Bab 22 Ayo Kita Menikah (a)

Bab 21 : Ayo Kita Menikah (a) ****** TUBUH tegap Deon berjalan mengikuti Talitha ke kamar gadis itu. Deon memperhatikan langkahnya sembari sesekali melihat Talitha yang berjalan di depannya dengan langkah lebar. Sesampainya di kamar, Talitha menutup pintu kamar itu dan langsung menghampiri Deon. Begitu mereka sudah berdiri berhadapan, mata Talitha memelotot. "Maksud kamu apa, sih? Ngapain coba kamu ngomong gitu sama keluarga aku? Kamu nih emang gila ternyata! Lamar? Hahahahahahahah!" Talitha tertawa geli. "Kita pacaran aja maksa gini!! Kamu pikir nikah tanpa cinta itu enak, ya? Maen lamar-lamar aja. Itu pernikahan, oi, jangan anggep sepele!!" Deon menatap Talitha dengan tajam. Setelah itu, dia mendekati Talitha. Langkahnya yang pelan itu membawa tubuhnya hingga nyaris menempel dengan tubuh Talitha. Wajah pria itu hanya berjarak satu jengkal dengan wajah Talitha. "Tapi dengan begitu kamu bisa bener-bener terikat denganku." Mata Talitha membeliak. Mendadak gadis itu mengepalkan tangannya. "Denger, ya, Deon," ujar Talitha dengan mata menyipit. "Coba kamu pikir. Kita nggak saling cinta. Kalo kamu lamar aku—aduh, aku nggak mau bahas ini sumpah. Umurku masih 21 tahun, nih, astaga. Jadi gini, kalau kamu lamar aku, kita bakalan nikah, lalu hidup bersama. Nikah itu untuk seumur hidup, oi! Amit-amit, aku nggak mau cerai walau satu kali pun dalam hidupku. Tentu aku nggak mau nikah sama kamu karena kita pasti bakal cerai!! Kamu itu cuma butuh bantuan aku, ‘kan? Ya udah, nggak usah sampe segitunya! Ini namanya kamu mau main-ma—" "Cukup! Aku nggak pernah main-main, Talitha," potong Deon dengan napas memburu, mata berwarna coklat kehitamannya menatap Talitha dengan tajam. "Aku nggak pernah berencana untuk bermain-main!!" Talitha kaget saat Deon membentaknya hingga refleks matanya tertutup. Mendadak tubuh Talitha bergetar (menahan emosi) dan bibirnya terlipat. Seluruh rasa marahnya telah berada di ubun-ubun. Dia tak suka dibentak, tetapi dia juga bukan orang yang mudah ciut. Talitha membuka matanya, lalu menatap Deon dengan tajam. "Jadi, apa, hah? APA?!" Napas Talitha memburu. "Semenjak ada kamu, hidup aku kayak dikekang!! Aku seharusnya masih menikmati masa remajaku, lalu tiba-tiba kamu datang dan hidupku jadi terfokus ke kamu!!! Kamu nggak ngerasa, ya, kalo kamu tiba-tiba datang dan langsung maksain semuanya berjalan sesuai dengan kehendak kamu?!! Aku juga pengen nikmatin masa mudaku!!! Kalo kamu, kamu jelas udah sukses di usia muda!! Jangan egois dan nyeret orang—" "Kamu itu milikku, Talitha. Milikku!!" potong Deon tajam. Ia memelototi Talitha. "Aku nggak bakal nyesel ngelakuin apa aja yang bisa ngebuat kamu terus berada di sisiku!" "Itu nggak masuk akal banget, tau nggak?! Ada yang salah dengan otak kamu!!" teriak Talitha. "Kenapa kamu milih aku untuk jadi milik kamu, sementara banyak banget orang di luar sana yang bisa kamu jadiin sebagai milik kamu?!! Semua ini gila!! Lagian, kamu—" Ucapan Talitha terpotong. Tubuhnya mematung dan jantungnya serasa mau lepas. Mata Talitha membelalak begitu gadis itu merasa Deon mencium bibirnya. Deon menggunakan tangan kanannya untuk menghentikan tangan Talitha yang mencoba untuk mendorong tubuhnya, sementara tangan kirinya ia gunakan untuk menarik tubuh Talitha agar mendekat padanya sehingga tubuh mereka menempel. Sebelum Talitha bisa memberontak, Deon melepaskan ciumannya. Ia mencium bibir Talitha berkali-kali dan setiap kali ia melepaskan ciuman itu, ia akan membisikkan sepotong kata di depan bibir Talitha. "Kamu," "Harus," "Nikah," "Sama," “Aku.” Setelah itu, Deon benar-benar melepaskan ciumannya. Talitha hanya berdiri terpaku. Mulutnya terbuka dan matanya membulat penuh. Sesaat kemudian, gadis itu meneguk ludahnya dan dan ia lantas mendorong tubuh Deon. Baru saja ia ingin protes, Deon langsung membuka suara. "Aku nggak suka penolakan," ujar Deon dingin. "Dari awal aku udah bilang kalau kamu terikat denganku dan kamu setuju, Talitha! Perjanjian itu berlaku sampai kapan pun. Kamu itu hanya untukku. Hanya milikku. Sampai kapan pun. Aku akan melakukan segala cara supaya kamu tetap menjadi milikku." "Egois," balas Talitha kejam. "Otoriter. Kamu maksa orang lain yang nggak tau apa-apa untuk masuk ke dunia kamu. Kamu itu manusia tergila yang pernah aku temui. Sampai kapan pun, aku nggak bakal nikah sama orang yang nggak kucintai." "Aku bersedia untuk belajar mencintai kamu," ujar Deon. Mata Deon meneliti wajah Talitha, rahangnya mengeras tatkala ia mendekatkan wajahnya ke wajah Talitha lagi. "Aku akan mencintai kamu. Aku akan terus menatap kamu dan fokus untuk hidup bersama kamu sehingga kamu nggak bakal nyesal nikah sama aku. Aku janji aku akan mencintai kamu dan membahagiakan kamu,” ujar Deon. "Jadi, kumohon setujulah untuk menikah atau kalau nggak…ayo kita tunangan dulu. Aku bersedia menunggu sampai kamu siap," lanjut Deon dengan serius. Akan tetapi, tiba-tiba tangannya terkepal karena menahan amarah. "tapi jangan pernah bilang kalau kita ini nggak masuk akal, Talitha!! Aku benci saat mulut kamu ngucapin hal sialan itu!!" Mata Talitha tak kunjung berhenti melebar sedari tadi. Mulut Talitha terkatup rapat. Jantungnya bagai berhenti berdetak. Napasnya tertahan. Mulut Talitha bergetar. "Oi, Deon—kita—" "Kita harus melanjutkan hubungan ini." Deon menyambung ucapan Talitha. Pria itu tampak menggertakkan giginya. "Aku nggak tahu apa yang bakal terjadi kalau aku liat kamu pacaran sama cowok lain. Aku nggak peduli kalau harus pakai kekerasan, Talitha. Kamu itu harus bersamaku. Harus bersamaku." Talitha menggeleng, ia tercengang. Namun, sesaat kemudian Talitha mulai menatap Deon dengan prihatin. "Ya ampun, Deon, gimana bisa kamu hidup kayak gini? Deon, kamu itu kayak orang yang punya obsesi gila tau nggak? Kamu terlalu posesif. Hentikan pikiran negatif kamu itu! Siapa pun bakal terluka kalo kamu terus-terusan kayak gini!!" "Menikah denganku," ajak Deon sekali lagi. Ia menatap Talitha dengan intens. Talitha memijit pelipisnya. Gadis itu berdecak. "Aduh...mati gue sumpah. Kok bisa ada cowok ganteng ngajakin gue nikah, tapi ngajakinnya kayak ngancem gini," ucap Talitha. Ucapan itu keluar begitu saja dari mulutnya. "Aku nggak ngancam kamu, Sayang," ujar Deon seraya memiringkan kepalanya. Matanya menyipit dan bagai memancarkan sinar laser. Mata Talitha membeliak. Mati. Kedengaran, ya? "Harusnya kamu ngucapin itu dalam hati aja, Talitha," ujar Deon, pria itu menghela napas. "Aku ini calon suami kamu dan nggak seharusnya aku dengar calon istriku ngomong gitu." Talitha mengerang, mendadak gadis itu merutuki dirinya sendiri dan memejamkan matanya frustrasi. "Udahlah, Deon, aku lagi males nyaksiin kepribadian ganda kamu." "Kepribadian ganda?" tanya Deon ebelah menaikkan sebelah alis matanya yang tebal. Setelah itu, timbul senyuman miring di wajah Deon. "Aku nggak punya kepribadian ganda, Talitha. Aku cuma mau mencintai kamu dan membuat kamu jatuh cinta sama aku. Hanya itu." Entah mengapa Talitha jadi meneguk ludahnya; gadis itu mendadak merasa ngeri. "Ngeri amat kamu nih," ujar Talitha. "Kalo ngancem horror banget. Rayuan mautnya beuh..." Deon menyipitkan matanya—fokus memperhatikan Talitha—sehingga hanya Talithalah yang ia lihat. Setelah itu, dia mencium pipi Talitha singkat. "Maafin aku." []
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
FINLINKER TECHNOLOGY LIMITED
69 ABERDEEN AVENUE CAMBRIDGE ENGLAND CB2 8DL
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta