Bab 23 Ayo Kita Menikah (b)
Bab 22 :
Ayo Kita Menikah (b)
******
ASTAGA.
Talitha membelalakkan matanya. Lagi-lagi dia dicium. Tak pernah sekali pun ia dicium oleh seorang pria, kecuali dahulu sewaktu kecil (dicium oleh ayahnya atau Gavin). Ingat, ia adalah jomblo akut! Dia tak pernah mendapat perlakuan seperti ini dan Deon malah dengan mudahnya…
Entah apa yang terjadi, tiba-tiba ada semburat merah yang muncul di pipi gadis itu. Dia menelan ludahnya berkali-kali! Gawat, dia yang suka menggerepe orang lain, sekarang malah bungkam karena dicium oleh Deon? Namun, Talitha menggeleng, membuang jauh-jauh semua pikiran itu dan menganggap semuanya hanyalah angin lalu. Cepat-cepat dia mengalihkan pikirannya.
Talitha mendorong Deon dan memukul bahu Deon kencang. "Nyium terus kamu nih! Wah, mulai suka gerepe-gerepe, ya, kamu," ujar Talitha. Dia nyengir, bermaksud untuk menggoda Deon. Dia mulai geblek lagi.
Deon mengernyitkan dahi. "Kenapa kamu suka pakai istilah yang nggak kumengerti," ujar Deon dengan lirih. "Aku nggak ngerti apa itu gerepe-gerepe."
Talitha tertawa bak kesetanan.
Gadis itu masih berusaha menghentikan tawanya ketika dia ingin berbicara, "Aduh—hahah—oi—bhahaha—Deon, udah, deh, kamu itu ternyata masih polos banget whahahahaha! Anak polos kok bisa kelewat posesif, yak?" ujar Talitha, kemudian gadis itu semakin tertawa kencang.
Deon mendengkus. "Apa kamu setuju dengan pernikahan kita?"
Talitha mendadak mengerjap. Gadis itu terdiam lagi; ia menatap Deon dengan hati-hati.
"Maksud kamu?"
"Aku nanya apa kamu setuju dengan pernikahan kita. Aku nggak main-main, Talitha," ujar Deon sembari mengangkat telunjuknya di depan Talitha, memperingati Talitha.
Talitha menunduk.
Ah, yang benar saja. Dia yakin Deon tak akan mencintainya. Entah apa yang membuat pria itu ingin menikahi Talitha, padahal Talitha adalah orang yang baru ia kenal. Talitha pada dasarnya adalah orang asing baginya; Talitha masih tak tahu apa-apa tentangnya. Ini pernikahan, lho! Selain itu, Talitha masih berumur 21 tahun. Bagi Talitha, itu terlalu cepat.
"Aku cuma takut kita nggak bisa memunculkan perasaan itu, Deon," ucap Talitha. Kepribadian Talitha yang agak ‘gila’ itu mendadak berganti ketika gadis itu membicarakan hal yang serius. "dan kita bakal menyesali itu."
Namun, ketika Talitha berbicara serius seperti itu, ponsel Talitha yang ada di saku gadis itu mendadak bergetar.
Talitha mengernyitkan dahinya dan langsung mengeluarkan ponsel itu dari saku celananya. Ia baru saja ingin mengangkat panggilan itu ketika tiba-tiba Deon mengambil paksa ponselnya. Akhirnya, Deonlah yang mengangkat panggilan itu.
Itu adalah panggilan dari sebuah nomor yang tak tersimpan di kontak Talitha.
Dengan mata menyelidik, Deon langsung berbicara dengan dingin. "Siapa kamu?"
"Oh, kamu yang namanya Alfa itu?"
Mata Talitha membulat. Itu Alfa? Astaga.
Oh...benar. Deon menghapus nomor Alfa dari ponselnya.
"Berhenti ngehubungi dia. Berhenti atau aku bakal nemuin kamu dan ngasih kamu pelajaran sekarang juga."
"Aku calon suaminya. Berhenti ngehubungi dia. Dengar kamu? Atau kamu akan tau akibatnya."
Mata Talitha terbelalak. Ia kemudian berbisik pada Deon, "Oi—Deon! Oi! Udah! Dia itu nggak tau apa-apa!"
Namun, Deon hanya menatap Talitha dengan tajam.
“Jangan pernah coba-coba untuk ngedeketin dia atau berbicara dengan dia. Aku bakal mengawasi kamu. Dia itu milikku dan bakal selalu bersamaku. Jika kamu terus mencoba untuk ngedeketin dia, aku pasti bakal bunuh kamu.”
Tubuh Talitha mematung, ia tak tahu harus berkata apa lagi kepada Deon.
******
Talitha mengantar Deon sampai ke halaman rumahnya.
Ini sudah nyaris sore dan Deon menghabiskan banyak waktu di rumahnya. Pria itu tampak begitu sempurna; dia membuat semua keluarga Talitha langsung menyukainya. Dia tadi bahkan sempat membantu mama Talitha membuat kue—dan entah apa lagi yang dikerjakannya—yang jelas dia berhasil membuat mama dan papa Talitha klepek-klepek.
Talitha dari tadi hanya terus menggeleng melihatnya. Kalau sudah begitu, mana mungkin kedua orangtua Talitha tak menyetujui hubungan mereka?
Talitha mengekori Deon sampai ke dekat mobil pria itu. Namun, tiba-tiba Deon berbalik lagi, lalu menatapnya. Alis Deon terangkat dengan arogannya.
"Kenapa kamu nggak biarin aku nginap aja hari ini?"
Mata Talitha kontan terbelalak. "Alamak—belum nikah, Pak. Sadar, kita belum nikah. Waduh, gileee, Bapak udah mulai suka gerepe-gerepe. Atut ih... Ntar akunya yang malah kebablasan whahahaha!" Talitha tertawa kencang.
"Kamu manggil aku Bapak lagi." Mata Deon menyipit tajam. "Ralat ucapan kamu atau kucium kamu di sini."
Talitha mendadak bagai tersambar petir.
Namun, beberapa detik kemudian Talitha justru menaikturunkan alisnya jail. "Wah, aku mah nggak apa-apa kalo kamu cium," ujarnya. "Mumpung ada orang ganteng mau nyium aku gratisan bhahahah!"
Tanpa Talitha sangka, Deon langsung mendekatinya dan menarik tubuhnya. Butuh waktu bagi otak geblek Talitha untuk paham bahwa dia sudah dicium oleh Deon. Bibir Deon menguasainya seolah bibir Talitha hanyalah miliknya seorang. Ketika Talitha tersadar, Deon sudah melepaskan ciumannya.
Pria itu menatapnya dengan tatapan penuh makna. "Apa ini termasuk gerepe-gerepe?"
…ha?
Kontan saja Talitha tertawa kencang, gadis itu tergelak setengah mati. Deon ini sedang apa, sih? HAHA!
"Astaga naga... Kamu ini bikin ngakak aja tau nggak! Sumpah, kelakuan kamu tuh aneh seaneh-anehnya hahahaha!"
"Kalau nggak, kamu ikut ke apartemenku aja," ujar Deon. "Tidur di sana."
Talitha terperanjat. Ia nyaris terlompat ke belakang saking kagetnya. "Waduh, njir, langsung tancep gas dia," ucap Talitha. "Oi—mentang-mentang udah tau apa itu gerepe-gerepe, kayaknya jadi maen nyeruduk aja kamu!"
Deon mengangkat alis. "Bukannya kamu juga bakal jadi istriku?"
Talitha menganga. "Belum, oi!! Nih orang kok ngeyel amat! Masih aj—"
"Oke. Terserah kamu, yang jelas aku pasti ngelamar kamu." Deon berkata dengan tajam, lalu dia bernapas samar. "Nggak lama lagi aku bakal ngelamar kamu. Jangan macam-macam, Talitha."
Deon kemudian mencium pipi Talitha dengan sangat lembut, bahkan hampir seperti menempelkan bibirnya saja. Itu terasa bagai selembut dan seringan kapas.
"Aku pulang dulu. Besok aku bakal jemput kamu. Jangan coba-coba berangkat sama orang lain selain aku,” peringat Deon, kemudian pria itu menekan key fob mobilnya. Deon membuka pintu mobilnya dan mulai masuk ke mobil itu.
Ketika mobil Deon pergi dari rumah Talitha, Talitha hanya memperhatikan mobil itu dengan lekat.
Deon itu…
Mengapa jantung Talitha mendadak jadi berdebar?
"Ekhem-ekhem... Cuit-cuit..."
Talitha kontan membulatkan matanya. Gadis itu langsung berbalik, lalu ia menemukan mamanya dan Gavin berdiri di depan pintu dan bersiul dengan jail; mereka sedang meledek Talitha.
Talitha sontak jadi kesal minta ampun; wajah gadis itu memerah. Matanya memelotot dan dia langsung melepas sandalnya. Dia langsung berlari ke arah mamanya dan Gavin—membuat mereka berdua jadi kucar-kacir sambil tertawa—lalu dia mengejar Gavin seraya memegang sebelah sandalnya.
"Kaliaaaaaaaan!!!" geram Talitha. "Kamvreeeeeeeeettttttt!!!!"
Gavin sibuk berlarian sembari menutupi kepalanya dengan kedua tangannya, sementara mama mereka sudah kabur ke dalam rumah.
"Woy, Dek!! Bukan gue yang duluan! Mama, tuh, yang duluan ngintipin lo dicium Deon tadi! Kok lo cuma ngejer gue, sih?!! DEK!!"
Halah, kurang ajaaaar!! Ternyata mereka mengintip selama itu?
Sialaaaan!! []