Bab 5 Pertemuan dengan Iblis (a)

Bab 4 : Pertemuan dengan Iblis (a) ****** TALITHA berjalan dengan sedikit tergesa ke ruang tengah. Piamanya terlihat begitu besar di tubuhnya dan dengan cepat gadis itu mengikat rambutnya sembarangan. Yang ada di kepalanya saat ini hanyalah satu: mencari mamanya yang jam segini biasanya ada di ruang tamu. Ini sudah jam tujuh malam dan jam delapan malam nanti ia akan pergi bersama Gavin ke pesta anniversary Abraham Groups. Ia harus bersiap-siap, tetapi karena kebodohannya dalam ber-makeup, dia malah tak kunjung bisa bersiap-siap dari tadi. Mungkin meminta tolong dengan mamanya adalah keputusan yang terbaik. Gavin sedang mandi dan apabila ia tak bersiap-siap juga, ia mungkin akan digantung oleh Gavin. Dang. "Ma!" teriak Talitha, langkahnya dipercepat saat kedua matanya menemukan sosok mamanya yang duduk di ruang tengah (ruang keluarga), sedang menonton TV. Talitha bergegas menghampiri mamanya. "Ma!!" Mamanya mengernyitkan dahi, lalu langsung menoleh kepada Talitha. "Apa, Ta? Jangan berisik, udah malem!" Mata Talitha melebar, ia rupanya tidak peduli bahwa sekarang sudah malam. Ia langsung duduk di sebelah mamanya begitu ia sampai. "Ngapa lagi?" tanya mamanya, kini sepenuhnya menatap dengan heran kepada Talitha, satu-satunya anak perempuannya. "Papa tidur, nggak usah berisik gitu.” Talitha mengangguk cepat, kemudian otaknya kembali memikirkan tujuan awalnya tadi. Gadis itu langsung memberikan mamanya tatapan yang memelas. "Tolongin Ita, dong, Ma. Yaa? Ita nggak bisa pake makeup, sumpah! Itu tadi Ita pinjem punya Mama, tapi tetep nggak ngerti pakenya gimana. Perasaan tiap dipake malah jadi ondel-ondel." "Lho, kamu jadi, ya, ikut abangmu ke pesta itu? Gaunnya mana?" "Jadi, dong. Orang Bang Gavin nggak punya pasangan, hahahaha!" Talitha tertawa keras sampai-sampai mamanya menggeleng. "Kamu itu kok malah doain abangmu nggak punya jodoh." Talitha tertawa lagi. "Halah, Ma, Bang Gavin juga kayak gitu. Gimana mau punya cewek kalo dia selalu bawa Ita ke mana-mana? Orang-orang nyangka kalo Ita nih ceweknya. Oh, ya, Ma, gaunnya tadi udah dibeliin sama Bang Gavin. Tolong bantuin Ita siap-siap, ya, Ma?" Akhirnya, mamanya mengangguk. Hal itu membuat Ita jadi gembira. "Ya udah, ayo cepet,” ujar mamanya. Mama Talitha berdiri dan langsung pergi ke lantai atas di mana kamar Talitha berada. Sementara mamanya berjalan duluan, Talitha menoleh ke kiri—ke arah di mana dapur dan kamar mandi berada—dan menemukan Gavin yang telah berdiri di sana dengan hanya memakai handuk di pinggangnya. "Lho, Dek, lo belum siap-siap?!" teriak Gavin, matanya melebar. Talitha hanya cengar-cengir. "Tunggu, Bang, sabar-sabar." Talitha memasang wajah sok tak berdosa. Gavin mengerutkan dahi. Akhirnya, Talitha mengerjap dan melebarkan matanya. Ia ingat kalau sekarang sudah jam tujuh lewat! "Tunggu, ya, Bang!! Tunggu!! Ita siap-siap bentar, oke?! Tunggu, Bang! Abang pake baju aja dulu!!" teriaknya cepat dan langsung berlari ke lantai atas. Hal itu membuat Gavin jadi menggeleng sendiri, merasa bahwa ia memiliki seorang adik perempuan yang tak kunjung menemukan titik kedewasaan. Walau Gavin sendiri pun bingung, apakah ia sudah benar-benar dewasa untuk bisa dicontoh oleh Talitha? Dia terkadang bersikap sok dewasa, tetapi itu langsung diejek oleh Talitha. Yah, jelas saja karena Talitha tahu bahwa Gavin bukanlah orang yang seperti itu. Sebentar. Bukankah itu artinya Ita menganggap Gavin belum dewasa? "Tuh anak emang minta dijotos. Abangnya kok dianggep kayak anak-anak," omel Gavin tiba-tiba. Dia pun lanjut berjalan ke kamarnya. ****** "Duh, Bang! Gimana, nih?" Talitha menatap Gavin dengan gelisah. Matanya sesekali melihat ke luar jendela; ia melihat betapa banyaknya mobil-mobil yang parkir di dekat mereka, yakni di sebuah hotel ternama. Dari dalam mobil-mobil itu keluar pasangan-pasangan yang kelihatan mempesona dan juga serasi, tampak seperti pasangan yang begitu sempurna. Ada yang masih muda dan ada juga yang sudah berumur. Gavin menatap Talitha sembari melepas sabuk pengamannya. "Udah, nggak apa-apa. Ayo, ntar ada Revan juga di sana." Gavin menyemangati Talitha. Talitha menatap Gavin dan mengangguk cepat. Setelah itu, mereka berdua turun dari mobil setelah sebelumnya Talitha melepas sabuk pengaman yang terpasang di tubuhnya. Gavin menggandeng Talitha masuk ke lobi hotel itu, menuju ke resepsionis. Talitha melongo sendiri tatkala melihat betapa mengerikannya kemewahan dan fasilitas hotel itu. Talitha tidak mendengar sama sekali apa yang sedang dibicarakan abangnya dengan resepsionis yang berpakaian batik itu sampai akhirnya Gavin membawa Talitha naik lift. Talitha hanya diam, tangannya memegang lengan Gavin sampai bunyi ding dari lift itu membuatnya mengerjap. Mereka akhirnya keluar dari lift, lalu menuju ke salah satu pintu yang telah dijaga oleh dua orang penjaga yang berpakaian rapi. Gavin menyerahkan sesuatu seperti sebuah undangan kepada para penjaga itu dan penjaga itu pun membukakan pintu untuk mereka berdua. Setelah pintu itu terbuka, Talitha langsung menganga; mulutnya terbuka luar biasa lebar. Gavin masuk membawa Talitha yang matanya sekarang melebar. Talitha langsung mencengkeram lengan Gavin dengan kuat hingga membuat Gavin mengaduh kesakitan. "Astaga, Bang... Sumpah, ini keren!!" Talitha berdecak kagum, sementara Gavin hanya menggeleng melihatnya. Pria itu terkikik sendiri melihat tingkah adiknya. Gavin memang mengakui bahwa aula yang disewa untuk pesta ini luar biasa besar dan elegan. Semuanya serba mewah, serba berkilauan. Pelayan-pelayan yang berkeliling membawakan minuman itu bahkan secantik model. Gorden berwarna krem membentang di seluruh permukaan dinding, peralatan-peralatan yang digunakan juga bukan main mewahnya. Tidak heran jika orang-orang di dalamnya juga luar biasa elegannya. Gavin mendengar seseorang memanggil namanya dari kejauhan dan ia sontak melihat jauh ke depan sana; ia memanjangkan lehernya demi mencari siapa yang memanggilnya. Talitha masih menganga melihat ke sekeliling, sementara Gavin sibuk mencari keberadaan orang yang sedang memanggilnya. Gavin akhirnya menemukan Revan di ujung sana, pria itu memanggil namanya sembari mendatanginya. Gavin melambaikan tangannya pada Revan, ia juga menarik Talitha untuk lebih mendekat kepada Revan. Talitha tersentak sampai akhirnya ia menyadari bahwa Gavin sudah bertos ria dengan Revan. "Yo, Bro! Kapan nyampe?" tanya Revan seraya menepuk singkat pundak Gavin. Gavin balas menepuk keras pundak Revan hingga Revan mengaduh kesakitan. "Baru aja, lo udah dari tadi?" tanya Gavin dan Revan mengangguk. "Gue kira lo udah di sini, Nyet," celetuk Revan. “soalnya lo, kan, jomblo.” Mata Gavin kontan memelotot. "Kampret lo, Van. Gue baru nyampe, Nyet, jangan ngajak ribut lo," ujar Gavin, tetapi Revan hanya tertawa. Tiba-tiba Revan melihat ke samping Gavin dan mata pria itu melebar saat melihat Talitha di sana. Revan sontak memeluk Talitha kuat-kuat hingga Talitha merasa tubuhnya seakan remuk—atau bahkan jadi penyok—karena tubuh Revan yang besar. Revan lebih tinggi daripada Gavin. Revan adalah tipe lelaki bertubuh proporsional yang tak heran menjadi playboy cap kapak dari semasa sekolah. Tubuh Gavin juga tak kalah bagus, tetapi Revan lebih tinggi daripada Gavin. "ITAAAA!!! ADEK AJAIB GUE!" teriak Revan bak semut yang baru saja berjumpa dengan sebongkah gula. Talitha membuka mulutnya lebar-lebar, nyaris muntah karena Revan terus memeluk tubuhnya dengan kencang. Mulut Talitha sudah seperti mulut ikan yang termonyong-monyong karena kehabisan napas. "ADUH, BADAN GUE, BANG!! BADAN GUE!! BADAN INDAH GUE REMUK, BANG!!" teriak Talitha putus asa. Revan tertawa kencang, tawanya membahana sekali hingga akhirnya pria itu melepaskan tubuh Talitha. Tubuh Talitha langsung oleng, nyaris jatuh. Ia merasa seakan nyawanya baru saja dicabut, lalu dikembalikan lagi. "Lo dateng, Dek??!" tanya Revan dengan antusias. Talitha mengangguk. "Ya datenglah, Bang. Kalo nggak dateng, nggak mungkin udah mencogok di sini." "Amit-amit, dah, Ta, kok lo keliatan kayak bocil banget dah." Revan tertawa lagi. "Lo jangan nggodain Adek gue, deh, Van. Jijay gue." Gavin memutar bola matanya, tetapi dilihatnya sekarang Talitha malah berusaha untuk meraih kepala Revan. Gavin kontan membulatkan matanya. Talitha terlihat seperti monyet yang sedang berusaha untuk memanjat tubuh Revan yang jauh lebih tinggi darinya! "Ta—Ta! Ita!! Jangan, jangan!!" teriak Gavin, berusaha untuk meraih dan melepaskan Talitha dari tubuh Revan, padahal Revan sendiri tengah tertawa terbahak-bahak karena perlakuan Talitha. Hello, mereka sedang berada di dalam pesta, 'kan? "Bang Revan ngatain gue bocil, nih! Awas lo, ya, Bang!" protes Talitha, kemudian ia melepaskan tubuh Revan. Revan tergelak lagi. Diam-diam Gavin tertawa. Hal itu membuat Talitha jadi memelototinya. Risiko punya dua abang yang stress, pikir Talitha. []
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
FINLINKER TECHNOLOGY LIMITED
69 ABERDEEN AVENUE CAMBRIDGE ENGLAND CB2 8DL
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta