel!" ejek Alana, lalu dia langsung bergegas ke sana.
Kirana menatap Sarah, melihatnya betapa miripnya gadis kecil ini dengan Gisel, seolah dia diukir dengan cetakan yang sama dengan ibunya. Entah kenapa, dia juga terlihat agak mirip dengan Pandu. Namun, tak akan ada yang menyadari kemiripan mereka jika tak mengetahui bahwa mereka berdua adalah ayah dan anak. Jika begitu, mereka tak tampak berhubungan sama sekali.
Kirana lega karena Sarah lebih mirip Gisel. Jika gadis ini mirip Pandu, Kirana akan sangat kesusahan, karena semua orang akan tahu siapa ayah kandungnya.
Namun, kemunculan gadis kecil ini juga membuatnya merasakan bahaya. Lagi pula, selama ini mereka mengira bahwa Sarah tak akan bisa bertahan. Gadis ini terlahir dengan masalah pernapasan, sehingga dia langsung dimasukkan ke dalam inkubator tepat setelah lahir di dunia. Karena berat badan Sarah hanya empat pon, ditambah dengan kondisi Gisel yang begitu miskin, mereka semua berpikir bahwa gadis ini tak akan bisa bertahan hidup.
Tak hanya berhasil bertahan hidup, siapa sangka bahwa ternyata Sarah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan lincah?
Alana melangkah mendekat dan mencengkeram lengan Sarah, membuat gadis kecil itu ketakutan.
"Siapa kau? Lepaskan aku!"
Asisten toko kue ini pun agak terkejut, namun dia mengenali Alana, yang sudah datang ke sini beberapa kali untuk mendiskusikan kue pengantinnya. Karena itu, semua karyawan di sini tahu bahwa dia adalah pelanggan yang merepotkan.
"Nona Wardana, ini tidak pantas."
Alana menatap tajam si karyawan. "Ini bukan urusanmu! Aku adalah bibinya."
“Aku tak punya bibi sepertimu. Lepaskan aku!” Lengan Sarah terasa sakit akibat cengkeraman Alana.
Dia berusaha keras untuk melepaskan diri, namun mana mungkin seorang anak berusia empat tahun bisa menandingi kekuatan orang dewasa?
"Hei anak nakal, apa ibumu bernama Gisel Wardana?"
Mendengar Alana menyebut nama ibunya, Sarah menatap wanita di depannya ini dengan curiga. "Bagaimana kau tahu?"
"Tentu saja aku tahu. Aku ini adiknya! Apa? Dia tak pernah menceritakan aku padamu?"
Sarah langsung menyunggingkan senyuman. "Oh, jadi kau bibiku! Ibuku itu sangat pelupa. Bahkan dia tak pernah menceritakanmu padaku, jadi aku tak tahu bahwa aku punya seorang bibi secantik ini! Kau bahkan lebih cantik daripada ibuku!"
Alana terkejut melihat bocah ini tiba-tiba tersenyum, dan pujiannya 'lebih cantik dari ibuku' membuat hati Alana berbunga-bunga.
Dia melepaskan cengkeraman tangannya dan bertanya dengan suara yang lebih tenang, “Nak, kau pandai sekali merayu! Siapa yang mengajarimu semua ini?”
Sarah menoleh ke meja dan mengambil jus yang baru saja dituangkan oleh staf untuknya.
"Bibi, tampaknya kau agak lelah. Lihatlah, kau berkeringat, dan riasanmu luntur. Ini, minum jus dulu. Aku belum meminumnya sama sekali."
Alana langsung gelisah mendengarnya. Lagi pula, wanita selalu memperhatikan penampilan wajahnya. Dia langsung mengeluarkan cermin rias kecil dari tasnya dan mencoba memperbaiki riasannya.
Namun, dengan santainya, Sarah menyiram segelas jus itu langsung ke wajah Alana—
Saat Alana sedang sibuk mengamati wajahnya di cermin dan memeriksa apakah riasannya benar-benar luntur, tiba-tiba segelas cairan manis membasahinya.
Kebetulan, momen ini juga tertangkap oleh cermin Alana, jadi dia menyaksikan seluruh momen menyebalkan ini.
Waktu itu, Alana disiram kopi oleh Gisel, dan kali ini dia disiram jus oleh putrinya!
"Kau ini mirip seperti sapi. Mana mungkin kau bisa dibandingkan dengan ibuku!" kata Sarah pada Alana dengan ekspresi mengejek, lalu dia berbalik dan berlari ke pintu.
"Ah! Dasar anak nakal! Akan kucabik-cabik kau!" Alana melempar cermin riasnya dan mengehentakkan kakinya keras-keras.
Saat Sarah berlari ke arah pintu, dia bertabrakan dengan Kirana di tengah jalan. Dia mengangkat kepalanya dan melihat Kirana, mendapati bahwa wanita ini tampak jauh lebih lembut daripada wanita yang mencengkeram lengannya.
Kirana tersenyum dan berjongkok. "Gadis kecil, apa kau ingin bertemu ayahmu?"
"Ayahku?" tanya Sarah. Dia memang sangat ingin bertemu ayahnya, tapi bukankah ayahnya sudah pergi ke langit?
"Ya, kau pasti sangat ingin bertemu ayahmu, kan?"
Alana bergegas mendekat dan menarik Sarah dengan keras, lalu dia berteriak, “Bocah nakal, berani-beraninya kau menyiram jus padaku! Akan kucabik-cabik kau!"
"Alana, jangan bersikap kasar begini. Anak itu tumbuh tanpa ayah. Malang sekali! Ayo sayang, mendekatlah padaku," bujuk Kirana sambil mengedipkan mata pada Alana, lalu dia menarik Sarah ke sisinya dan merapikan pakaian si kecil.
Sarah sangat tertarik dengan semua yang berkaitan dengan ayahnya. Walaupun dia tahu bahwa ayahnya sudah pergi ke surga, dia tetap ingin tahu semua hal tentang ayahnya. Lagi pula, dia tak pernah melihat satu pun foto ayahnya.
"Kau kenal ayahku? Apa kau punya fotonya?" Sarah memandang Kirana dengan hati-hati dan menambahkan, "Kata ibuku, ayahku sudah pergi ke surga."
"Hahaha, tentu saja ibumu mengatakan bahwa ayahmu sudah mati, karena kau hanyalah anak yatim!" Alana tertawa dengan rambut yang penuh jus.
"Omong kosong!" Walaupun masih kecil, Sarah tahu apa arti 'anak yatim'.
"Hei bocah nakal! Kau hanya ingin tahu, kan? Kalau begitu, biar kuberi tahu asal usulmu! Kau ini adalah anak haram, dan saat itu ibumu adalah wanita j*lang. Entah berapa banyak pria yang sudah tidur dan berhubungan dengannya. Kau hanyalah hasil perzinahan ibumu dengan seorang lelaki b*jingan!"
"Kau bicara omong kosong! Omong kosong! Dasar wanita jelek! Sapi jelek!" Sarah memberontak mati-matian, membuka mulutnya ke arah lengan Alana dan menggigitnya dengan sekuat tenaga!
"Ah!" Alana menjerit kesakitan.
"Alana, kenapa kau malah bertengkar dengan anak kecil? Anak-anak zaman sekarang tak akan mengerti jika kau hanya berbicara dengan mereka. Mereka tak akan mengerti kecuali itu menyakitkan," ujar Kirana ke samping, lalu dia menambahkan, "Lihatlah, tubuhmu basah dan berantakan gara-gara jus. Mungkin kau adalah calon pengantin yang paling menyedihkan. Jika menangani anak kecil saja tak bisa, siapa yang bisa kau andalkan saat kau tinggal bersama keluarga Ganendra nanti?"
Mendengar kata-kata Kirana, Alana menjambak rambut Sarah, mengayunkan tangannya ke wajah gadis cilik itu dan menamparnya beberapa kali.
Sarah pun sontak menangis, dan kepalanya berdengung karena serangan itu.
Alana segera mengeluarkan ponselnya dan mengirim sebuah pesan. 'Utus seseorang untuk menyingkirkan anak ini.'
"Haha, sekarang kau kesakitan, kan? Kalau begitu, lain kali jaga mulutmu!" Alana tertawa keras.
Kirana membisikkan beberapa kata ke telinga Alana, namun Alana malah menatapnya dengan tidak percaya. "Jangan khawatir dengan rencanaku."
"Tapi..."
"Tak ada tapi-tapian. Kita tak boleh melepaskan gadis ini."
Alana mengangguk, dan kakak beradik itu langsung pergi, meninggalkan Sarah yang berdiri di tempatnya sambil terisak. Wajahnya terasa sangat panas, tapi tidak sesakit hatinya saat mendengar Alana. Kata-kata wanita itu masih terngiang-ngiang di telinganya.
Tiba-tiba, seorang pria dengan penampilan acak-acakan bergegas masuk ke dalam toko kue dan mengangkat Sarah. "Ah! Lepaskan aku!"
Saat itu, Gisel baru saja keluar dari kamar mandi.
"Ibu, tolong aku!" teriak Sarah mati-matian.