Bab 14 Pacaran dengan Dirut (a)
Bab 13 :
Pacaran dengan Dirut (a)
******
SEPERTI biasa, Talitha bangun jam lima pagi. Gadis itu sudah ada di dapur dan mulai membantu mamanya memasak. Talitha mengambil persediaan ikan di kulkas dan memberikannya kepada mamanya.
"Kamu tadi malem ngapain teriak-teriak, Ta?" tanya mama Talitha sembari menggeleng. "Udah malem kok berisik."
Talitha membulatkan mata. Ia menunduk dan meneguk ludahnya.
Mampus. Mamanya mendengar teriakannya tadi malam.
Lha, ini bukan salahnya juga. Deon sableng itu yang meneleponnya dan mendadak memintanya menghapus untuk nomor laki-laki lain selain keluarga atau yang dianggap sebagai keluarga di ponselnya.
Talitha nyengir. "Entah juga, Ma. Kayaknya Ita fangirling sama Justin Bieber semalem. Haha." Dalam hati Talitha merutuki dirinya sendiri.
Mama Talitha mencibir, lalu ia membuat ekspresi ingin muntah. "Udah gede, Ta. Udah mau Mama kawinin, nih. Insaf dikit kek dari Justin Bieber."
Talitha menganga dan wajahnya kelihatan konyol bukan main. Ia lantas mencibir. "Yee Mama juga, nih, sableng. Sama aja kayak biro jodoh." Talitha menggeleng menyadari betapa gilanya mamanya.
"Lha, salah Mama apa toh? Kamu juga nggak pernah punya pacar. Bikin malu aja," balas mamanya.
Walah walah... Kalau biasanya orangtua lebih senang anaknya tidak berpacaran, mamanya Talitha justru kepengin anaknya punya pacar. Sakit banget, gengs. Mengapa jomblo harus selalu dideskriminasi?
"Hooo..." Talitha mengangguk-anggukkan kepalanya, tetapi tatapan matanya terlihat seperti sedang menantang mamanya. "Awas Mama, ya, kalo aku dapet cowok ganteng."
Tiba-tiba terdengar suara berat seorang pria yang menginterupsi pembicaraan mereka.
"Heh! Ngomongin cowok ganteng terus."
Talitha dan mamanya langsung menoleh ke asal suara. Ternyata itu adalah suara papanya yang datang ke dapur untuk mengambil segelas kopi di atas counter dapur. Kopi itu sudah dibuat oleh mamanya beberapa menit yang lalu.
Mama Talitha jadi tertawa. "Nggak apa-apa, Pa. Soalnya, nih anak kucel kok nggak pernah ada sisi dewasanya."
Anak kucel? Astaga.
Papa Talitha lantas menoleh kepada Talitha. "Ita mah calon perawan tua," ejek papanya.
Talitha menganga. "Weleh-weleh... Doanya jelek banget! Apa salahnya, sih, didoain yang bagus-bagus? Ita baru 21 tahun, Pa, astaga... Ampun dah ah. Berasa kayak wanita karir umur tiga puluh tahunan lebih aja, dituntut punya pasangan."
Mama dan papanya lantas tertawa kencang.
Tak lama kemudian, papa Talitha pun berhenti tertawa. "Mandi sana. Noh, abangmu sama si Revan lagi rebutan kamar mandi lantai atas. Tuh dua anak memang kayak kunyuk juga. Entah kapan kalian bertiga nih bisa dewasa," ujarnya.
Talitha membulatkan matanya, kemudian dia tertawa terbahak-bahak. Gavin dan Revan memang agak childish, tetapi yah...mereka juga bisa diandalkan kok. Mereka merupakan sosok kakak yang konyol, tetapi mereka tahu mana yang baik dan mana yang buruk untuk mereka ataupun untuk orang lain. Hal yang membuat Talitha tertawa adalah cara papanya berbicara. Bagi papa dan mamanya, Revan sudah seperti anak mereka sendiri karena dari SMA Revan sering kali tidur di rumah mereka. Dari SMA, Revan sudah bersahabat dengan Gavin.
Gavin pun sekarang malah tertular sifat sablengnya Revan. Masih dalam keadaan ngakak, Talitha langsung berlari mengambil handuknya dan pergi ke lantai atas. Mama dan papanya sampai menggeleng-geleng sendiri melihat betapa gilanya semua anak-anak mereka. Mereka waktu muda sebenarnya ada salah apa?
Talitha pergi ke kamar mandi yang ada di lantai atas—di rumah Talitha ada dua kamar mandi, di dapur dan di lantai atas—dan di depan pintunya berdirilah Gavin. Gavin tengah menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Talitha langsung saja tertawa kencang.
"Bhahahahahah!!! Jadi, lo kalah sama Bang Revan, Bang?"
Gavin menoleh kepada Talitha dan berdecak kecal. "Berisik ah lo, Dek. Gue ga kalah. Gue ngalah."
Talitha semakin tertawa kencang. "Halah... Sok banget, sih. Makanya, Bang, kalo ngelawan Bang Revan dalam urusan kamar mandi itu, lo harusnya pake pisau!" saran Talitha.
Gavin menganga. "Pikiran lo, Ta! Ampun, belajar dari mana nih anak?! Lo pasti kebanyakan baca novel yang ada unsur violence-nya, 'kan? Ngaku!"
Talitha diam sebentar, pura-pura berpikir. Dia sampai meletakkan jemarinya di dagu. "Kayaknya iya, Bang. Ita baca yang ada unsur S&M-nya."
Mata Gavin benar-benar memelotot. Gavin nyaris saja mau menempeleng kepala Talitha sampai tiba-tiba dia mendengar Revan yang ada di dalam kamar mandi mulai tertawa keras. Gavin menganga.
"Kampret, Van, nggak usah ketawa lo!" teriak Gavin jengkel.
Revan masih tertawa kencang. Pria itu mulai bersuara, tetapi terdengar bergema. "Njir, Bro, Ita baca S&M! Good job, Dek!! Whahahahahah!! Mantap!!"
Gavin memijat keningnya. Ia mengeluh. "Astaga..."
Sementara itu, Talitha malah tertawa bak kesetanan. "Bercanda, Bang. Bercanda. Gitu aja kok dibawa serius banget, sih, hahaha!"
******
"Van, lo duluan ke kantor, gih," ujar Gavin ketika ia, Revan, dan Talitha sudah sampai di halaman rumahnya. Mobil Gavin dan mobil papanya ada di dalam garasi, sementara mobil Revan ada di halaman. Setelah itu, Gavin melanjutkan, "Gue mau nganter Ita dulu."
Revan yang baru saja ingin membuka pintu mobilnya kini menoleh kepada Gavin. "Ah, nggak ah, males. Gue ikut lo aja nganter Ita."
Gavin berdecak. "Buat apa coba rame-rame nganterin Ita? Bagusan lo ke kantor sana, nyelesain kerjaan yang lo tinggal kemaren. Daripada ngikutin gue."
Revan mulai menaruh tasnya di dalam mobil. "Gue males ketemu si Vero sialan itu, Nyet. Udah ah, gue ngikut lo aja biar barengan," katanya sembari masuk ke dalam mobilnya dan berusaha untuk mengeluarkan mobilnya itu dari halaman depan rumah Gavin.
"Yeee benci aja lo. Ntar lama-lama jadi suka," ledek Gavin sembari menyeringai. Membuat Revan memelototinya.
Kepala Revan nongol dari kaca pintu mobil, lalu pria itu berteriak, "Sialan lo, Nyet! Mana mau gue sama Veroksin gila itu! Hii!"
Gavin kontan tertawa keras. Lho, siapa tahu itu akan terjadi, bukan?
Talitha menggeleng dengan ekspresi wajah datar. "Bang, sebenernya lo berdua itu emang sama-sama geblek."
Mata Gavin terbelalak; Gavin menoleh kepada adiknya itu dan mulutnya menganga. "Lo juga satu Ta, kok seneng banget ngatain abang sendiri. Yang geblek itu lo kali, Dek."
Talitha tertawa kencang. Ya mungkin sudah gennya.
Gavin mulai berjalan ke arah garasi dan membuka pintu garasi itu. Talitha mengikutinya hingga akhirnya ia duduk di dalam mobil. Gavin melihat kaca spionnya dan mendapati bahwa mobil Revan sudah keluar dari halaman sehingga dia pun menghidupkan mesin mobilnya.
Sambil mengeluarkan mobilnya dari garasi, Gavin mulai membuka pembicaraan dengan Talitha yang sedari tadi hanya bengong di sampingnya. "Dek, kemaren lo didatengin dirut gue nggak?"
Talitha tersentak. Ia langsung memelototi Gavin.
"Kok lo tau, Bang?"
Gavin menghela napas. "Ya taulah, wong gue yang ngasih tau dia lo kuliah di mana."
Talitha spontan menjewer telinga abangnya. "Ohohh... Jadi, lo yang ngasih tau? Bang, lo itu kamvret banget tau nggak?!!" []