Bab 24 Ayo Kita Menikah (c)

Bab 23 : Ayo Kita Menikah (c) ****** TALITHA mendengkus. Ia baru pulang kuliah dan seharusnya hari ini Gavin menjemputnya. Basuki tadi sudah pulang. Namun, dia ingat bahwa Deon akan selalu mengantar jemputnya. Dia sejujurnya tak mau terus-menerus bertemu Deon, tetapi dia juga tak bisa memungkiri bahwa dia memang sudah terikat dengan pria itu. Gavin hanya meng-SMS-nya dengan kalimat: 'Dek, gue ada rapat dadakan. Sori banget. Bentar lagi selesai. Lagian, kan, ntar Deon jemput elo. Tunggu aja sebentar.' Aduh. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nomor yang tak dikenal lagi. Tsk. Semenjak Deon menghapus semua nomor laki-laki lain di ponselnya—kecuali nomor Revan, Gavin, dan papanya—Talitha jadi serasa dikejar-kejar penipu karena terus ditelepon oleh nomor yang tak dikenal. Seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal, Talitha pun mengangkat telepon itu. "Halo?” "Halo..." Talitha mengernyitkan dahi. Ini suara seorang wanita. Talitha sepertinya pernah mendengar suara itu, tetapi...di mana, ya? "Ini...siapa, ya?" tanya Talitha. "Kamu…pacarnya Deon yang waktu itu, ‘kan?" tanya wanita itu. "Saya…mamanya Deon." Kontan mata Talitha melebar. Dari mana mamanya Deon tahu nomor ponsel Talitha? Mengapa ia menelepon Talitha? Talitha lantas menjawabnya dengan gagap, "I—iya, Bu." Terdengar kekehan lembut di seberang sana. "Panggil Mama aja. Mama mau ketemu sama kamu. Pengin bicara sama kamu. Kamu bisa, Sayang?" tanya mama Deon dengan ramah. Talitha mengangguk dengan kaku. "I—ya, Ma, bisa. Tapi…Mama di mana?" tanya Talitha sopan. Serena menyebutkan lokasinya dan Talitha mengangguk. Itu adalah sebuah café dan café itu tak terlalu jauh dari kampusnya. Talitha hanya perlu naik taksi sebentar. Sepanjang jalan, di dalam taksi, pikirannya agak kacau. Begini: dia baru bertemu dengan Deon, tetapi dia sudah terikat seerat ini. Dia langsung terjebak sejauh ini. Entah apa yang mau mama Deon bicarakan nanti. Entah mengapa mama Deon bisa punya ide untuk menemuinya. Dia bahkan tak menyangka bahwa dia akan bertemu lagi dengan mamanya Deon secepat ini. Ketika sampai di depan café itu, Talitha pun turun setelah sebelumnya membayar ongkos taksinya. Mendadak jantungnya berdegup kencang; dia nervous. Talitha masuk melewati pintu kaca café itu dan melihat ke sekeliling. Dia lalu menemukan seorang wanita paruh baya yang cantik tengah melambaikan tangan padanya dari sudut kiri café. Talitha menunduk sembari tersenyum manis, kemudian dia menghampiri wanita itu. Talitha mulai menyalami wanita itu dan akhirnya dia duduk. Serena lantas memanggil pelayan café. Salah satu pelayan café mulai menghampirinya. Sebelum memesan, Serena menoleh kepada Talitha dan tersenyum manis. “Kamu mau pesen apa, Sayang?” Talitha mengerjap. Gadis itu dengan cepat membaca buku menu yang ada di atas meja. "Em... Mochaccino aja, Ma." Serena mengangguk, lalu wanita itu menatap pelayan café yang sudah sampai di meja mereka. "Di sini ada cheesecake, 'kan? Pesen dua, ya. Terus satu mochaccino dan satu latte." Pelayan itu mencatat pesanan Serena dan merunduk hormat. Setelah itu, pelayan itu pergi. Serena lantas menatap Talitha lagi seraya tersenyum. "Mama belum tau siapa nama kamu." Talitha sedikit membulatkan matanya, lalu gadis itu tertawa kikuk. "Ah...haha, um…nama aku Talitha, Ma." "Nama lengkap dan nama panggilan?" tanya Serena penasaran. "Nama lengkap aku Talitha Sava Aryadinata, Ma. Panggilannya Ita." Serena mengangguk. Ia kemudian memegang punggung tangan Talitha dan membuat Talitha terkejut bukan main. Namun, Serena mengelus tangan Talitha dengan lembut hingga membuat Talitha tenang kembali. "Maafin Mama karena udah ngagetin kamu dan minta ketemuan sama kamu, Sayang. Belakangan ini Mama memang nyari tau soal kamu dan Mama dapet info kalo kamu itu anak UI. Jadi, Mama langsung cari nomor kamu dari anak-anak yang satu jurusan sama kamu. Walaupun susah, tapi akhirnya Mama dapet nomor kamu." Mata Talitha membeliak. Ternyata selama ini mamanya Deon mencari tahu tentangnya? Apakah mamanya Deon benar-benar ingin menemui Talitha? Mengapa dia tak pernah tahu bahwa mamanya Deon mencari nomor ponselnya dari orang-orang yang satu jurusan dengannya? Maksudnya…kok nggak ada yang cepuin ke Talitha, ya? Talitha kemudian mengangguk pelan. "Nggak apa-apa kok, Ma." "Mama...pengen nanyain soal Deon ke kamu,” ujar Serena. Mata Serena mendadak berkaca-kaca. Wanita itu tersenyum sendu dan tangannya masih mengelus punggung tangan Talitha dengan lembut. Talitha tercengang. Gadis itu hanya bisa melihat Serena dengan prihatin. Sesungguhnya, mamanya Deon benar-benar tampak terluka. Ya, wanita paruh baya di depan Talitha itu sedang terluka. Deon juga terluka. Namun, garis pemisah di antara mereka kini kian melebar... Talitha menarik tangannya dari genggaman Serena, lalu kedua tangannya langsung memegang tangan Serena kembali. Jadi, kini gantian kedua tangan Talithalah yang meremas tangan Serena. "Tanya aja, Ma... Bakal Ita jawab sesuai apa yang Ita tau. Ita baru kenal Deon beberapa hari, tapi Ita bakal jawab apa pun itu selama Ita tau." Serena tersenyum manis dan terkekeh. Air matanya jatuh, tetapi ia langsung mengusapnya. Ia mulai menatap Talitha dengan tersenyum simpul. "Kamu baik banget, Sayang. Pantesan Deon langsung pengin kamu jadi tunangannya." Kedua mata Talitha membulat. Mendadak pipinya memerah. Biasanya, dia akan cuek jika diledek begitu. Namun, kali ini…ketika yang mengucapkannya adalah mamanya Deon, entah mengapa semburat merah itu muncul begitu saja. Cepat-cepat Talitha mengedipkan matanya. "Nggak kok, Ma, nggak gitu." Serena tertawa renyah. "Ya terus gimana coba?" goda Serena. Talitha langsung kicep. "Mama mau tanya apa tadi, Ma?" tanya Talitha, dia sedang berusaha untuk mengalihkan pembicaraan. Serena terkekeh. Dia tahu Talitha berusaha untuk menghindari topik pembicaraan itu. Wanita itu menatap Talitha dengan penuh perhatian. Namun, tiba-tiba kedua mata Serena menatap Talitha dengan rasa ingin tahu. "Bagaimana dia, Sayang? Apa dia baik-baik saja?" tanya Serena dengan hati-hati. Mendadak mata Talitha terasa perih; rasanya dia jadi mau menangis. Ia tak pernah melihat hubungan ibu dan anak yang sulit seperti ini. Deon dan mamanya agaknya saling mengharapkan satu sama lain. Namun, dunia seakan memisahkan mereka. "Deon baik-baik aja kok, Ma. Dia sehat," jawab Talitha seadanya. Serena melipat bibirnya. Wanita itu menarik napasnya berat, lalu mengeluarkannya dengan lega. Ada sebuah binar kebahagiaan yang muncul di kedua matanya. "Makasih, Tuhan..." ucap Serena pelan. Talitha tersenyum. Talitha hanya diam, menunggu Serena berbicara lagi. Sesaat kemudian, Serena kembali menatap Talitha. Wanita itu meneguk ludahnya. "Mama memang nggak pantas buat Deon," ujar Serena, dia menggeleng samar. "Mama memang nggak meduliin dia. Dari kecil dia hampir selalu main sama papanya. Kalau papanya sibuk, dia bakal main sendirian atau sama pengasuhnya. Dia anak yang baik. Mungkin dia cuma mau liat mama dan papanya sering balik ke rumah. Tapi…saat itu..." Serena menangis. Semua kesedihan itu menguar kembali. Satu per satu serpihan momen itu terkilas lagi di benaknya. "Saat itu, Mama mengkhianati dia. Mengkhianati papanya juga. Mama saat itu ngerasa nggak bahagia, selalu mau mencari kebahagiaan…sampai akhirnya muncul sebuah gagasan di benak Mama. Gagasan bahwa: penyebab Mama nggak bahagia adalah karena papanya Deon selalu sibuk dan jarang merhatiin Mama. Dia selalu sibuk. Mama mau dia lebih banyak di rumah dan menghabiskan waktu bersama Mama dan juga bersama Deon. Karena papanya Deon nggak juga mengerti, akhirnya Mama ngelampiasin semuanya dengan cara yang nggak wajar. Mama kesal karena tiap hari papanya Deon cuma ngebahas kerjaannya. Mama takut diduakan, takut kehilangan, ngerasa sepi dan sengsara…semua itu ngebuat mama justru jadi mengkhianati papanya Deon. Mama justru ngelakuin semua yang Mama takutkan. Habis itu, semuanya berakhir. Anak Mama satu-satunya itu ngeliat mamanya ngelakuin hal nggak senonoh di depan matanya. Deon ngeliat semua kegelapan dalam diri Mama. Dia ngeliat semua pengkhianatan Mama dan akhirnya dia jadi benci sama Mama. Dia jadi buta akan kasih sayang. Dia jadi pribadi yang nggak kenal rasa kasihan. Hidupnya nggak berwarna. Itu semua..." Talitha kontan langsung berdiri dan memeluk Serena. Meskipun mereka berseberangan, Talitha tetap berdiri dan langsung meraih tubuh wanita itu. Serena menangis. []
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
FINLINKER TECHNOLOGY LIMITED
69 ABERDEEN AVENUE CAMBRIDGE ENGLAND CB2 8DL
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta